Mahalnya Biaya Transportasi,  Jeritan Pemudik

Opini736 Views

 

 

Oleh: Ina Agustiani, S.Pd, Praktisi Pendidikan

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Bencana wabah covid telah memisahkan jarak antar, menahan kerinduan karena tak bisa pulang, hari raya yang hambar tanpa berkumpul dengan keluarga besar. Namun ada titik terang, selepas diberlakukaknnya kelonggaran untuk mudik, setelah dua tahun oleh pemerintah, antusias warga untuk melepas rindu di kampung halaman tak terbendung.

Euforia pemudik membludak, tapi tak bisa membuat bahagia, karena beberapa waktu lalu harga transportasi umum dan pribadi kembali mengalami kenaikan.
Hampir 79 juta pemudik untuk tahun ini, didominasi dengan kendaraan umum laut, udara, darat, tak sedikit juga yang menggunakan angkutan pribadi.

Kementrian Perhubungan mencatat penuhnya berbagai pelabuhan, bandara, kereta api mengalami puncaknya dari H-7 sampai H lebaran. Dengan jumlah penumpang angkutan penyeberangan masih yang tertinggi dengan 1.766.802, angkutan jalan bus sebanyak 1.056.602 penumpang, kereta api dengan 851.430 penumpang, kendaraan pribadi apalagi tertinggi di Jabotabek tinggi dengan 179.083 kendaraan. Naik hampir 34 persen dibanding tahun lalu.

Naiknya Tiket dan BBM

Tentu kita semua menyadari, permasalahan transportasi yang melanda negeri belum bisa teratasi, apalagi jika menghadapi hari raya, ada sebuah “kado”yaitu naiknya harga tiket transportasi dan BBM.

Sekalipun Kemenhub menyisir harga semisal untuk tiket pesawat mengenai Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB) untuk kelas ekonomi, belum ada pelanggaran aturan batas ini. Tetapi skema menaikkan harga 70-100 persen ini sudah dinaikkan terlebih dahulu, agar saat hari raya tak ada penurunan lagi.

Pemudik bus pun terkena imbas, menurut penuturan pemudik bernama Yanti, 32, untuk rute Jakarta-Purwodadi, Jawa Tengah sebesar Rp260 ribu untuk kelas ekonomi, harga bus eksekutif dari Rp 200 ribu menjadi Rp350 ribu.

Pemerintah berujar, naiknya harga karena penyesuaian dengan fasilitas yang diberikan, diantaranya trayek kendaraan yang melewati tol Trans Jawa menjadi lebih cepat dalam waktu tempuh, lebih cepat 2 jam dari sebelumnya.

Begitu pun juga dengan tol lain yang mengalami kenaikan. Maraknya pemudik dengan kendaraan pribadi menambah kemacetan mengular, sekalipun harga BBM naik. Dan banyaknya penyedia transportasi umum swasta yang mendominasi tentunya berbasis profit kenyamanan, keamanan dibanding yang disediakan oleh negara dibawah BUMN. Jadi perbaikan infrastruktur akan berbarengan dengan naiknya harga tiket, dan itu dibebankan pada rakyat.

Namun begitu angka kecelakaan tetaplah tinggi, tercatat ada 2.945 kecelakaan lalin selama arus lebaran yang dilaporkan oleh Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Potensi kemacetan juga terjadi sehingga harus diberlakukan sistem one way (satu arah) dan contraflow (lawan arus).

Kewajiban Negara Menjamin Transportasi

Dalam sistem kapitalis yang semua berbasis keuntungan, negara abai dengan hak rakyat yang satu ini, dalam penyediaan transfortasi. Semua dibebankan kepada rakyat, termasuk penyediaan inftrastruktur.

Dilansir dari MuslimahNews.com, Sekretari Jenderal Kemenhub Sugiharjo mengatakan sarana dan prasaran transportasi saat ini tidak didesain untuk menghadapi situasi mudik, pembangunannya membutuhkan dana yang sangat besar dan jika sudah tidak lebaran akan mubazir, yang bisa ditempuh hanya jalur optimasi saja.
Berbeda dengan Islam, karena ini termasuk kepada ranah fasilitas umum hak rakyat yang harus dipenuhi negara, maka segala macam pembiayaan dan kebutuhannya akan ditanggung oleh negara, bersumber dari pendapatan Sumber Daya Alam (SDA), dan hasilnya untuk fasilitas yang wajib dinikmati oleh semua.

Tidak hanya momen mudik saja, negara wajib memenuhi kebutuhan rakyat, segala macam sarana dan prasanan, ketersediaan fasilitas transportasi yang memadai, layak, nyaman dan berkualitas, murah dan mengutamakan keselamatan jiwa akan menjadi prioritas.

Tak hanya sarana transportasi, sarana penunjang pembangunan pun memadai dengan akses yang mudah dinikmati, masjid, sekolah, taman kota, rumah sakit, lahan pekerjaan yang tersebar di semua daerah, mota kecil maupun kota besar, sehingga tak ada lagi gelombang mudik tinggi, karena semua daerah menjanjikan penghidupan yang sama dan layak untuk dijadikan mata pencaharian bagi kepala keluarga.

Pemangku jabatan benar-benar menjadikan kebutuhan rakyat menjadi pekerjaan utama amanahnya yang harus dipenuhi, suasana keimanan dan ketakwaan begitu kuat.

Negara menutup celah eksploitasi oleh swasta yang kepentingannya hanya bisa dinikmati segelintir orang, seperti sekarang atas nama investasi, sehingga mudik menjadi beban tersendiri di tengah kerinduan silaturahim bersama keluarga. Teringat akan Sabda Rasul, “Al-Imâm râ’in wa huwa mas’ûl[un] ‘an ra’iyyatihi (imam/khalifah/kepala negara adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas pengurusan rakyatnya).” (HR Bukhari)
Wallahu a’lam bisshawwab.[]

Comment