Indonesia Darurat Korupsi, Peringatan HAKORDIA Tak Berarti!

Opini48 Views

 

 

Penulis : Fitriani, S.Hi | Staff Pengajar Ma`had Al-Izzah Deli Serdang

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dirangkum dari laman KPK, tahun ini Hakordia (Hari Korupsi Sedunia) mengusung tema Sinergi Berantas Korupsi, Untuk Indonesia Maju. Hali ini dilakukan karena KPK ingin mengikutsertakan peran masyarakat untuk turut berpartisipasi meningkatkan kesadaran memberantas korupsi yang ada, khususnya di Indonesia. Karena masalah korupsi masih menjadi permasalahan dunia bahkan di negeri ini. Seolah tidak pernah berhenti, bahkan semakin menjadi. Seperti jamur yang tumbuh di musim hujan begitu subur dan terus berkembang.

Walaupun di Indonesia sudah dibentuk sejak dua dekade lalu lembaga anti korupsi yaitu KPK nyatanya tidak mampu mengurangi jumlah pejabat yang melakukan korupsi tersebut. Justru tiap tahun terus bertambah, terus mengalami peningkatan.

Setiap saat ada saja OTT yang dilakukan, bahkan yang paling membuat miris ketika ketua lembaga anti rasuah itu sendiri yang melakukan korupsi. Maka yang terjadi faktanya peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia hanya sekedar gelaran tahunan yang sifatnya formalitas semata tanpa arti.

Ketua panitia peringatan Hakordia tahun 2023 Eko Marjono seperti ditulis kompas.com (12/12/2023) mengungkapkan bahwa pemberantasan korupsi membutuhkan sinergi semua pihak baik itu penegak hukum, KPK, kejaksaan, kepolisian dan seluruh lapisan masyarakat agar korupsi bisa diselesaikan.

Banyaknya pejabat yang terlibat kasus korupsi, menunjukkan bahwa ada yang salah dengan system di negeri ini. Korupsi telah menggurita hampir di segala aspek kehidupan.

Hal ini menunjukkan bahwa kapitalisme sekuler gagal mewujudkan para pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab. Buktinya pejabat yang menjadi langganan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) setiap saat terus bertambah. Berulang kali operasi tangkap tangan dilakukan nyatanya tidak menciutkan nyali para pejabat untuk meraup uang haram dari tindak pidana korupsi.

Mereka yang dipilih oleh rakyat malahan tega mengkhianati amanah rakyat. Mereka hanya mementingkan kepentingan sendiri tanpa memikirkan kepentingan rakyatnya. Mereka hanya memperkaya diri dan keluarga sementara rakyat dibiarkan dalam kesusahan. Banyak rakyat kelaparan, hidup miskin, tidak bisa mengenyam pendidikan yang layak, susah mendapatkan fasilitas kesehatan yang baik dan berbagai kesusahan hidup yang lainnya.

Di tengah kehidupan rakyat yang serba susah para pejabat justru mengkhianati rakyat dengan kasus korupsi yang tidak pernah terjeda.

Maka perkara utama yang menyebabkan maraknya korupsi di negeri ini adalah karena penerapan sistem demokrasi. Penulis pernah mendengar ungkapan yang sudah sangat lama dahulu diucapkan oleh pak Mahfud MD sekitar 10 tahun lalu bahwa ketika biaya politik semakin mahal, elite juga semakin jelek karena sistem yang dibangun mendorong ke arah korupsi. Malaikat masuk ke dalam sistem Indonesia pun bisa jadi iblis juga (republika.co.id, 7/10/2013).

Akhirnya ongkos demokrasi yang mahal ditambah lemahnya iman para pejabat negeri ini, serakah terhadap harta walaupun ia tahu itu bukan haknya, menyebabkan para pejabat yang sudah terpilih dengan mudahnya mengambil jalan pintas menghasilkan uang dengan korupsi uang rakyat.

