Kampung KB  Benarkah Mampu Wujudkan Kesejahteraan Keluarga?

Opini237 Views

 

 

Penulis: Efinda Putri Normasari Susanto, S.Si., M.Sc. | Aktivis Muslimah dan Ibu Pendidik Generasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Banyuwangi terpilih sebagai tuan rumah kegiatan Ambassador Goes to Kampung KB. Ini sebagai bentuk apresiasi lantaran program Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) sukses diimplementasikan di tanah Blambangan ini. Sejak 2016 hingga sekarang pertumbuhan Kampung KB di Banyuwangi cukup signifikan.

Saat ini Banyuwangi sudah memiliki 188 Kampung KB. Salah satu diantaranya, dusun Sidomulyo desa Jambewangi-Sempu telah menyabet juara 1 Kampung KB percontohan tingkat provinsi Jawa Timur dan sebagai juara kedua tingkat nasional.

Komitmen pemerintah dalam upaya mewujudkan kampung KB di seluruh penjuru tanah air, keluarga berkualitas, bahagia, dan sejahtera sangatlah kuat. Total kampung KB yang sudah dicanangkan hingga saat ini mencapai 65.390 desa.

Sebagai penguat atas komitmen tersebut, tepatnya pada tanggal 13 hingga 15 Mei 2024 lalu telah diselenggarakan kegiatan Ambassador Goes to Kampung KB di kabupaten Banyuwangi ini.

Sebanyak 17 delegasi dari 12 negara dan organisasi internasional meninjau program-program kependudukan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan di kota Gandrung.

Ambassador Goes to Kampung KB, merupakan tindak lanjut setelah Indonesia meraih penghargaan United Nations Population Award dari PBB pada tahun 2022. Population Award dari PBB ini merupakan bentuk kepercayaan komunitas internasional kepada Indonesia yang dipandang sukses dalam mengatasi isu kependudukan dan populasi.

Isu kependudukan dan populasi seringkali menjadi kambing hitam dalam persoalan yang timbul di berbagai dimensi kehidupan seperti ketersediaan pangan dan lahan tempat tinggal, ketersediaan air bersih, rusaknya lingkungan, kemiskinan dan minimnya akses pendidikan. Meningkatnya populasi (khususnya manusia) dianggap menjadi penyebab menurunnya kesejahteraan. Namun apakah asumsi tersebut sepenuhnya benar?

Menekan populasi adalah solusi kesejahterakan keluarga, fakta atau ilusi?

Tak bisa dipungkiri, ruh dari program pemerintah ini adalah menekan laju pertumbuhan penduduk, hal ini tercermin dari slogan baru mereka ‘2 anak lebih sehat, berencana itu keren’ dan program ‘Bangga Kencana’ (Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana) dengan target utamanya para zilenial. Hal ini diperkuat dengan apa yang dijadikan sebagai parameter keberhasilan dari program tersebut – yang paling kentara adalah peningkatan penggunaan alat kontrasepsi.

Paradigma pemerintah menekan laju pertumbuhan penduduk ini adalah demi keseimbangan negara serta terjaminnya kebutuhan keluarga di negeri ini.

Teori kependudukan Malthus sepertinya masih sangat mempengaruhi cara pandang pemerintah. Teori tersebut menyebutkan bahwa ‘Pertambahan penduduk akan mengikuti deret ukur dan pertambahan bahan makanan mengikuti deret hitung’. Artinya pertambahan penduduk jauh lebih cepat dari pertambahan bahan makanan. Dengan demikian, maka logikanya laju pertumbuhan penduduk sebisa mungkin harus ditekan supaya kebutuhan pokoknya tetap bisa terpenuhi.

Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, ditulis bahwa terdapat pendapat lain dengan bukti yang signifikan menyatakan sejatinya persoalan utama bukanlah pertumbuhan penduduk melainkan kepadatan penduduk.

