![]() |
Alvi Rusyda, S.Pd.I |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kasus perdagangan manusia, terutama perempuan di dunia, tidak akan pernah selesai. Di Indonesia banyak perempuan yang bekerja di luar negeri sebagai pejuang visa negara dengan menjadi TKW. Namun akhir-akhir ini, Negara Cina merekrut tenaga perempuan dengan modus pernikahan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengungkapkan, dua anak dari 29 Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban pengantin pesanan ke China yang berasal dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar) dan 16 perempuan asal Jawa Barat (Jabar). “Ini sangat kami sesalkan. Padahal Indonesia telah meratifikasi konvensi HAM Internasional,” ungkap Oky Wiratama Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, di kantornya, Minggu (23/6/2019).
Eksploitasi Berkedok Iming-iming
Oky menduga, terdapat modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). “Pelaku mencari cara bagaimana mengiming-imingi korban dengan sejumlah fasilitas termasuk uang yang akan diberikan. Temuan ini diperkuat dari tiga proses pelanggaran yakni proses, cara dan tujuan eksploitasi,” katanya. Penipuan yang terjadi, kata Oky, ada keterlibatan para perekrut di lapangan untuk mencari dan memperkenalkan perempuan kepada laki-laki asal Tiongkok untuk dinikahi dan kemudian dibawa ke Tiongkok.
“Dalam penipuan yang terjadi digunakan dengan memperkenalkan calon suami sebagai orang kaya dan membujuk para korban untuk menikah dengan iming-iming akan dijamin seluruh kebutuhan hidupnya dan keluarganya,” jelasnya. Dari temuan pihaknya, Oky menjelaskan, keluarga korban diberi sejumlah uang. “Biaya digunakan untuk memesan pengantin perempuan. Lelaki harus menyiapkan sejumlah uang kepada penyedia pengantin atau mak comblang sebesar 400 juta rupiah. Dari uang tersebut akan diberikan 20 juta kepada keluarga korban,” ungkapnya.
Bobi menjelaskan, menurut informasi perkawinan antar orang Tiongkok ini mahal yakni membutuhkan mahar sekira Rp2 miliar. Sehingga para lelaki asal Tiongkok mencari perempuan asal Indonesia karena hanya memerlukan mahar sekitar Rp400 juta. “Kebanyakan yang direkrut ini di desa-desa. Mereka juga sudah punya perangkat sendiri. Misalnya event wedding seperti resepsi, tinggal di hotel. Menjerat korban sekitar 16 juta, artinya jika mereka mengundurkan diri mereka akan diminta lebih banyak membayar,” pungkasnya. (Sindo News.com)
Ekspetasi tidak Sesuai Realita
Menurut Bobi Anwar, Serikat Buruh Migran Indonesia menanbahkan, para mak comblang yang ada di Kalimantan ini mempunyai banyak jaringan, baik di Tiongkok dan di Indonesia. “Bahkan mereka juga sudah punya perangkat sendiri, seperti telah disiapkan penghulunya. Misalnya, eventnya juga telah disiapkan. Eksploitasinya adalah korban yang diharuskan untuk bekerja hingga larut malam,” tuturnya ( Sindo news.com)
Salah seorang korban perdagangan manusia yang bernama Monika. Ia ditawarkan oleh Mak comblang untuk menikah dengan seorang pria dari Cina. Awalnya Monika menolak untuk menikah dengan orang asing. Namun, Pria itu memberikan iming-iming dengan rayuan akan dibelikan emas, dan dikirim uang untuk kedua orangtuanya di Indonesia. Akhirnya Ia menerima tawaran tersebut. Akhirnya mereka menjalani pernikahan dengan begitu cepat, tidak ada acara pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat umumnya, bahkan surat nikah juga di dapat.
Setelah menikah, pengantin pria Cina membawa perempuan ke negara mereka. Bukan kebahagiaan yang didapat pengantin baru, tetapi perempuan diperlakukan oleh keluarga pria Cina sebagai pembantu. Bekerja siang dan malam tanpa diberi makan dan upah, serta tidak diberlakukan dengan manusiawi. (BBC.com)
Kapitalisasi dalam Perdagangan
Sistem kapitalis saat ini benar-benar telah menguasai segala sektor kehidupan. Mereka menancapkan pengaruhnya di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, militer, hingga sosial. Penderitaan yang dirasakan kaum perempuan, akibat ulah kaum kapitalis ini. Mereka dijadikan alat untuk diperas otak dan tenaganya demi menguntungkan sebagian kalangan. Dibidang akademik misalnya, mereka rela berpeluh keringat demi melahirkan sebuah proposal agar didanai asing. Bahkan banyak dari mereka yang mendapatkan pekerjaan yang tak layak seperti tukang sapu jalanan, pemulung, kuli becak, dan sebagainya. Tak sedikit juga dari mereka yang direnggut kesuciannya dengan cara yang sadis. Para kafir Barat dan antek-anteknya telah menodai kehormatan jutaan muslimah di dunia secara paksa. Mereka juga tanpa rasa malu dan bersalah menganiaya para wanita dan anak-anak kecil. Termasuk dengan modus pernikahan dengan pria Cina ini, salah satu upaya menjadikan perempuan sebagai budak mereka.
