Umi Hanifah: Mendung Menggelantung di kota Bandung

Opini468 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Setiap orang yang berumah tangga pasti ingin menikah sekali dan bahagia sampai kaki nini. Tapi fakta berbicara lain, banyak pernikahan yang harus putus ditengah jalan. Sebagaimana kasus perceraian di Bandung meningkat setiap tahunnya.

Pengadilan Agama (PA) Bandung mencatat ada 1.355 janda baru selama empat bulan atau saat pandemi virus Corona. Jumlah janda itu berdasarkan 1.449 gugatan perceraian yang didaftarkan ke PA Bandung.

Berdasarkan data yang diperolehdetikcom dari PA Bandung, jumlah gugatan yang masuk per-bulannya yakni pada Maret sebanyak 433 gugatan, April 103 gugatan, Mei 207 gugatan dan Juni sampai tanggal 24 mencapai 706 gugatan.

Dalam satu bulan, rata-rata yang putus atau resmi bercerai di atas seratus pasangan tiap bulannya. Total yang sudah diputus atau resmi bercerai mencapai 1.355 pasangan.

Ketua PA Bandung Acep Saifuddin mengatakan jumlah gugatan yang masuk itu justru menurun selama pandemi COVID-19 dibandingkan sebelum munculnya pandemi.

“Biasanya rata-rata per-bulan itu ada 600 gugatan yang masuk,” kata Acep PA Bandung, Jalan Terusan Jakarta, Kota Bandung, Jumat (26/6/2020).

Pernikahan adalah fase baru dalam kehidupan seseorang, didalamnya ada dua hati dan persepsi yang harus berjalan seimbang. Tak dipungkiri karakter dari masing-masing keluarga menjadi kendala berumah tangga. Tak cukup hanya saling mencintai, rumah tangga lurus jalannya.

Maka perlunya saling memahami tujuan dari pernikahan agar kerikil dan batu didepan mata bukan menjadi penghalang, tapi justru harus dihadapi bersama demi langengnya pernikahan.

Tentu harus ada standart yang jelas dalam menapaki rumah tangga agar tercipta keluarga idaman seperti yang diharapkan.

Manusia adalah makhluk-Nya, karakter makhluk adalah lemah, terbatas dan membutuhkan yang lain. Maka standart yang digunakan dalam pernikahan harus dari pencipta manusia, yaitu Allah SWT (Al Qur’an dan Sunah Nabi saw) yang tahu mana baik dan buruk buat makhluk.

Sebagai makhluk yang beragama (islam) tujuan menikah adalah ibadah. Ibadah disini berarti suami atau istri harus saling tahu hak dan kewajiban masing-masing sesuai tuntunan syariat.

Suami dalam islam adalah qawam/pemimpin, ibarat sopir maka ia harus berhati-hati dalam menjalankan kendaraan rumah tangganya agar berjalan nyaman. Tidak egois dan mau menerima saran dari anggota keluarga yang lain.

Pemimpin juga harus melindungi agar anak dan istri selamat tidak gampang tergoda nafsu dunia, maka suami memberi teladan bukan sekedar menyalahkan. Mencari nafkah adalah kewajiban, maka ia akan berupaya keras dan tidak bermalas-malasan sedang masalah hasil ia serahkan kepada Pencipta.

Wanita, sebagai istri sekaligus ibu faham bahwa kewajibannya adalah umun wa rabatul bait yaitu mengatur rumah tangga suaminya sekaligus bertanggung jawab terhadap kondisi anak-anaknya. Ia tak sekedar memberi nutrisi badan yaitu makan dan minum agar sehat tapi akan menjadikan anak agar taat pada syariat.

Ketika masing-masing memahami kewajibannya tentu hak suami istri secara alami akan didapat karena keduanya menjalankan peran sesuai dengan porsinya.

Maka anak-anak dalam asuhan orangtua yang memahami tujuan pernikahan tentu akan merasakan ketenangan dan mempunyai kepribadian yang kuat sehingga tidak mudah terjebak dengan pergaulan yang rusak.

Sayang, hari ini banyak sekali pernikahan yang hanya dilandaskan karena kecantikan atau ketampanan, kesamaan hobby, materi, dll yang jauh dari tujuan awal menikah.

Inilah akibat diterapkannya sistem sekukerisme kapitalis, kebahagiaan distandartkan melimpahnya materi, tak peduli lagi halal haram yang terjadi biduk rumah tangga mudah pecah saat ekonomi meluncur tak terkendali. Tak ada qonaah apalagi tawakal karena agama tidak menjadi landasan dalam menjalankan pernikahan.

Itulah sekulerisme telah masuk kesegala lini kehidupan, artinya agama hanya sekedar formalitas tak ada pengaruhnya dalam mengatur kehidupan. Akibatnya banyak suami tak peduli dengan perannya sehingga istri tak terpenuhi haknya.

Anak tak mendapatkan kehangatan, maka wajar lebih suka nongkrong bersama teman dan tak sadar telah terbawa arus kesesatan. Yang terjadi rumah tak lagi menjadi tempat yang nyaman, anggota keluarga tak merasakan kedamaian, komunikasi menjadi garing sehingga sering timbul salah paham yang membawa pada perpecahan.

Keluarga sebagai benteng terakhir agar masing-masing anggotanya terjaga dari berbagai ancaman, kini diambang kehancuran. Sudah saatnya negara berperan menyelamatkan laju pernikahan masyarakat agar selamat sampai tujuan.

Penguasa dalam lslam akan menjamin kebutuhan dasar rakyatnya dengan murah bahkan gratis. Sandang, pangan, papan ditambah kesehatan, keamanan dan pendidikan adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara.

Ketika kebutuhan dasar terpenuhi dengan mudah, maka setiap anggota keluarga baik ayah, ibu dan anak akan bisa menjalankan peran masing-masing dengan maksimal disinilah tercipta kedamaian.

Sebaliknya manusia yang lemah iman, tatkala urusan dasar belum terpenuhi akan mudah terjebak dalam kemaksiatan seperti gampang emosi, kaku tak mau menerima masukan, menyalahkan adalah hal biasa, melakukan kekerasan pada pasangan dan hal itu bisa menghantarkan pada kehancuran biduk rumah tangga.

Terkait dana yang digunakan negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat adalah dari ghanimah, fai’, kharaj, jizyah, harta milik umum seperti tambang, hutan dan air. Semua itu dikelola negara dan tidak boleh diserahkan pada individu atau kelompok, hasilnya dikembalikan pada rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan diatas.

Negara juga harus membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi para suami, agar bisa memberikan nafkah yang baik dan menjalankan peran sebagai qawam secara maksimal. Dari pemimpin yang benar akan tercipta rasa saling menghormati dan menyayangi diantara anggota keluarga.

Penopang lainnya adalah sistem pendidikan yang bersumber dari aqidah lslam, dengan tujuan agar setiap orang berkepribadian islam. Dari sini ketika berumah tangga suami dan istri sudah paham akan hak dan kewajibannya, bahwa ketika menjalankan perannya dalam rangka ibadah kepada pencipta, yaitu Allah SWT.

Apalagi ketika lslam diterapkan secara kaffah, kehidupan diliputi keimanan maka rumah tangga jauh dari keretakan. Mendung akan berganti dengan sinar kedamaian yang melingkupi hati dan pikiran suami, istri, serta anak-anak.

Alangkah lndahnya kehidupan yang dilandaskan kepada aqidah islam, akan menghantarkan pernikahan menuju sakinah mawadah wa rohmah sebagaimana yang diidamkan setiap orang yang berumah tangga.
Allahu a’lam.[]

Comment