Legalisasi Aborsi, Mampukah Jadi Solusi bagi Korban Pemerkosaan?

Opini128 Views

 

Penulis: Sarah Mulyani | Guru Mengaji

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Menjelang akhir masa jabatannya, pada tanggal 25 Juli 2024 Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Pada PP tersebut, pemerintah membolehkan praktik aborsi oleh tenaga kesehatan terhadap korban pemerkosaan atau korban kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan. (news.detik.com)

Legalisasi aborsi yang dianggap sebagai solusi bagi korban pemerkosaan sejatinya hanya akan menambah beban bagi korban, selain menanggung beban malu dan trauma, ia harus menanggung dosa akibat menggugurkan kandungannya, karena pada dasarnya tindakan aborsi merupakan hal yang dilarang oleh syariat, haram hukumnya. Apalagi tindakan aborsi tetap berisiko sekali pun dilegalkan.

Lagi pula, banyaknya kasus pemerkosaan yang mayoritas korbannya perempuan adalah bukti bahwa pemerintah hari ini tidak mampu memberikan jaminan keamanan bagi perempuan.

Oleh karena itu, hal yang sangat dibutuhkan untuk menuntaskan persoalan ini adalah Negara wajib melakukan upaya-upaya pencegahan dan jaminan keamanan bagi seluruh warga negara, khususnya perempuan.

Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw., tepatnya saat seorang penjual perhiasan kalangan Yahudi Bani Qainuqa mengaitkan ujung pakaian seorang muslimah yang sedang berbelanja, sehingga saat ia berdiri, tersingkaplah auratnya, lalu hal itu diiringi gelak tawa orang-orang Yahudi di sekitarnya hingga muslimah tersebut berteriak.

Kemudian seorang sahabat menolongnya dan membunuh pelakunya, tapi kemudian orang-orang Yahudi pun mengeroyok dan dan membunuh sahabat tersebut.

Saat kabar tersebut sampai kepada Rasulullah, beliau mengumpulkan tentaranya dan mengepung Bani Qainuqa selama 15 hari hingga akhirnya mereka menyerah karena ketakutan.

Begitulah keseriusan Rasulullah sebagai Kepala Negara saat itu dalam menjamin keamanan warga negaranya, ketegasan hukum Islam yang diterapkan mampu memberikan efek jera sehingga tidak ada lagi yang berani melecehkan perempuan.

Selain diterapkannya sanksi tegas, Islam melalui sistem pendidikannya bertujuan membentuk kepribadian Islam pada setiap individu. Sehingga setiap individu akan memahami batasan-batasan hukum syarak dalam pergaulan.

Mereka memahami bahwa pada dasarnya kehidupan pria dengan wanita adalah terpisah, kecuali ada sebab-sebab yang diperbolehkan hukum syarak untuk mereka saling berinteraksi.

Bersama dengan pemahaman setiap individu dan penerapan aturan pergaulan ini, maka akan mampu mencegah tindak kriminal pelecehan seksual dan perilaku pergaulan bebas lainnya.

Apabila upaya-upaya pencegahan telah dilakukan oleh negara, tapi masih saja terdapat pelaku kejahatan pelecehan seksual, maka Islam dengan tegas menghukum pelaku pelecehan tersebut, sementara korban pemerkosaan tidak dihukum sama sekali, justru penguasa dan masyarakat berkewajiban melindungi identitasnya agar tidak menjadi aib bagi korban.

Dalam Islam, terdapat dua jenis tindak pemerkosaan. Pertama, pemerkosaan tanpa ancaman dengan senjata dikategorikan sebagai zina pada pelakunya. Sanksinya adalah mendapatkan had, yaitu hukuman yang telah Allah tetapkan langsung bagi pelaku zina. Jika pelaku belum menikah (ghairo muhsan) maka dihukum 100 kali cambuk dan diasingkan satu tahun. Jika pelaku telah menikah (muhsan) maka dihukum rajam sampai mati. Hal ini telah tercantum dalam QS. An-Nur ayat 2:

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”

Adapun yang kedua, pemerkosaan dengan ancaman senjata dikategorikan sebagai perampok. Maka pelakunya mendapat sanksi had berupa dibunuh atau disalib, dipotong kaki dan tangannya secara silang, atau dibuang. Hal ini telah tercantum dalam QS. Al-Maidah ayat 33:

“Sesungguhnya hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.”

Legalisasi aborsi sama sekali bukan solusi bagi korban pemerkosaan, karena hanya menyentuh permukaan dan cenderung melahirkan persoalan-persoalan baru.

Agar solusi bisa sampai ke akarnya, terwujud sinergi antara sistem pendidikan, sistem pergaulan, dan sistem peradilan, dibutuhkan sebuah sistem sebagai aturan kehidupan yang paripurna bukan sekularisme yang menafikan syariat Islam. Wallahu ’alam. []

Comment