Sebagai contoh, Menurut Departemen Pertanian Oklahoma, negara bagian tersebut memiliki area seluas 69.903 mil persegi. Apabila setiap orang diberi ruang hidup seluas 300 meter persegi, maka Oklahoma dapat menampung 19,49 miliar orang (kurang lebih 2,5× lipat penduduk bumi yang saat ini berjumlah 8 miliar) (pslh.ugm.ac.id, 11/07/2022).

Di saat negeri kita sibuk untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang berlandaskan teori usang Malthus, sebaliknya, negara-negara Eropa, Jepang dan Singapura yang telah berupaya terlebih dahulu dalam upaya mengontrol populasi dengan pembatasan kelahiran justru mengalami keresahan karena minimnya pertumbuhan penduduk.

Saat ini, mereka malah sedang mendorong dan memberi insentif untuk perempuan yang bersedia hamil dan melahirkan. Mereka paham, terus menurunnya pertumbuhan pendudukan akan menjadi malapetaka bagi kehidupan bangsa dan negaranya. Mereka akan mengalami bencana ekonomi, keamanan dan politik dikarenakan hal ini. Negara-negara besar tanpa generasi penerus, akan hilang tak lagi diperhitungkan di kancah internasional.

Sebut saja Jepang, yang telah diproyeksikan oleh para ahli mereka sendiri, akan mengalami depopulasi dahsyat mulai tahun 2050-an. Sampai-sampai Elon Musk pernah mencuitkan bahwa ‘Jepang akan hilang jika tak ada perubahan.

Terkait hal ini, falam laman bloomberg.com (10/03/2024), dia menyatakan bahwa keruntuhan populasi berpotensi menjadi resiko terbesar bagi masa depan peradaban. Artinya dunia menyadari bahwa pertumbuhan penduduk adalah potensi demografi, bukan ancaman.

Berkaca dari hal ini, seharusnya kita paham bahwa menekan laju populasi bukanlah solusi untuk meraih kesejahteraan. Lantas apa sebenarnya yang menjadi akar persoalannya?

Akar Masalah Kesejahteraan Keluarga Tak Kunjung Terwujud

Sebagian ahli mengatakan bahwa sebenarnya yang menjadi persoalan adalah kepadatan penduduk bukan pertumbuhan penduduk. Sebagian besar manusia memilih untuk tinggal di kota-kota besar yang memiliki akses ke fasilitas umum cenderung lebih mudah dan perputaran ekonomi lebih cepat daripada tinggal di desa yang masih banyak space kosong untuk tinggal. Padahal sebagaimana ditulis pslh.ugm.ac.id (11/07/2022), kepadatan yang terpusat di kota tertentu mengakibatkan berbagai dampak seperti kejahatan, kemacetan, polusi hingga stress.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa ada masalah yang lebih mendasar yakni pemerataan ekonomi atau distribusi kekayaan. Faktor hulu dari persoalan ini adalah penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang memungkinkan penumpukan modal dan pembangunan hanya terkonsentrasi pada kota-kota tertentu saja, serta kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati sebesar-besarnya hanya untuk kemakmuran segelintir orang.

Secara substansial, sistem ekonomi kapitalis memang tidak memiliki mekanisme distribusi kekayaan kepada setiap individu masyarakatnya. Mereka hanya mengklaim bahwa mekanisme harga (price mechanism) atau struktur harga (price structure) merupakan cara untuk mendistribusikan kekayaan. Padahal mekanisme itu ibarat hukum rimba. Mereka yang ber-power (pemodal) yang akan menang dan mampu memenuhi segala kebutuhannya sedangkan yang lemah (miskin/mlarat) siap-siap gigit jari atau tersingkir.

Apalagi dengan suburnya praktek korporatokrasi yang sepertinya sudah tak lagi malu-malu lenggang kangkung di negeri ini, menjadikan privatisasi sektor publik yang sudah lama kian menjadi-jadi. Jalan tol, pertambangan panas bumi dan gas (seperti tambang panas bumi di perbatasan Banyuwangi dan Bondowoso yang diserahkan dan dikuasai swasta.

