Lailla Rahmadani: Pedagang Pasar, Antara Lapar  Dan Tertular

Opini519 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Bagai buah simalakama, dihadapkan pada dua pilihan sulit, lapar atau tertular. Inilah dilema yang dihadapi para pedagang di pasar-pasar tradisional.

Pandemi yang telah melanda Indonesia selama berbulan-bulan tentu membawa dampak yang besar bagi sektor ekonomi. Pemerintah kemudian mulai menerapkan kebijakan “new normal”. Padahal pandemi belum berakhir. Tentu kebijakan tersebut membuat dilema banyak pihak, terutama pedagang di pasar.

Pasar sebagai tempat berputarnya roda perekonomian masyarakat, menjadi salah satu klaster penyebaran virus corona. Sebab perkumpulan besar manusia di pasar tidak bisa dihindari. Pasar banyak dikunjungi oleh masyarakat sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKPPI) mencatat sebanyak 529 pedagang positif corona (Covid-19) di Indonesia. Kemudian, di antara ratusan pedagang yang positif corona tersebut sebanyak 29 lainnya meninggal dunia.(Okezone.com, 13/6/2020)

Di Kota Jayapura sendiri, rapid tes yang dilakukan pada 523 pedagang di pasar youtefa pada senin (22/6/2020) kemarin, didapati sebanyak 73 orang reaktif Covid-19.(wartaplus.com,22/6/2020)

Dengan begitu besarnya potensi penyebaran corona di pasar tentu hal ini menyebabkan kekhawatiran bagi masyarakat yang terbiasa berbelanja di pasar tradisional. Sedangkan bagi para pedagang, tentu ini pilihan sulit.

Di satu sisi mereka harus tetap berdagang untuk menyambung hidupnya. Namun sangat mungkin mereka tertular virus corona.

Apalagi jika melihat fakta dilapangan, banyak para pedagang yang engan melakukan rapid test. Bahkan terang-terangan menolak kunjungan petugas kesehatan.

Di Kabupaten Bogor Jawa Barat misalnya, ratusan pedagang dan pengunjung menolak untuk dilakukan rapid test, penolakan hingga berujung pengusiran gugus tugas covid. Sempat diwarnai kericuhan antara petugas dan pedagang.

Hal ini terjadi karena cara yang dilakukan pemerintah kurang tepat dan tidak pesuasif terhadap masyarakat, bagaimana tidak kedatangan tim medis beserta ambulans dan alat – alat medis, membuat kekhawatiran tersendiri.(Kumparan.com,11/6/2020)

Penolakan pedagang pasar terhadap petugas kesehatan yang akan melakukan pemeriksaan di pasar, ditengarai disebabkan kurangnya edukasi yang diterima.

Para pedagang kurang memahami protokol kesehatan dan pentingnya melakukan physical distancing ketika berniaga. Padahal pasar menjadi tempat yang sangat rawan terjadinya penularan virus. Sebab menjadi tempat berkumpulnya manusia bertransaksi jual beli.

Seharusnya pemerintah mengambil langkah tepat dalam penanganan virus ini, agar masyarakat mengindahkan pentingnya kesehatan dan mematuhi aturan yang diberikan.

Harus dipahami bahwa interaksi di pasar bukan hanya melibatkan manusia namun juga barang yang diperjualbelikan dan uang. Sedangkan virus bisa berpindah tempat bukan hanya dengan perantaraan manusia, tapi juga melalui benda, seperti uang. Inilah yang meningkatkan risiko penyebaran virus di pasar.

Upaya pemerintah saat ini baru sebatas melakukan tes massal dan menerapkan protokol kesehatan. Tentu belumlah efektif untuk mencegah penyebaran corona di pasar.

Sebab tes semacam ini hanya efektif untuk mengetahui siapa yang sakit dan yang sehat. Sementara itu bila pasar tetap beroperasi seperti biasa, alih-alih mencegah, virus justru semakin leluasa menemukan celah menginfeksi manusia.

