Oleh : Hidayati Sundari, Pengajar dan Penggerak Literasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Menulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 968) adalah melahirkan pikiran atau perasaan. Sedangkan secara umum menulis adalah menuangkan ide, gagasan dan pendapat dalam sebuah tulisan.
Aktivitas menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling kompleks di antara keterampilan berbahasa yang lainnya seperti, mendengarkan, membaca dan berbicara. Karena inilah menulis seringkali dicap sebagai aktivitas yang sulit dilakukan.
Namun di era digital saat ini, menulis tidak lagi menjadi hal yang sulit. Hampir di setiap keseharian kita tidak lepas dari aktivitas menulis. Menulis tidak hanya menggunakan alat tulis dan buku. Menulis bisa berupa teks balasan WhatsApp, membuat WA Story, Insta Story, atau sekedar membuat cuitan di akun Twitter.
Para bloggerpun semakin banyak bermunculan. Mereka memanfaatkan platform ini untuk menuliskan berbagai informasi baik pemikiran, gagasan atau pendapat mereka di blog pribadi mereka.
Setiap orang dapat menulis dengan mudah. Hal yang sulit adalah bagaimana agar apa yang di tulis bisa bermanfaat untuk orang lain. Menulis dapat berupa tulisan yang bersifat umum atau pribadi.
Banyak orang menulis sekedar ingin meluapkan emosi yang ada di benak mereka. Menuangkan apa yang dirasa, kekecewaan, kemarahan atau kebahagian mereka di media sosial. Ada juga yang menyalurkan hobi menulis mereka dengan membuat sebuah karya berupa cerpen, atau novel.
Sejatinya apapun yang ditulis haruslah sesuatu yang bisa mendatangkan kebaikan dan kebermanfaatan untuk para pembaca. Bukan sekedar memberikan hiburan semata, tetapi tulisan yang dapat memberikan informasi, inspirasi serta motivasi. Sebab sebaik-baiknya tulisan adalah yang dapat merangsang proses berpikir agar dapat menanamkan pemahaman yang benar.
Dengan proses berpikir ini para pembaca akan lebih cerdas dalam mengolah informasi yang didapat. Sebuah tulisan tidak hanya sekedar rangkaian kata-kata tanpa makna, yang pada akhirnya hanya menjadi sebuah paragraf tak bernilai. Lebih dari itu sebuah karya tulis bisa mempengaruhi orang lain dengan pemikiran, ide atau gagasan yang diusung oleh penulisnya.
Seperti halnya para ulama terdahulu yang menuliskan karya mereka, sumbangsih keilmuan mereka untuk umat begitu besar. Tidak bisa dibayangkan jika para cendekiawan di masa peradaban yang lalu tidak menuliskan pemikiran dan pengetahuan mereka, mungkin kita akan kembali ke masa kegelapan.
Hingga saat ini banyak karya tulis para ulama besar yang masih terus relevan dan dijadikan referensi dalam menyelesaikan berbagai problematika umat yang terjadi saat ini. Karya mereka abadi dan akan terus ada.
Meskipun kita tidak dapat sehebat para cendekia, setidaknya kita berusaha berkarya walau hanya melalui deretan kata-kata sederhana. Seperti yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, “Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak”.
Makna yang bisa ditangkap adalah, ketika kita meninggalkan dunia ini orang-orang akan mengingat kita mungkin hanya dalam hitungan bulan saja, setelah itu perlahan nama kita tidak akan diingat siapapun.
Berbeda jika kita mempunyai sebuah karya tulis, terlebih jika karya tulis kita mampu membawa kepada kebaikan, kebermanfaatan yang akan selalu digunakan orang lain. Maka tulisan itulah yang akan membawa kita pada kebahagian di akhirat.
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa, “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. Ungkapan dari ulama termasyur ini bisa diartikan bahwa, jika kita bukan dari kalangan orang berharta dan berpangkat, maka jadilah orang yang berilmu, karena dengan ilmu akan memudahkan hidup kita. Mengapa aktivitas menulis dikaitkan dengan berilmu?
Karena, tidaklah mungkin seseorang membuat sebuah tulisan jika ia tidak terlebih dahulu mencari tahu, bagian dari mencari tahu adalah dengan banyak membaca. Itulah mengapa menulis selalu dikaitkan dengan membaca. Tidak akan menjadi sebuah tulisan jika seseorang tidak pernah membaca.
Tampaknya ungkapan Ulama besar dari Mesir, Sayyid Qutub sangat menohok, “Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala.” Makna mendalam yang bisa kita ambil adalah, bahwa jika kita ingin merubah pemahaman dan pemikiran masyarakat, maka menulislah. Kita tidak bisa merubah apapun dengan menggunakan alat kekerasan.
Dengan cara kekerasan hanya perubahan yang sifatnya sementara saja yang akan kita dapatkan. Banyak para ulama dan para pemikir yang terpenjarakan. Hanya raga mereka yang terkurung, tetapi karya mereka, pemikiran dan ide-ide yang mereka usung telah melesat jauh memasuki pemikiran para pembacanya.
Lantas apa kontribusi kita? Apa yang bisa kita lakukan agar masyarakat kembali tercerahkan dan kembali kepada fitrahnya. Mulailah dengan menulis!. Jika saat ini banyak penulis-penulis yang ingin menggiring opini masyarakat untuk menjauhi Syari’at-Nya, menjejali masyarakat dengan paham kapitalis, sekuler, liberal dan masyarakat yang hedon.
Maka sebagai seorang muslim lawanlah semua itu dengan tulisan yang lurus. Sebuah tulisan yang dapat mengungkap berbagai kerusakan sistem saat ini, membongkar pemikiran sesat ala para kapitalis, mencampakan kaum sekuler dan menyembuhkan masyarakat yang sudah kadung terjerat hedonisme.
Jadikanlah tulisan kita sebagai investasi kebaikan (amal jariyah) bukan sebaliknya, agar pahala terus mengalir meskipun kita telah tiada. Pada akhirnya sekecil apapun kontribusi kita, sesederhana apapun tulisan kita, paling tidak kita sudah berusaha berkarya, berkarya dengan tulisan, berkarya untuk keabadian.
Yakinlah sang pencipta melihat proses kita, bukan melihat hasil. Tugas kita berusaha bukan menentukan hasil.[]
Comment