Dampaknya, setiap keluarga sulit untuk sejahtera karena terhalang menikmati hak mereka atas sumber-sumber kekayaan tersebut. Di sisi lain, rakyat seolah dibiarkan hidup mandiri, negara (dengan model good governance) meniscayakan untuk lebih banyak berlepas tangan ketimbang menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Inilah yang menjadi akar masalah mengapa keluarga tak juga kunjung sejahtera dalam demokrasi.

Demokrasi menjadikan sekulerisme sebagai asasnya, menafikkan aturan As-Syari’ (Allah SWT) dalam kehidupan. Kedaulatan dijadikan berada di tangan rakyat. Saat ini rakyat semakin cerdas dan selalu mempertanyakan rakyat manakah yang berdaulat? Ternyata semua sepakat, merekalah yang bermodal (para capitol) yang berdaulat dan berkuasa.

Tantangan pertumbuhan populasi kian diperparah dengan adanya pemahaman dan gaya hidup konsumerisme yang merupakan pancaran nilai dan sistem kapitalis.

Paham ini banyak diadopsi oleh kebanyakan manusia di seluruh dunia, utamanya di perkotaan. Sayangnya diadopsi pula oleh sebagian besar kaum Muslimin. Tak asing bukan dengan kata ‘flexing’ atau dengan persoalan sampah yang semakin pelik. Untuk timbunan sampah makanan saja, infid.org (26/06/2023) mengungkapkan bahwa Jakarta mencapai 3 juta ton per tahun dengan simulasi tinggi timbunannya mencapai 514 meter yang hampir 4 kali lipat tinggi tugu monas, bahkan penyumbang terbanyak se-Asean.

Dengan demikian, sekulerisme-kapitalisme dengan pandangan hidup dan produk turunannya berupa demokrasi dan sistem ekonomi liberal tidak akan pernah mengantarkan manusia pada derajat kemuliaan dan kesejahteraannya.

Islam Mampu Mewujudkan Keluarga Berkualitas, Bahagia dan Sejahtera dengan Khilafah

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) [Ar Rum: 41].

Dari kedua ayat di atas telah jelas dikabarkan oleh Allah bahwa selama manusia tunduk dan berlindung di bawah hukum yang bersumber hanya pada kecerdasan manusia belaka, maka yang terjadi adalah kehancuran yang saat ini sudah merangsek ke dalam benteng-benteng keluarga.

Maka satu-satunya jalan keluar bagi terwujudnya keluarga berkualitas, bahagia, dan sejahtera adalah dengan penerapan Islam secara kaffah melalui  sistem ekonomi Islam serta mencampakkan demokrasi dan sistem ekonomi liberal.

Dalam sistem Islam, setiap keluarga akan sejahtera tanpa harus ada pembatasan jumlah anggota keluarga. Sebanyak apa pun jumlah anggota keluarga maka penghidupan mereka akan dijamin oleh negara.

Negara akan benar-benar hadir dalam upaya menyejahterakan rakyatnya, bukan sekedar gebyar-gebyar program dan jargon tapi minim substansi dan minim action nyata. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Dalam hadits tersebut jelas bahwa para Khalifah (pemimpin) yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Allah SWT kelak pada hari kiamat, apakah mereka telah mengurusnya dengan baik atau tidak.

Sistem pemerintahan islam mewujudkan perlindungan menyeluruh bagi keluarga. Sistem ekonomi Islam menyejahterakan, menghapus kemiskinan, menjamin terjadinya distribusi pendapatan, menciptakan lapangan kerja yang luas bagi kaum laki-laki dan melegalisasi hukum yang memihak seluruh rakyat (baik si kaya maupun si miskin) karena kedaulatan berada di tangan Asy Syari’ (Sang Pembuat Hukum) yaitu Allah SWT.

