Oleh : Sumiyah Umi Hanifah, Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Ketika kebijakan pemimpin negara dianggap lebih pro kepada oligarki, maka rakyat akan mencari keadilan dengan caranya sendiri. Demikian pula dengan fakta dan peristiwa yang terjadi di negeri ini. Rakyat bersama Mahasiswa sudah tidak tahan lagi, menyaksikan “kezaliman” penguasa yang dipertontonkan dengan terang-terangan. Sehingga mereka sepakat turun ke jalanan, menggelar aksi unjuk rasa untuk mengkritisi kebijakan penguasa agar pelayanan kepada rakyat berjalan sebagaimana seharusnya.
Inilah yang melatarbelakangi terjadinya unjuk rasa besar-besaran oleh Aliansi Mahasiswa dari berbagai Universitas di Indonesia bersama masyarakat, pada 11 April 2022 yang lalu. Mereka mendatangi Gedung MPR, DPR RI, para Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) seluruh Indonesia, berorasi dan menuntut tanggung jawab dari Pemerintahan Jokowi.
Menurut Ketua BEM SI, Kaharuddin, peserta aksi mengajukan enam tuntutan. Di antaranya adalah menuntut Presiden Jokowi agar bersikap tegas dan memberikan pernyataan sikap, terkait penundaan pemilu 2024 atau masa jabatan presiden tiga periode. Sebab, wacana tersebut jelas-jelas melanggar konstitusi.
Selain itu mereka juga mendesak pihak pemerintah untuk menunda dan mengkaji ulang Undang-Undang Ibu kota Negara (IKN), termasuk pasal-pasal bermasalah, dan dampak yang ditimbulkan dari aspek lingkungan, hukum, sosial ekologi, dan kebencanaan.
Poin lainnya adalah mendesak Presiden Jokowi untuk menstabilkan harga-harga dan ketersediaan bahan pokok di masyarakat. Serta, menuntut agar Presiden bersedia mengusut tuntas mafia minyak goreng dan mengevaluasi kinerja para menteri yang terkait. (nasional.okezone.com, Minggu, 10/4/2022).
Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut merupakan buntut dari rangkaian aksi serupa, yang digelar di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai bentuk representasi dari kekecewaan rakyat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi selama ini. Di Tasikmalaya, unjuk rasa mahasiswa dilakukan pada hari Jum’at, tanggal 8 April 2022.
Para demonstran menilai pemerintah tidak mampu alias gagal dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada di negeri ini. Mereka pun beramai-ramai menyuarakan aspirasinya di Depan Gedung DPRD kota Tasikmalaya. Massa yang berkumpul, mengaku sangat kecewa terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Pasalnya, di tengah tekanan ekonomi rakyat yang semakin sulit, pemerintah justru malah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Mereka menilai kebijakan penguasa banyak yang menyengsarakan rakyat. (republika.co.id, Jum’at, 8/4/2022).
Koordinator aksi dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Robi Samsul Ma’arif, menilai pemerintah tidak memiliki konsep dalam mengatasi berbagai problematika yang dihadapi negara. Banyak kebijakan yang sia-sia, bahkan hanya melahirkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat.
Anehnya, seolah lupa dengan rapor merah yang diperolehnya, Pemerintahan Jokowi justru seolah ingin memimpin negeri ini lebih lama lagi. Sehingga, pihak pemerintah mencanangkan kepemimpinan tiga periode.
Tak elak lagi, masyarakat semakin gerah dengan sikap pemerintah yang dinilai tidak peka terhadap kesulitan rakyat. Padahal, mahasiswa bersama rakyat telah lama mengendus aroma oligarki di tubuh pemerintahan kita saat ini. Pemerintah begitu berhasrat ingin melanggengkan kekuasaan. Tentu karena banyaknya kepentingan-kepentingan asing yang menunggangi. Tidak bisa ditutup-tutupi, oligarki diakui sangat membahayakan keselamatan negeri.
