liputan6 |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Jakarta kembali diguncang bom yang diledakkan pihak yang tidak bertanggung jawab. Peledakan bom yang menghancurkan Pos Polisi yang berada di Jalan Thamrin Jakarta Pusat itu terjadi Kamis (14/1) sekitar pukul 11.00 WIB.
Menurut data yang dihimpun media, dua orang terluka akibat ledakan tersebut dan hingga kini belum diketahui identitasnya. Korban dilarikan ke Rumah Sakit Jakarta Pusat untuk dilakukan perawatan.
Peristiwa pemboman Pos Pol yang berada di pusat kota ini tentu menjadi pusat perhatian masyarakat sebagaimana yang diinginkan pelaku dan orang-orang di balik peristiwa ini. Jenis bom juga belum diketahui karena pihak kepolisian masih melakukan penyergapan pelaku yang mungkin masih berada di sekitar lokasi.
Menarik untuk dikaji adalah mengapa Pos Pol yang dijadikan target pemboman? Ini jelas menambah tajam gap antara pihak kepolisian dengan isu terorisme yang selalu dikaitkan denga kaum muslim. Padahal otak di balik pemboman tersebut merupakan tindakan keji mereka yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karena itu, kepada pihak kepolisian baik Polda Metro Jaya maupun Polri harus melakukan tugasnya dengan baik dan bijak demi menjaga situasi dan kondisi keamanan nasional. Kepolisian harus mengusut tuntas pelaku di balik pemboman ini sehingga masyarakat luas memahami peristiwa di balik pemboman yang terjadi ini.
Seperti kasus 98, kerusuhan justeru menjadi alat bagi mereka yang doyan mengumpulkan dolar dalam hitungan sekejap. Pemboman Pospol, Thamrin juga membuat nilai dolar langsung melonjak hingga 14.000. Dalam peristiwa 98, tidak sedikit mereka yang memiliki dolar justru diuntungkan dengan kerusuhan yang mengakibatkan nilai dolar yang sebelumnya Rp.2500 menjadi 15.000 lebih. Pemboman Pos Pol Thamrin mungkin saja menjadi uji coba mereka kedua kalinya tanpa memikirkan akibat buruk yang ditimbulkannya.
Bisa saja pemboman ini dilakukan oleh mereka yang kerap mencari untung dan berspekulasi di dalam air keruh.
Oleh karena itu pengusutan dalam konteks yang lebih bijak harus diarahkan tidak lagi kepada “Terorisme” yang didasari fundamentalisme sebuah agama namun sudah semestinya negara kini juga mengarahkan bidikan ke arah para kapitalis yang juga mampu menghancurkan dan memecah negara kesatuan republik (NKRI) yang kita cintai ini dengan cara menciptakan kondisi yang tidak kondusif baik di ranah politik, ekonomi, sosial dan budaya.[GF]
Comment