Penulis: Nur Ainun, ST | Alumni Universitas Hasanudin, Makassar
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kasus penemuan mesin uang palsu di salah satu kampus negeri di Makassar menambah deret tindak pidana selain pelecehan seksual dan narkoba di lingkungan universitas. Kasus uang palsu di UIN Alauddin Makassar mulai diusut sejak awal Desember 2024 di mana pelaku pertama kali ditangkap di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa.
“Lokasi awalnya di Pallangga, yaitu Rp500 ribu. Kita temukan transaksi dengan menggunakan uang palsu Rp500 ribu,” ungkap Kapolres Gowa AKBP Rheonald T Simanjuntak kepada wartawan di Polres Gowa, seperti ditulis detik.com, Senin (16/12/2024).
Setelah temuan tersebut, polisi kemudian melakukan penggerebekan di dalam kampus UIN Alauddin dan ditemukan uang palsu senilai Rp446,7 juta di salah satu gedung kampus tersebut.
Sebanyak 17 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sembilan diantaranya sudah ditahan. Salah satu pelaku diduga merupakan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Andi Ibrahim. Pihak kampus pun telah membenarkan Andi Ibrahim termasuk orang yang ditangkap polisi terkait sindikat uang palsu ini.
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Yudhiawan Wibisono mengatakan, dari 17 orang yang telah ditetapkan, tujuh diantaranya memproduksi uang itu untuk kebutuhan pesta demokrasi di daerah.
Kejadian beruntun yang menimpa lingkungan akademik khususnya di beberapa kampus negeri di Makassar tidak bisa dianggap sebagai kejadian yang biasa saja. Ada penurunan kualitas dan degradasi moral yang menyebabkan munculnya oknum yang merusak dan mencoreng nama baik kampus sebagai institusi pendidikan tertinggi.
Kampus atau universitas memiliki konsep Tri Dharma perguruan tinggi yang sifatnya integral dan seharusnya memainkan peran tidak hanya melahirkan karakter kaum intelektual yang berintegritas namun juga dalam
hal sosial kontrol. Sedihnya, berbagai kasus penyimpangan justru dilakukan oleh oknum sivitas akademika itu sendiri.
Fenomena degradasi moral sebenarnya menyoroti peran pendidikan sebagai benteng pertama dalam hal membangun karakter. Meskipun kurikulum sendiri telah menekankan aspek moral, pendekatan ini tidak memberikan pengaruh yang maksimal terhadap perilaku manusia.
Pelecehan seksual, narkoba, dan peredaran uang palsu yang dimulai dari institusi pendidikan menjadi tanda tanya besar, apakah institusi pendidikan mampu menghasilkan karakter yang memiliki integritas dan menjadi agen perubahan dalam masyarakat?
Kasus diatas adalah bom waktu yang tampak dipermukaan, masih banyak kasus-kasus kecil yang tidak terliput oleh media yang merusak institusi pendidikan itu sendiri.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran atau degradasi moral di kalangan akademisi.
Pertama, penerapan sistem pendidikan sekuler. Sistem pendidikan sekuler yang dipoles seolah-olah memberikan banyak perubahan kepada masyarakat, nyatanya menyisakan banyak kecacatan dalam perilaku.
Bila kita mau mengkritisi model pendidikan saat ini, sebagian besar berkiblat pada peradaban Barat dan mengadopsi sistem dan semboyan-semboyan yang digaungkan berisi kebebasan, baik itu kebebasan berperilaku, berekspresi, dan kebebasan memiliki.
Standar integritas yang mereka atur dalam sebuah kurikulum tidak akan bisa terterapkan dengan baik ketika mereka berusaha memisahkan kehidupan dari agama, termasuk dalam pendidikan. Karena agama itu sendiri yang akan menjadi pondasi dalam berperilaku.