Semangat para mahasiswa saat “berjuang” demi menuntut perubahan tersebut, patut diacungi jempol. Namun, sangat disayangkan, ketika tuntutan para demonstran masih hanya sebatas pada mengkritisi kebijakan penguasa saja. Mereka tidak mau mencari tahu akar permasalahan yang terjadi di negeri ini. Mengapa kebijakan yang keluarkan penguasa selalu menguntungkan oligarki?
Tidakkah para mahasiswa ini memahami bahwa sistem demokrasi-kapitalisme yang diterapkan di negeri ini merupakan biang keladi dari tumbuh suburnya praktik-praktik oligarki?
Dengan uang, para oligarki mampu mengatur dan mengendalikan kekuasaan negara semaunya. Meskipun di negeri ini, masih punya presiden, menteri-menteri, serta banyak pejabat negara lainnya, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Lagi-lagi, karena kuasa oligarki di negeri ini demikian “sakti”.
Hal ini terjadi disebabkan karena sistem demokrasi berasaskan empat pilar utama. Yakni, kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku, kebebasan beragama, serta kebebasan dalam hal kepemilikan. Dalam sistem Demokrasi-Kapitalisme tolak ukur kebahagiaan individu dan masyarakatnya hanya dari banyaknya harta. Sehingga mereka berlomba-lomba untuk meraihnya, tanpa memperhatikan aspek syara (agama).
Jelas bahwa hal ini sangat berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, yang mengukur segala sesuatu berdasarkan keridhaan Allah SWT. Keberadaan harta bagi pemiliknya hanya sebagai sarana untuk mendapatkan ridha Allah SWT.
Dalam beraktivitas seorang Muslim harus selalu terikat dengan hukum syara. Sebab, apabila seorang muslim melanggar hukum tersebut, maka ia dikategorikan sebagai orang yang berdosa, dan layak menerima hukuman dari Allah SWT. Baik hukuman yang diperoleh di dunia atau hukuman yang diterima di akhirat.
Sistem Pemerintahan Islam (khilafah) adalah aturan (hukum) yang merupakan warisan dari Rasulullah Saw, yang layak diterapkan kembali di muka bumi. Sebab, hukum yang bersumber dari kitabullah ini diturunkan oleh Allah Swt, melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw, untuk diterapkan di muka bumi.
Firman Allah Swt,
“Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan dosa mereka. Sungguh kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (T.QS. Al-Maidah [5] ayat 49).
Al-Quran menjelaskan bahwa wajib hukumnya menerapkan sistem (hukum) yang berasal dari Allah SWT.
Sebab, sistem yang selama ini digunakan adalah sistem batil yang berasal dari buah pikir manusia. Sementara kita tahu bahwa manusia itu sendiri bersifat lemah dan terbatas.
Sistem demokrasi-kapitalisme terbukti hanya menguntungkan para penguasa di bawah intervensi asing. Siapa lagi kalau bukan para oligarki politik, pemilik modal besar. Dipastikan dalam mengambil kebijakan, para penguasa mengutamakan kepentingan oligarki daripada kepentingan rakyat. Mengapa demikian? Sebab, para penguasa dapat duduk di kursi kekuasaannya juga atas dukungan dan campur tangan oligarki. Hubungan mereka tidak ubahnya seperti hubungan “simbiosis mutualisme”, yang saling menguntungkan satu sama lain. Namun tentu saja sangat merugikan negara dan rakyat.
Jadi, dalam upaya meraih perubahan menuju masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman dan sentosa, maka seluruh elemen masyarakat, termasuk para mahasiswa harus bersedia mengambil Islam sebagai solusinya. Dengan kata lain, kritik dan tuntutan terhadap pemerintah, tidak hanya sebatas pada ganti presiden atau ganti kebijakan saja, namun harus mempertimbangkan mencarikan alternatif sistem yang lebih baik.
Dengan sistem pemerintahan Islam, negara akan hidup dalam keberkahan, baldatun toyibatun warabbun ghafur. Sehingga para pemimpin negara dipastikan akan bertanggung-jawab dan amanah terhadap kepemimpinannya. Sebab baik pemimpin negara maupun rakyatnya senantiasa terikat dengan hukum syara.Wallahu a’lam bishawab.[]
Comment