Dalam hal distribusi kekayaan, Islam telah mewajibkan sirkulasi kekayaan di antara semua anggota masyarakat, serta mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan tersebut hanya pada segelintir orang. Allah SWT berfirman:

كَىْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ

“… supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (Q.S. Al Hasyr:7)

Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Sistem Ekonomi Islam menjelaskan bahwa Islam membolehkan kepemilikan pribadi (private propherty), namun Islam menentukan bagaimana cara memilikinya. Islam juga telah memberi izin kepada individu untuk memenej harta yang menjadi hak miliknya namun Islam telah menentukan bagaimana cara memenejnya. Islam juga memperhatikan perbedaan kuat dan lemahnya akal serta fisik individu manusia, sehingga karena perbedaan tersebut, Islam selalu membantu individu yang lemah serta mencukupi kebutuhan orang yang membutuhkan.

Islam menegaskan kepada manusia bahwa di dalam harta orang-orang kaya itu terdapat hak bagi para fakir miskin. Islam telah menjadikan harta yang senantiasa dibutuhkan oleh jama’ah (community) sebagai hak milik umum (colective propherty) bagi seluruh kaum muslimin di mana tidak seorang pun boleh memilikinya atau mempertahankannya untuk kepentingan pribadi atau yang lain.

Islam telah menjadikan negara sebagai penanggung-jawab terhadap terpenuhinya kekayaan untuk rakyat baik berupa harta maupun jasa. Islam juga membolehkan negara untuk memiliki suatu kepemilikan khusus terhadap kekayaan tersebut.

Dengan demikian, dalam sistem pemerintahan  islam tidak akan menyerahkan pengelolaan SDA kepada asing, sehingga hasilnya mampu memberikan layanan publik yang berkualitas. Pemerintahan dalam konsep islam tidak akan pernah melaksanakan program zalim seperti pemberdayaan ekonomi, larangan nikah dini, kontrasepsi mantap tubektomi-vasektomi, dan sejenisnya.

Selain itu, pemerintahan dengan konsep islam juga akan mandiri menentukan corak kurikulum pendidikan. Pemerintah membekali orang tua untuk mendidik generasi menjadi generasi emas, bukan generasi lemah apalagi sampah. Pemerintah juga akan menghapus tuntas pornografi, prostitusi, produksi miras, peredaran narkoba, serta menjadi pelindung dari serangan pemikiran dan budaya asing yang merusak tatanan keluarga.

Pemerintah pun akan menerapkan sistem informasi dan komunikasi publik yang penuh nuansa edukatif dan menjaga ketakwaan seluruh keluarga. Dengan sistem Islam, setiap keluarga Indonesia akan meraih kebahagiaan dan kesejahteraan hakiki.

Dalam sistem pemerintahan islam, sinergisitas antara keluarga, masyarakat, dan negara, berlangsung sangat baik. Para orang tua peduli pada pendidikan anak-anaknya, membawa mereka menyantri kepada para ulama dan ilmuwan. Masyarakat akan menjalankan amar ma’ruf nahi munkar sehingga lingkungan menjadi kondusif sebagai tempat tumbuh kembang anak-anak.

Negara juga akan memberikan berbagai fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis dan berkualitas, memberikan perlindungan dan keamanan yang menyeluruh kepada rakyatnya. Maka, kesejahteraan bagi setiap keluarga adalah hal yang niscaya.

Oleh sebab itu, memperjuangkan sistem pemerintahan islam menjadi suatu kewajiban demi memenuhi seruan Allah dan dengannya akan terwujud kemuliaan, kesejahteraan, serta kemajuan yang dicita-citakan.

Firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabilan Rasul menyeru kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” (QS Al-Anfal: 24).
Wallahu a’lam.[]

_____

Referensi:
[1]. bkkbn.go.id
[2]. detik.com
[3]. timesindonesia.co.id
[4]. kemlu.go.id
[5]. muslimahnews.com
[6]. ugm.ac.id
[7]. japantimes.co.jp
[8]. bkkbn.go.id
[9]. bloomberg.com
[10]. cnbcindonesia.com
[11]. populationconnection.org
[12]. infid.org
[13]. bbc.com

Comment