Mengaktivasi Peran Gen Z untuk Perubahan

Opini108 Views

 

 

Penulis: Radayu Irawan, S. Pt | Aktivis Muslimah Padang Lawas

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Indonesia diperkirakan akan mengalami bonus demografi antara tahun 2030 dan 2040. Pada periode ini, jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibandingkan usia tidak produktif (anak-anak dan lanjut usia).

Hal ini sangat membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi jika diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan keterampilan tenaga kerja.

Rentang waktu yang tidak lama lagi semestinya harus sangat dimanfaatkan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi bangsa.

Sayangnya, realitas yang terjadi hingga tahun 2024 membuat kita pesimis dengan masa depan generasi bangsa yang saat ini tengah dipegang oleh kalangan gen Z. Penyebabnya adalah berbagai kasus yang membuktikan bahwa lemahnya mereka hingga di stigmatisasi generasi sandwich, semangka ataupun strawberry yang hanya terlihat indah dipermukaan namun nyatanya lembek.

Misalnya dalam waktu satu bulan ke belakang seperti ditulis CNN Indonesia (10/10/24), tercatat tiga mahasiswa mengakhiri nyawanya dengan lompat dari atas gedung. Meski motif satu sama lain berbeda dan belum diketahui pasti, namun fenomena ini mengisyaratkan kerentanan mahasiswa yang notabene merupakan generasi Z terhadap kesehatan mental.

Demikian pula dengan angka pengangguran di kalangan Gen Z di Indonesia. Terkait hal ini, laman radar Jogya (23/10/24) menulis bahwa pengangguran telah mencapai titik kritis yaitu sebanyak 9,9 juta orang. Faktor utama penyebab tingginya angka pengangguran karena ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki Gen Z dengan kebutuhan lapangan kerja, seperti keterampilan digital, teknologi informasi dan keterampilan berpikir kritis. Padahal uang kuliah sudah dibayar mahal. Mirisnya, mereka menjadi korban komersialisasi pendidikan.

Belum lagi persoalan internal Gen Z yang terjebak dengan gaya hidup yang rusak seperti kecanduan game online, judi Online, FOMO (Fear Of Missing Out) yakni perasan takut tertinggal sesuatu yang baru seperti berita ataupun trend.

Mengikuti trend healing ke tempat-tempat baru, wisata kuliner kemana-mana padahal ekonomi sulit, membeli barang-barang branded padahal tidak dibutuhkan, ataupun gonta-ganti handphone dan lain sebagainya.

Hal inilah yang membuat gen Z kalangan ekonomi sulit terjerat dengan pinjol bahkan tak segan untuk melakukan tindak kriminal. Naudzubillah.

Ini menjadi bukti bahwa Gen Z dianggap tidak mumpuni. Padahal kompleksnya permasalahan tersebut adalah problem sistemik yang tidak berdiri sendiri. Lalu, bagaimana sebenarnya cara mengaktivasi gen Z agar menjadi generasi emas seperti yang didambakan umat?

Dampak Sistem Rusak

Problem sistemis generasi tidak boleh dibiarkan terus menerus terjadi. Kondisinya semakin lama semakin parah. Rusaknya kondisi mereka secara umum dikarenakan sistem demokrasi liberal dan kapitalisme yang bercokol di negeri ini. Sistem ini menafikan Allah sebagai pengatur kehidupan. Sehingga lahirlah generasi dan aturan-aturan yang sesuai dengan hawa nafsu manusia.

Misalnya dalam sistem pendidikan yang diterapkan saat ini masih menggunakan metodologi pendidikan sekuler barat. Orientasi pendidikan hanya sebatas mendapatkan nilai dan gelar. Pelajar dituntut untuk mendapatkan nilai tinggi dan pekerjaan yang bonafit tanpa mempertimbangkan akhlak mulia atau mempergunakan ilmu hanya untuk dunia dan sebatas mendapatkan pekerjaan.

Realitas generasi semakin buruk saat mereka dikendalikan oleh kurikulum merdeka. Di satu sisi mereka harus membayar biaya pendidikan yang mahal, di sisi lain terjebak dengan kurikulum liberal.

Keberkahan menuntut ilmu semakin terkikis karena hanya difokuskan pada hasil bukan pada jejak kebaikan yang telah digoreskan. Hal ini tampak pada tak ada lagi istilah tinggal kelas dan harus bisa lulus padahal siswa belum mampu untuk naik kelas. Dampaknya tak sedikit siswa SMA tak mampu untuk hanya sekedar membaca.

Belum lagi, pengaruh konten-konten liberal yang dijadikan panutan –  menyebabkan generasi mengaplikasikan apa yang mereka tonton di dalam kehidupan nyata. Seperti perundungan di sekolah, perilaku seks menyimpang dan tindak kriminal. Bahkan ada pula yang dilakukan oleh anak bau kencur.

Ditambah lagi dengan hilangnya peran ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ibu dipaksa untuk menjadi tulang punggung karena faktor ekonomi. Kalaupun ibu tidak bekerja, ibu tak memiliki visi misi yang benar-benar untuk mencetak generasi bertaqwa. Ibu hanya mencukupkan diri untuk membesarkan anak bukan akal dan jiwanya. Karena tak pernah ada sekolah ataupun kesadaran yang dibentuk oleh negara agar perempuan bisa benar-benar menjalankan perannya sebagai al umm al madrasatul ula (Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya).