Selama sistem Kapitalis diterapkan, aturan yang dibuat untuk kepentingan mereka. Perempuan dijadikan sebagai alat peraup keuntungan dan pemuas seks belaka. Mereka menganggap perempuan sebagai barang dagangan yang bisa ditawar sesuai keinginan.
Di tengah sulitnya perekonomian, dan lapangan pekerjaan, sementara kebutuhan hidup harus dipenuhi. saat kondisi sulit, bersambut pula dengan tawaran untuk menikah dengan orang Cina yang kaya raya, dengan iming-iming hidup akan sejahtera, tentu perempuan yang menginginkan akan menerimanya, padahal belum tentu memiliki persyaratan yang sesuai dengan syariat Islam.
Pemerintah juga bangga jika ada warga negaranya yang bekerja di luar negeri, bahkan diberikan fasilitas untuk kesana. Pemerintah abai dengan kondisi perempuan yang dianiaya majikan di luar negeri, sehingga banyak perempuan yang awalnya pergi masih segar bugar, tak lama kemudian dapat kabar sudah tidak bernyawa lagi, ditambah lagi pemerintah lambat dalam menanganinya, karena sikap indivualisme ditanam dalam diri.
Kasus Perdagangan Perempuan di Cina ini juga disebabkan oleh Ide feminisme dan kesetaraan gender, yang mendorong perempuan Indonesia untuk berkarir, bekerja di ruang publik, baik di dalam atau di luar negeri. Mereka meninggalkan fitrah sebagai ibu bagi anak-anak dan pengelola rumah tangga. Ditambah lagi negara tidak menjamin kebutuhan hidup rakyat. Solusi yang diberikan pemerintah hanya sekedar pelatihan yang membosankan tanpa action, dan sumbangan ala kadarnya yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya perempuan semakin terpuruk.
Islam Agama Fitrah
Sejak agama Islam dibawa oleh nabi Muhammad SAW ke dunia, sistem jahiliyah berubah menjadi sistem Islam, kesejahteraan dan keberkahan hidup terasa. Kaum perempuan dimuliakan dan diangkat derajatnya.
Sesungguhnya peran perempuan dan laki-laki tidaklah akan pernah sama. Karena mereka diciptakan dengan fitrah pembawaan yang berbeda. Seorang laki-laki dengan fitrahnya dianugerahi kekutan fisik yang kuat, kemampuan untuk lebih menggunakan pikiran dalam menghadapi segala hal, dan berbagai sifat untuk memimpin.
Seperti dalam surat An-Nisa ayat : 34 bahwa “Laki-laki adalah pelindung bagi perempuan…….” .
Kepemimpinan ini tidak akan bisa diwakilkan mengingat Al-Qur’an sebgaai standar baku kebenaran pasti memberikan penjelasan yang sahih tentang peran manusia dalam kehidupan. Sedangkan wanita, pada fitrahnya cenderung perasa, lemah lembut dan memiliki berbagai sifat lain kaitannya sebagai orang yang akan dipimpin.
Aturan Islam ini bersifat universal, termasuk dalam pernikahan, Islam mengatur dengan gamblang, mulai dari memilih pasangan, rukun dan syarat nikah sampai ilmu parenting, sehingga kaum perempuan bisa kembali kepada fitrahnya.
Maka, peran seorang perempuan hanya akan berdaya ketika dikembalikan kepada fitrahnya. Fitrah seorang perempuan adalah sebagai al-ummu wa rabbatul bait (Ibu dan pengatur rumah tangga). Konsep peran ini sangat mulia dan tidaklah seperti anggapan kaum feminis. Jabatan al ummu warobbatu bait merupakan jabatan perempuan yang berasal dari fitrahnya. Artinya jabatan yang telah tersematkan sejak mulai diciptakannya sebagia makhluk oleh Sang pencipta, Allah SWT. Maka peran inilah yang seharusnya diutamakan untuk dimainkan oleh perempuan dalam kancah kehidupan. Dan hanya dengan penerapan sistem Islamlah, kesejahteraan umat bisa terwujud. Wallahua’lam.[]
Comment