Hawilawati, S.Pd*: Pemimpin Yang Dicintai Rakyat

Berita436 Views
Hawilawati, S.Pd (kiri) bersama Kepsek
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Ibarat sebuah  rumah tangga, kehadiran sosok seorang ayah yang baik akan menjalankan kewajibannya dengan  peran besar dalam me-riayah (memenuhi kebutuhan) keluarganya. Ia akan melindungi keluargan dari marabahaya dan  kemaksiatan. Menumbuhkan suasana menyenangkan hingga maslahat diperolehnya.
Seperti itulah hubungan seorang pemimpin dengan rakyatnya, layaknya  sosok ayah yang baik memperlakukan keluarganya.
Dalam sebuah institusi Islam, keberadaan seorang pemimpin tidak lain adalah untuk menjalankan amanah kepemimpinannya, berdasarkan hukum syara bukan berdasarkan kepentingan individu, golongan apalagi kaum kapital. Iapun menjalankan amanah sebagai kepala negara karena ketaqwaan dan siap terikat dengan hukum syara bukan hukum buatan manusia (Sekulerisme atau komunisme).
Sejatinya kepemimpin dalam islam adalah untuk melegalkan syariat Islam secara kaffah bukan yang lain. Dan ia mampu mengambil kebijakan terbaik untuk rakyatnya. Ia menjadi sosok yang disayangi rakyat, disegani kawan dan ditakuti lawan.
Adapun sosok pemimpin yang dicintai rakyat tidak lain memiliki 2 karakter yaitu sebagai Junnah (perisai) dan Ro’in (pelayan)
Berperan Sebagai Junnah
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa imam adalah junnah (perisai) yakni seperti tirai/penutup karena menghalangi musuh menyerang kaum Muslim, menghalangi sabagian masyarakat menyerang sebagian yang lain, melindungi kemurnian Islam dan orang-orang berlindung kepadanya. 
“Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya)“ (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).
Hadits tersebut mengandung makna yang luar biasa terhadap tugas seorang kepala negara, ia harus melindungi rakyat dari kerusakan, kedzaliman, serangan musuh bahkan tatkala rakyatnya telah berbuat kemungkaran maka ia  akan menariknya kejalan yang lurus agar tidak melampaui batas mendatangkan dosa dan azab Allah bahkan siap menjadi pelindung rakyatnya dari kaum imperialis , mengusir kaum penjajah  dengan gagah berani yang akan mencoba merusak kedaulatan  negara, kesejahteraan dan kemananan rakyatnya.
Namun jika penguasa tidak mampu melindunginya bahkan semakin membiarkan kerusakan dan penjajahan terjadi dalam tubuh rakyatnya, maka ia akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT.
Berperan Sebagai  Ra’in
“al-ra’in” pada dasarnya berarti “penggembala” yang bertugas memelihara binatang, baik yang terkait dengan pemberian makanan maupun dengan perlindungan dari bahaya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, kata tersebut juga dimaknai pemimpin, karena tugas pemimpin sebenarnya hampir sama dengan tugas penggembala yaitu memelihara, mengawasi dan melindungi orang-orang yang dipimpinnya.
Penguasa adalah pelayan umat, ia akan memenuhi segala kebutuhan pokok rakyatnya, tak terkecuali apakah muslim maupun non muslim (kafir dzimmy). Memenuhi kebutuhan primernya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Ia tidak akan membiarkan rakyatnya kelaparan, tak akan membiarkan umatnya lalai menjalankan ibadah dan tidak membiarkan sulit melakukan privasi rumah tangga akibat tak memiliki tempat  tinggal yang layak,  berpenyakit sulitnya pengobatan, kebodohan akibat mahalnya pendidikan,  was-was terhadap kejahatan dan kriminalitas akibat lemahnya sanksi hukum. Masalah itu tak akan terjadi, jika terjadi akan ditangani dengan prosedur yang cepat dan sederhana tidak rumit.
Owh, sungguh sosok pemimpin dambaan umat yang hanya dimiliki oleh pribadi pemimpin yang sholih dan berjiwa kesatria, segala tindak tanduk dan tutur katanya sangat terjaga, tegas namun tidak ingin rakyatnya tersakiti. Karena ia akan selalu ingat pesan Baginda Rosulullah SAW :
مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
“Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam lafadh yang lain disebutkan, *”Ialu ia mati dimana ketika matinya itu dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan surga baginya.”
Tatkala ia menemukan perselisihan dalam  urusan negara dan masyarakatnya, iapun akan mengembalikan segala keputusan berdasarkan kitabullah dan As-Sunnah bukan yang lain.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“”Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allâh (Al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allâh dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya. [An-Nisa/4:59].*
Semoga Allah menghadirkan sosok pemimpin yang dicintai dan dirindukan  umat. Yang mencintai rakyatnya karena Allah dan amanah yang ia jalankan, Aamiin. Wallahu’alam Bishowwab.[]
*Praktisi pendidikan, STP-SD KU, Ciledug

Berita Terkait

Baca Juga

Comment