Penulis: Afnida Selvia Gultom, S.Si | Pegiat Literasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Ngeri bukan kepalang, persoalan negeri semakin menjadi-jadi. Generasi muda yang seharusnya menjadi harapan bangsa untuk perbaikan justru tenggelam dalam kubang kegelapan bernama pornografi.
Hal ini tentu membuat kita khawatir, betapa besar pengaruh yang ditimbulkan dan pastinya berujung pada kerusakan. Tak heran, jika para penguasa turut menaruh perhatian untuk menyelesaikan persoalan ini. Terlebih lagi, Indonesia masuk peringkat keempat sebagai negara dengan kasus pornografi anak terbanyak. Sungguh miris.
Namun dapatkah kita berharap persoalan ini akan tuntas dalam kepengurusan ala kapitalisme?
Laman CNN Indonesia (18 April 2024) mengatakan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto mengutip data dari National Center For Missing Exploited Children (NCMEC) menemukan konten kasus pornografi anak Indonesia selama empat tahun terakhir sebanyak 5.566.015 kasus. Dengan data tersebut, Indonesia masuk peringkat empat global dan peringkat dua di regional ASEAN.
Kapitalisme telah meminimalisir peran negara sebagai regulator para kapital (pemilik modal). Walaupun pemerintah sering kali memblokir beberapa situs yang dianggap negatif, namun tetap saja tidak berdampak.
Negara masih saja memberi kesempatan dan kebebasan kepada para pemilik modal memproduksi konten pornografi, karena mendatangkan keuntungan yang melimpah.
Kasus pornografi anak saat ini merupakan persoalan yang tak berujung dan sulit untuk diselesaikan. Hal ini dikarenakan setiap kebijakan dan aturan yang diterapkan berdasarkan fikiran manusia. Sistem Demokrasi sekuler telah melegalkan manusia untuk menerapkan aturan tanpa merujuk pada aturan sang Pencipta.
Dalam sistem kapitalisme, standar perbuatan adalah manfaat. Sehingga, ketika ada manfaat yang ingin diperoleh, maka segala hal dapat ditempuh walaupun mendatangkan kerusakan dan melanggar hukum Allah. Seperti halnya produksi pornografi masih dijadikan pemasukan yang menggiurkan. Jika pintu kebebasan berekspresi secara online dan offline masih diterapkan dan dijaga dengan asas manfaat, maka sampai kapanpun rantai pornografi mustahil untuk diputuskan.
Jika negri ini memang serius untuk membasmi pornografi anak, seharusnya bukan hanya melirik persoalan yang terjadi pada anak-anak saja, melainkan memandang persoalan secara mendalam, yang berawal dari hilangnya kesadaran individu terkait halal dan haram, hilangnya kepedulian antar masyarakat untuk saling menasehati mengajak pada kebaikan dan menjauhi keburukan, serta hilangnya peran negara untuk menerapkan aturan Allah SWT yang maha sempurna.
Lantas, apa yang harus dilakukan untuk menuntaskan persoalan pornografi – termasuk pornografi anak? Tentunya dengan cara mengembalikan penerapan aturan Allah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sistem tersebut memandang setiap kemaksiatan (pelanggaran hukum Allah) sebagai kejahatan yang harus dihentikan secara serius tanpa memandang kepentingan pihak tertentu.
Sistem Islam memiliki mekanisme untuk memberantas kemaksiatan dan memiliki hukum sanksi yang tegas, sehingga setiap persoalan akan tuntas. Negara akan hadir digarda terdepan untuk memastikan hukum Allah diterapkan dalam kehidupan, dengan tiga hal terpenting.
Pertama, dibangunnya ketaatan individu dengan menanamkan akidah Islam, sehingga setiap orang memiliki penjagaan terhadap dirinya sendiri untuk menjauh dari kemaksiatan. Seseorang yang tertanam akidah Islam dalam dirinya akan takut bermaksiat, baik dikeramaian maupun dalam kesendirian.
Kedua, atmosfer kehidupan bermasyarakat dipenuhi kesadaran untuk saling peduli dan saling menasehati agar tidak ada yang terjerumus dalam kemaksiatan, masyarakat memiliki kepekaan untuk menjauhi hal-hal yang dapat memberi contoh yang tidak baik, sehingga merusak moral lingkungan sekitar.
Ketiga, negara secara konsisten mengaplikasikan nilai-nilai islam dan hukum Allah dalam setiap aturan. Negara memiliki kuasa untuk menertibkan penggunaan sosial media dengan cerdas, serta mengamankan kecanggihan teknologi agar terhindar dari unsur kemaksiatan.
Dengan demikian, sistem Islam menjadi sebuah keharusan untuk disegerakan, jika ingin kehidupan terhindar dari kerusakan yang diakibatkan dari pornografi serta menyelamatkan anak-anak sebagai penerus bangsa agar memiliki mentalitas sebagai pemimpin berkarakter akidah Islamiah yang akan membawa peradaban gemilang. Wallahu ‘alam bishawab.
Comment