Pakar Fiqh Kontemporer KH.Shiddiq Aljawie menjelaskan setidaknya ada 4 faktor yang menyebabkan korupsi terus terjadi. Pertama, faktor ideologis, yaitu tumbuhnya nilai-nilai kebebasan dan hedonisme di masyarakat, ditambah diterapkannya sistem demokrasi yang menjamin kebebasan yang sebebas-bebasnya sehingga mendorong para pejabat untuk korupsi.

Kedua, faktor kelemahan karakter individu, para pejabat yang lemah iman, integritas moral rusak sehingga rela menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta, Ketiga, faktor lingkungan seperti budaya suap dan toleransi atas berbagai keburukan dan tindak kejahatan, Keempat, faktor penegakan hukum yang lemah.

Jadi walaupun di Indonesia sudah dibentuk KPK (berdasarkan UU No 32/2002) yang mempunyai misi melakukan pemberantasan korupsi. Lembaga pemeriksa dan pengawas keuangan untuk mencegah korupsi seperti BPK dan Bawasda juga ada.

Berbagai undang-undang juga sudah dibuat untuk memberantas korupsi, di antaranya UU no 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, UU no 20/2001 tentang perubahan atas UU no 31/1999, dan UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).

Namun hasilnya tidak berarti, bahkan boleh dikatakan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum memuaskan, jika tak bisa dikatakan gagal. Karena faktanya sejak dulu hingga kini kasus korupsi semakin menjadi. Lalu bagaimana mengakhiri Korupsi ini?? Maka hanya Islam Jawabannya.

Islam menetapkan bahwa korupsi adalah perbuatan yang melanggar syariat. Suburnya korupsi karena factor ideology yang diterapkan dinegeri ini. Karena penerapan ideology kapitalis demokrasi saat ini menjadi factor utama korupsi semakin merajalela.

Sistem demokrasi liberal hari ini menghasilkan para pejabat yang tidak takut dengan penciptanya, disebabkan keimanan yang lemah sehingga dengan mudahnya mereka memakan uang rakyat. Ditambah lagi tidak sanksi yang tegas bagi para pelaku korupsi tersebut, justru hukuman yang diberikan kepada mereka sangat ringan bahkan banyak grasi yang diberikan pemerintah kepada tersangka kasus korupsi tersebut.

Bahkan ketika mereka masuk penjara pun, mereka bisa mendapatkan fasilitas yang serba mewah. Maka berharap korupsi akan hilang di negara yang menerapkan demokrasi lineral adalah seperti mimpi disiang bolong. Maka solusi utama menghilangkan korupsi hari ini adalah dengan mencampakkan dan mengganti system kapitalis demokrasi ini. Agar peringatan Hakordia tidak kehilangan makna maka perlu difahami apa yang menjadi persoalan utamanya sehingga soluso yang diambil juga tepat.

Apalagi sebagai seorang Muslim kita merindukan sosok pemimpin yang amanah dan bisa mengayomi rakyatnya. Pemimpin yang lebih mementingkan kepentingan rakyatnya daripada kepentingannya sendiri. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika beliau menjadi Khalifah bagi kaum muslim. Beliau rela menahan lapar asal masyarakatnya semua terpenuhi kebutuhan sandang pangan dan papannya.

Tentu kita merindukan sosok pemimpin seperti beliau. Namun, semua itu mustahil untuk diwujudkan jika sistem dinegeri ini masih menerapkan sistem kufur demokrasi. Karena sistem demokrasilah yang menjadi biang suburnya korupsi yang dilakukan oleh hampir semua pejabat di negeri ini.

Maka jika ingin memberantas dan mengakhiri korupsi secara total solusinya adalah dengan menerapkan Islam secara Kaffah dan inilah yang harus menjadi renungan utama perjuangan kaum muslim saat ini. Wallahu`alam bisshawab.[]

Comment