Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.[Gofur/radarindonesianews.com] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pemecatan Fahri Hamzah yang dilakukan PKS tentu memiliki arah politik tertentu. Kalau diamati, sepak terjang Fahri Hamzah yang duduk sebagai wakil ketua DPR RI sekarang ini memang dianggap terlalu vokal dan berseberangan dengan kebijakan partai. Dalam konteks ini kita bisa temukan seperti dalam persoalan Freeport. Fahri dengan tegas menolak kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.
Dalam suatu kesempatan di DPR RI, di hadapan wartawan, Fahri Hamzah bicara soal Freeport. Fahri meminta semua elemen termasuk masyarakat Papua duduk bersama dan bicara terbuka tentang siapa saja yang terlibat dalam urusan Freport yang berujung dengan mundurnya Ketua DPR RI Setya Novanto. Wasekjen Mardani Ali Sera dan Ketua DPP Al Muzzammil Yusuf dikabarkan memang melaporkan Fahri ke Badan Penegakan Disiplin Organisasi (BPDO) PKS.
Sohibul Imam yang kini menjadi presiden Partai Keadilan Sejahtera tampaknya tidak memiliki kualitas untuk menghadapi seorang Fahri Hamzah. Kebijakan pemecatanpun dilakukan dengan harapan agar ke depan PKS dapat menentukan kebijakan tanpa harus berhadapan dengan seorang Fahri Hamzah yang dianggap sangat vokal itu.
Lantas apa yang menjadi tujuan di balik pemecatan Fahri itu? Pertama, seperti halnya PAN yang telah lebih dulu keluar dari KMP dan bergabung ke Jokowi. Sohibul tampaknya akan membawa bahtera PKS berlabuh dalam kabinet Jokowi seperti yang dilakukan PAN.
Namun ke depan, PKS akan menghadapi dilema atas kebijakan pemecatan ini. Di satu sisi PKS secara mudah menentukan arah politiknya untuk mendukung Jokowi namun di sisi lain, mereka yang mendukung Fahri Hamzah akan melakukan gugatan politik yang menghabiskan waktu dan tenaga sehingga Partai mengalami penggembosan secara perlahan. Ujungnya? PKS pun tidak beda dengan partai lain, hanya menjadi pelengkap dari sebuah demokrasi gaya Indonesia.[GF]
Comment