Lain lagi persoalan internal antara ibu dan ayah atau broken home. Perkelahian dalam rumah tangga yang tak jarang membuat rusak mental generasi. Akhirnya anak tak merasa nyaman untuk tinggal di rumah. Mereka lebih memilih hidup bersama teman-teman atau mencari kesenangan dengan mengkonsumsi obat penenang.

Inilah yang dinamakan kerusakan sistemis, dari sisi pendidikan rusak, perekonomian rusak, tatanan keluarga rusak bahkan tatanan sosial pun rusak.

Mengaktivasi Peran Gen Z untuk Perubahan

Kita harus mengakui dan menyadari bahwa kehebatan luar biasa Gen Z saat ini betul-betul dibajak oleh demokrasi liberal dan kapitalisme. Maka solusi tuntasnya adalah harus mencabut akar sistem yang rusak tersebut dan menggantinya dengan sistem yang benar yakni Islam. Islam yang berasal dari sang pencipta manusia tentu lebih mengetahui apa yang terbaik untuk seluruh umat manusia.

Generasi muda adalah kunci kebangkitan. Potensi ini harus diaktivasi agar bisa membawa umat kepada perubahan. Proses panjang untuk mengganti sistem rusak kepada sistem Ilahi tak bisa diisi oleh generasi lemah melainkan harus generasi tangguh.

Untuk itu, Islam akan memberikan mereka arah dan tujuan yang jelas. Dengan Islam, generasi muda akan dipatri melalui proses pembinaan akidah Islam, aktivitas dakwah menuju tegaknya Islam, serta gerakan dakwah yang memperjuangkan cita-cita untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan meneladan metode dakwah Rasulullah (saw.).

Konsep ini sangat penting untuk mengarahkan produktivitas dan identitas generasi sebagaimana Rasulullah saw. membina para pemuda dan sahabat di Makkah untuk mempersiapkan mereka menjadi bibit-bibit unggul menuju tegaknya Islam yang pertama di Madinah sebagai institusi yang menerapkan Islam kaffah (sempurna) sesuai dengan Qs. Al Baqarah ayat 208:

“Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam IsIam secara kaffah dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syetan, sungguh syetan adalah musuh yang nyata bagimu.”

Pada saat permulaan dakwah, Nabi saw. mengajak orang-orang yang telah siap menerima Islam tanpa melihat usia, kedudukan, jenis kelamin, dan asal usulnya. Beliau mengajak semua umat manusia dan menuntut kesiapan mereka untuk menerima Islam.

Rasulullah saw. Senantiasa dengan Ikhlas membina mereka, kemudian menghimpun mereka dalam sebuah kutlah (kelompok) dan bersama-sama mengemban dakwah. Kutlah ini terdiri dari kaum laki-laki dan perempuan yang kebanyakan mereka dari kalangan pemuda. Mereka mengimani Rasul saw., menaatinya, dan ikut berdakwah bersama beliau.

Ketika proses hijrah ke Madinah, para tokoh muda Madinah juga menjadi garda terdepan menyambut dakwah Rasulullah saw. hingga mereka siap menyerahkan kekuasaan kepada beliau untuk tegaknya Daulah Islam di sana. Hijrah merupakan momentum yang ditandai dengan proses peralihan dari tahapan dakwah dari tahap pembinaan dan interaksi ke tahap penerapan hukum-hukum Islam secara kaffah di tengah masyarakat.

Negara tersebut menjadi pusat pembangunan masyarakat yang berdiri di atas fondasi yang sangat kuat sehingga mampu menjadi pusat persiapan kekuatan untuk melindungi rakyat, negara dan menyebar luaskan dakwah ke seluruh dunia.

Sebagaimana seluruh rangkaian aktivitas dakwah Rasulullah saw. tersebut, hal inilah yang harus diciplak total ataupun diikuti Gen Z untuk memahami tujuan dan visi misi hidup hakiki yang berlandaskan akidah Islam. Kemudian menapaki jalan kebangkitan dan perubahan pemikiran, termasuk konsekuensi amar ma’ruf nahi mungkar sebagai sebuah kewajiban (fardu ain).

Selanjutnya, mereka harus bergabung dengan sebuah jemaah dakwah yang meneladan metode dakwah Rasulullah saw. serta mencita-citakan tegaknya kembali kehidupan Islam sebagaimana tegaknya Islam di Madinah.

Jemaah dakwah itulah yang berperan untuk membina serta mengaktivasi peran Gen Z dan membina mereka dengan tsaqafah Islam. Proses pembinaan ini berjalan intensif dan tidak instan sehingga benar-benar akan menghasilkan para Gen Z yang siap mengemban dakwah Islam layaknya ketangguhan para sahabat Rasul dalam berdakwah.

Terbentuknya kepribadian Islam (penyatuan pola pikir dan pola sikap) serta kematangan tsaqafah yang diperoleh akan menjadi bekal untuk Gen Z. Sehingga mereka siap untuk malakukan perubahan, mengemban dakwah Islam kaffah dan ikut berjuang menegakkan kembali Islam sebagaimana yang pernah diimplementasikan di Madinah. Wallahu alam bisshawab.[]

Comment