![]() |
Advocat Cinta Tanah Air.[icholas/radarindonesianews.com] |
“Bila memperoleh pelanggaran hukum, siapapun berhak mengawasi pelaksanaan pencoblosan sampai penghitungan di tiap tingkatan, selama dilakukan sesuai hukum dan perundangan yang berlaku,” sambungnya.
Bahkan, jelas Herdiyansah menekankan, untuk ke depan ACTA menyampaikan kalau peran dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu harus dipandang secara positif agar bisa mempermudah kerja penegak hukum dalam mengawal demokrasi.
Para penyelenggara pemilu seharusnya teliti menerima laporan dan informasi adanya pelanggaran, yang menurut wakil ketua ACTA, semestinya jangan terlalu reaktif menyebutkan informasi pelanggaran berupa ‘hoax’ tanpa terlebih dahulu meneliti dan memverifikasi laporan itu.
“Pada penyelenggara Pemilu, kami ingatkan agar tidak coba coba bertindak tidak netral. Ketidaknetralan penyelenggara Pemilu bukan hanya bisa memicu kericuhan, namun juga merupakan kejahatan serius yang melanggar hukum pidana,” ungkapnya.
Memang patut disadari beberapa waktu yang lalu di awal bulan Februari 2017, dari pihak penyelenggara KPUD bermaksud meminta pertanggungjawaban pada akun media sosial yang meresahkan masyarakat terkait berita hoax. Kemudian, di lokasi dan waktu yang sama Dewan Pembina ACTA yang turut hadir, Habiburahman menyebutkan sebagai contoh semisalnya, dimana beberapa waktu yang lalu nampak sikap berlebihan ketua KPU yang sempat menyatakan ada pihak-pihak yang sengaja menimbulkan keresahan.
“Kita serius menolak penyebaran hoax, namun tidak boleh juga phobia menyebarkan informasi yang benar,” imbuhnya.
Habiburohman juga menyampaikan ,”Jangan berita Hoax itu menyebabkan masyarakat takut untuk memberitakan hal yang benar,” sampainya.
“Kan jumlah SDM penegak hukum sedikit, maka itulah partisipasi masyarakat harus ditanggapi positif. Jadi jangan ragu bila menyampaikan informasi terlebih lagi dapat dipertanggungjawabkan pula,” pungkasnya.[Nicholas]
Comment