Apalagi kalau kita melihat kondisi pasar tradisional, sangat sulit untuk diberlakukan protokol kesehatan. Butuh pengaturan ekstra keras untuk membenahi sarana prasarana yang ada agar protokol ini bisa dijalankan secara sempurna.

Sementara itu upaya pemerintah belum menyentuh hal ini. Ataupun bila sudah ada upaya ke arah sana, kuantitasnya belum mencukupi dan mencakup seluruh pasar yang ada di Indonesia.

Era new normal yang kita hadapi saat ini, sejatinya bukanlah kehidupan normal yang kita inginkan.

Berdampingan hidup dengan virus corona tentu bukan kehidupan yang menenangkan, malah justru mengkhawatirkan. Virus corona yang superkecil dan kasat mata yang sewaktu-waktu menyusup dalam tubuh dan mengancam jiwa.

Selain itu, perut lapar tak tak mungkin diganjal masker dan handsanitaizer. Terpaksa bekerja keluar rumah meski terancam akan tertular.

Jika kita tarik benang merah, sesungguhnya persoalan yang menjerat manusia adalah karena buruknya pengurusan hajat hidup orang banyak. Para penguasa yang mengurus rakyat dengan sistem kapitalisme membuat pertimbangan ekonomi menjadi prioritas untung rugi ekonomi menjadi tolak ukur dalam mengambil kebijakan.

Sedangkan rakyat hanya dijadikan budak penggerak roda perekonomian. Kebutuhan pokok dan keselamatannya diabaikan. Tenaganya diperas demi keuntungan sekelompok pengusaha kaya berlimpah harta yang berlindung dibalik regulasi penguasa.

Berbeda dengan kapitalisme yang mengabaikan keselamatan dan nyawa manusia. Dalam Islam nyawa manusia sangatlah berharga dan harus dijaga. Maka menyelamatkan nyawa akan menjadi hal utama.

Ketika terjadi wabah penyakit maka yang menjadi dasar dalam kebijakan yang diambil oleh penguasa adalah keselamatan nyawa manusia. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah ketika terjadi wabah penyakit di suatu daerah :

“jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu maka janganlah kalian keluaruntuk lari darinya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits diatas, jelas jika ada wabah penyakit yang melanda negeri kita. Maka isolas/karantina harus dilakukan.

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah agar wabah penyakit tidak semakin meluas. Inilah yang harusnya sedari awal dilakukan pemerintah, bukannya malah membuat kebijakan yang inkonsisten yang justru membuat wabah semakin massif penyebarannya.

Negara juga wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya selama karantina.sehingga orang yang sakit tidak perlu keluar rumah untuk mencari nafkah. Sehingga penyebaran wabah bisa dihentikan.

Pemisahan orang yang sehat dengan orang yang sakit dengan dilakukan tes yang secara massif, akurat dan luas. Orang yang sakit dipisahkan dan ditangani lebih lanjut.

Dirawat dengan biaya yang ditangung oleh Negara. Sedangkan yang sehat tetap dapat beraktivitas normal untuk menjalankan roda ekonomi. Perekonomian pun tetap bisa stabil sebab wilayah yang tidak terkena wabah ikut menopang.

Pasar-pasar pun tetap bisa dibuka tanpa perlu lagi khawatir akan tertular wabah penyakit. Edukasi diberikan dengan jelas dan menyeluruh agar rakyat mematuhi peraturan demi keselamatan bersama. Rakyatpun akan taat karena ketaqwaaan dan ketaatanya pada pemimpin.

Demikianlah Islam dengan seperangkat aturannya yang sempurna. Sistem yang datang dari Sang Pencipta alam semesta, yang memahami bagaimana seharusnya manusia diatur dalam kehidupannya di dunia. Islam mampu menyelesaikan berbagai persoalan manusia dengan tuntas dan memuaskan.

Dengan penerapan Islam secara total, manusia akan hidup aman dan sejahtera yang sesungguhnya. Wallahu a’lam bisshawab []

Comment