Mereka lupa bahwa peran mereka sebagai agen perubahan yang harus memiliki pola pikir yang baik bukan malah terhipnotis oleh kebebasan berperilaku dan keuntungan materi semata. Institusi-institusi pendidikan diarahkan hanya untuk pencapaian reputasi dan materi, akibatnya berbagai cara dilakukan untuk memenuhi standar hidup materialis tersebut.
Kedua, bergesernya paradigma sivitas akademika tentu tidak lepas dari perkembangan zaman, teknologi dan digitalisasi. Hal ini menyebabkan kemunduran berfikir dan berperilaku karena akar atau pondasi beragama tadi telah dicabut dan digantikan oleh paradigma sekuler.
Pengaruh buruk yang tidak dapat difilterasi dalam sistem sekuler mengakibatkan cara pandang individu pun berubah. Nilai intergitas menurun sementara degradasi moral menggerogoti individu.
Meskipun tidak banyak, tetapi oknum ini cukup memberikan dampak negatif bagi orang sekitar terutama dalam hal diakuinya sebuah institusi pendidikan sebagai lembaga yang memiliki kredibilitas dalam mencetak generasi.
Perubahan arah pendidikan hanya dapat diwujudkan bila sistem pendidikan sekuler yang selama ini diterapkan ditransformasi menjadi sistem pendidikan yang lebih baik.
Berbicara tentang sistem, ketika kita memandang Islam tidak hanya sekedar agama yang dikaitkan dengan aspek rohani, maka kita akan meyakini Islam sebagai suatu sistem yang kompleks dan mencakup segala aspek kehidupan. Di dalamnya sudah ada seperangkat peraturan hidup yang mencakup sistem ekonomi, pendidikan, sosial, politik luar negeri bahkan pemerintahan.
Dalam hal pendidikan, Islam memaknai sebagai sebuah proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba, melakukan berbagai aktivitas hanya dalam rangka ketaatan kepada Sang Pencipta semata yang diwujudkan dalam hukum syara’, memahami sesuatu dengan rasional dan sesuai dengan kaidah (pedoman) yang bersifat amaliah (praktis), yakni hendaknya perbuatan berdasarkan suatu pemikiran dan tujuan tertentu.
Sistem pendidikan Islam memiliki visi yang jelas, yakni mencetak generasi dengan pola pikir yang sesuai dengan fitrah manusia dan kurikulum yang tentunya berlandaskan aqidah Islam. Secara umum, ada dua tujuan pokok sistem pendidikan Islam.
Pertama, Sistem Pendidikan Islam akan melahirkan karakter yang kokoh dan memiliki aqliyah yang kuat, menjaga ketakwaan komunal sehingga oknum yang melakukan penyimpangan dapat diminimalisir. Hal ini tentu harus mendapat dukungan dari berbagai aspek, utamanya negara. Negaralah yang memfasilitasi dan menjaga tsaqofah Islam serta mengawasi masuknya pengaruh tsaqofah asing.
Kedua, sistem Pendidikan Islam bertujuan melahirkan ulama-ulama yang memiliki kapasitas keilmuwan dalam hukum syara’ tanpa memisahkan keunggulan dalam bidang sains dan teknologi. Bila kita kembali ke sejarah, perguruan-perguruan tinggi seperti yang terdapat di Cordova, Baghdad, Damaskus, Iskandariah dan Kairo, memiliki pengaruh yang amat besar dalam menentukan arah pendidikan di dunia.
Dari sanalah lahir ilmuwan dan cendikiawan yang memiliki kontribusi di bidang ilmu pengetahuan yang terjaga aqidah dan ilmunya. Peradaban memang menentukan kualitas pendidikan suatu negara. Bila peradaban itu baik, maka baik pula seluruh aspeknya, namun bila peradaban itu rusak, maka rusak semualah sisi kehidupannya.
Dengan mengembalikan sistem Islam, integritas institusi pendidikan dapat terjaga dan tidak hanya melahirkan generasi Indonesia emas tapi juga mendatangkan keberkahan dari Sang Pemilik Alam Semesta.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al ‘Araf : 96). Wallahu ‘alam bishowab.[]
Comment