RADARINDONESIANEWS .COM, BANDUNG — Dentuman musik elektronik berpadu dengan tabuhan kendang Sunda. Di Main Atrium Cihampelas Walk, Kamis (16/10), panggung Indonesia Game Experience (IGX) 2025 resmi dibuka dengan “Tarian Digitalisasi Ethnic Nusantara”—sebuah kolaborasi unik antara penari Gentra Lestari Buana dan karakter digital tiga dimensi hasil teknologi motion capture Castle Production.
Festival gim terbesar di Indonesia ini kembali digelar setelah sukses berkeliling ke Tangerang, Surabaya, dan Semarang. Bandung—yang menyandang status UNESCO Creative City—menjadi tuan rumah yang pas untuk menyatukan budaya, teknologi, dan kreativitas dalam satu ruang.
“Teknologi adalah alat, budaya adalah jiwa. Jika digabungkan, keduanya menjadi kekuatan bangsa di masa depan,” ujar Ir. Soegiharto Santoso, S.H., yang akrab disapa Hoky, Ketua Umum APTIKNAS sekaligus Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Game dan Konten Digital Indonesia (AGKDI).
Acara yang berlangsung selama empat hari (16–19 Oktober) itu menampilkan wajah ekosistem digital Indonesia yang kian matang. Ribuan pengunjung dari berbagai kalangan—dari pelajar hingga profesional IT—memadati area pameran dan tech forum.
Mengusung tema “Digital Unity in Culture and Creativity”, IGX 2025 Bandung menjadi ajang temu para pelaku industri gim, seniman, pemerintah, hingga komunitas lokal. Diselenggarakan oleh AGKDI, festival ini mendapat dukungan penuh dari APTIKNAS, APGI, APKOMINDO, dan Kementerian Kebudayaan RI.
Rangkaian acaranya meliputi turnamen e-sports untuk MLBB, Valorant, Free Fire, hingga Honor of Kings; creative market yang menampilkan produk UMKM lokal; parade cosplay dan pertunjukan musik; serta workshop teknologi digital dan AI forum.
“Indonesia perlu mengarsipkan gerak tari dan budaya Nusantara dengan teknologi AI dan motion capture agar tak hilang ditelan zaman,” ujar Yusuf Maulana dari ASICI dalam sesi pembukaan.
Pernyataan itu diamini Ratu Ratna Dewi Kartika, Ketua Umum Gentra Lestari Buana. Ia menilai dokumentasi gerak maestro tari dan pencak silat penting untuk melindungi kekayaan intelektual bangsa dari klaim asing.
Aptiknas Techsummit Ulas Teknologi Terkini
Dalam rangkaian yang sama, APTIKNAS TECHSUMMIT 2025 menghadirkan para pembicara lintas sektor untuk mengupas tren teknologi global. Dari kecerdasan buatan, keamanan siber, hingga infrastruktur cloud computing.
Beberapa narasumber utama antara lain Fanky Christian (Sekjen APTIKNAS) yang membahas pemanfaatan AI untuk Smart Nation, Michael Edward dari Giga Computing Indonesia soal peran cloud sebagai tulang punggung digital, dan Hanz Christianto dari AMD yang menyoroti evolusi perangkat keras untuk mendukung inovasi berbasis AI.
Selain itu, psikolog Miryam Ariadne Sigarlaki, M.Psi. mengangkat sisi lain dunia digital lewat topik Psychology Services in Digital, menyoroti tantangan kesehatan mental di tengah derasnya transformasi teknologi.
Hoky menegaskan bahwa kehadiran IGX 2025 di Bandung bukan sekadar festival, melainkan bagian dari strategi besar membangun fondasi industri gim dan konten digital Indonesia.
Sebelum acara ini, AGKDI telah menandatangani nota kesepahaman dengan Video Game Industry Development Organization (VIDO) dari Rusia pada 6 Oktober 2025.
Penandatanganan yang disaksikan Dr. Ir. Feri Arlius, M.Sc., Direktur Sarana dan Prasarana Kebudayaan Kementerian Kebudayaan RI, menandai langkah diplomasi digital pertama antara Indonesia dan Rusia di bidang industri gim.
“Kolaborasi internasional penting, tapi identitas lokal tetap harus menjadi ruh,” ujar Hoky menutup pidatonya.
Empat hari gelaran IGX 2025 menjadikan Bandung pusat perhatian komunitas gim nasional. Dari pengembang muda, kreator konten, hingga pelaku UMKM digital, semua bertemu dalam semangat yang sama: menenun teknologi dengan budaya.
“Melalui IGX 2025, kami ingin memastikan bahwa inovasi digital Indonesia berakar pada nilai budaya sendiri,” kata Vera Imelda, Pamong Budaya Ahli Madya yang membuka acara mewakili Kementerian Kebudayaan.
Sore itu, riuh tepuk tangan pengunjung berpadu dengan cahaya layar LED raksasa. Di Bandung, teknologi bukan lagi sekadar alat hiburan, melainkan bahasa baru kebudayaan.[]









Comment