![]() |
Helvy Tiana Rosa |
dari hasil karyanya. Pada tahun 1992 ia menulis sebuah cerpen yang
berjudul “Ketika Mas Gagah Pergi,” yang diterbitkan pada tahun 1993 di
sebuah majalah. Lalu, di tahun 1997, ia menerbitkan novel dengan judul
yang sama.
Tahun ini, cerita “Ketika Mas Gagah Pergi” ini sudah
berusia 23 tahun dan sudah dibaca oleh lebih dari 3 juta orang. Saking
banyak pecinta cerita dari cerita ini, novel karya Helvy ini telah 45
kali di terbitkan dan menjadi best seller. Karena kecintaan para
penggemar akan cerita dari novel ini, novel yang kini diangkat menjadi
film layar lebar ini, biaya produksi filmnya dibiayai oleh para
penggemar.
“Awalnya saya bikin cerpen 1992 dimuat di majalah
1993, terbit jadi novel tahun 1997. Orang-orang yang baca buku ini sudah
pada dewasa dan sudah punya anak. Sampai sekarang buku ini masih
dicetak ulang, yang mempromokan kami dari para pembaca,” ucap Helvy saat
ditemui dalam launching film Ketika Mas Gagah Pergi di Plaza Senayan
Jumat 15 Januari 2016.
Ia pun pergi ke 120 kota menceritakan
bagaimana keinginannya untuk membuat film dari novelnya tersebut. Helvy
mengaku tidak mempunyai modal untuk membuat film, hingga akhirnya banyak
bantuan yang datang untuk mewujudkan keinginannya tersebut.
“Ini merupakan film pertama Indonesia yang dibiayai oleh pembacanya. Banyak yang ingin ceritanya dibuatkan film,
saya
nggak punya uang, tapi saya nggak minta duit ke orang, tapi hebatnya
ada tukang sampah mengejar-ngejar saya, kasih saya uang 50 ribu untuk
buat film katanya, ada juga yang sumbang 100 juta,” ujar Produser
sekaligus Penulis novel tersebut.
“Terus saya pergi ke Nusa
Tenggara Barat, ada pembaca yang bercerita kepada saya, bahwa mereka
berhasil mengubah hidup mereka karena membaca novel saya. Makanya saya
harus buat filmnya,” tambah Helvy.
Akhirnya pada tahun 2004
naskah untuk film “Ketika Mas Gagah Pergi” ini pun dibuat, namun karena
kendala satu dan lain hal barulah 2016 di launching-kan film tersebut.
Helvy pun bertekad, jika film ini sukses ia akan menyumbangkan
keuntungannya untuk kepentingan sosial.
“Bikin film itu bukan
semata-mata untuk mencari untung, tapi juga untuk kegiatan sosial;
membantu sesama. Kalau sukses filmnya, untungnya banyak, nggak ada
salahnya kalau untuk disumbang,” ucapnya.
Helvy menuturkan
bahwa ia ingin menyumbangkan 50% keuntungan dari produksi filmnya untuk
membangun pendidikan di Indonesia Timur dan Palestina melalui Aksi Cepat
Tanggap (ACT).
“Bila tercapai target satu juta penonton, 50%
keuntungannya akan disumbangkan untuk dana kemanusiaan. 1 Milyar untuk
pendidikan di Indonesia Timur dan 1 Milyar untuk saudara-saudara kita di
Palestina,” terang Helvy.
Helvy berharap penonton dan pembaca
novelnya, khususnya anak muda, dapat belajar banyak dari cerita yang ia
tulis ini. Karena film ini merupakan kisah yang mencerikan kehidupan
kakak beradik yang dikemas dalam bingkai Islami yang ringan seperti
novelnya, jadi akan lebih mudah untuk dipahami dan menyentuh bagi kaum
muda.[vem]
Comment