Memaknai Hakikat Toleransi dalam Hubungan Nataru

Opini121 Views

 

Penulis: Khaeriyah Nasruddin | Mahasiswi Pascasarjana UIN Alauddin, Makassar

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA —  Menjelang Nataru, Desember menjadi bulan sibuk. Hiruk-pikuk perayaan umat beragama tak lepas dari sorotan. Banyak pihak, tanpa ilmu mengajak masyarakat untuk “bertoleransi” yang justru kbablasan.

Mereka mengajak masyarakat untuk senantiasa menjaga keharmonisan antarumat beragama dengan memelihara hubungan baik, mengingatkan pentingnya saling mendukung dan menghormati dalam hal merayakan hari besar keagamaan masing-masing.

Sayangnya, seruan dan sikap yang diimbau ini malah mengaburkan identitas diri sebagai seorang muslim. Dengan dalih toleransi umat muslim harus menyeburkan diri dalam aktivitas kegiatan-kegiatan perayaan agama lain yang tanpa sadar merusak aqidah umat  dan bertentangan dengan syariat islam.

Muslim yang turut serta dalam perayaan natal, seperti memberi ucapan selamat natal, memakai atribut natal, atau membantu mereka dalam persiapan perayaan akan disebut sebagai islam toleran, sebaliknya bila tidak memberikan ucapan selamat natal dilabeli intoleran.

Aktivitas akhir tahun perlu juga diwaspadai karena seringkali menjadi ujian keimanan bagi umat islam. Tak jarang atas nama menyambut tahun baru umat islam tidak sungkan melakukan aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan islam, seperti pesta seks, cambur baur antara perempuan dan laki-laki, atau narkoba, ikut perayaan natal, dst.

Hakikat Toleransi

Terkait toleransi yang sering dilontarkan saat ini, Islam sendiri memiliki definisi yang jelas. Dalam Islam toleransi bukan bermakna mencampuradukkan islam dengan ritual agama lain dan mengikuti kegiatan ataupun membantu mereka dalam menyelenggarakan aktivitas agama. Hal ini sebagaimana yang Allah katakan dalam QS. Al-Kafirun: 1-6:

“Katakanlah, ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku.”

Di ayat lain, QS. Al-Baqarah : 42, yang artinya:

“Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembuyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya.”

Toleransi sama sekali bukanlah aktivitas melibatkan diri dalam kegiatan keagamaan mereka, tapi dengan memberikan mereka kebebasan menjalankan peribadatannya tanpa ikut berpartisipasi.

Toleransi juga tidak memaksa mereka meyakini dan memeluk islam. Inilah toleransi yang dicontohkan oleh Rasulullah. Interaksi umat muslim dan umat beragama lain tetap dibolehkan termasuk ketika melakukan muamalah, pengajaran, sewa-menyewa, dst.

Saat ini kehidupan antar umat beragama seringkali mengalami gesekan, bahkan begitu rentan terjadi sesama muslim yang dengan mudah melabeli saudaranya intoleran. Hal ini diabaikan mereka tidak memehami arti toleran yang sebenarnya. Lucunya, ketika saudaranya sesama muslim berpegang teguh pada nilai-nilai islam justru dilabeli sebagai ekstrimis.

Oleh karena itu, umat membutuhkan adanya pengingat agar mereka tidak terjerumus dalam penyesatan akidah. Dalam hal ini negara punya peran besar menjaga akidah umat. Ketika negara lalai maka rusaklah keadaan umat.

Faktanya, dalam sistem sekuler saat ini negara tidak ingin menyibukkan diri dalam penjagaan itu dan menyerahkan urusan ini kepada individu agar masing-masing menjalankan nilai-nilai agama.

Hal ini sangat berbeda dalam islam. Negara hadir dan berperan aktif dalam upaya menjaga akidah umat agar senantiasa berada dalam koridor syariat. Pemimpin dan pejabat negara pun turut andil memberikan nasihat takwa kepada umat terlebih saat berada dalam momen tertentu yang memiliki potensi membahayakan akidah umat, seperti halnya nataru saat ini.

Tidak hanya itu kehadiran Departemen Penerangan yang disiapkan oleh negara bertugas memberikan penjelasan kepada umat tentang bagaimana seharusnya islam menyikapi hari-hari besar agama lain.

Hal ini diperkuat juga dengan adanya Qadi Hisbah, sebagai orang yang memberi penjelasan di lokasi-lokasi di mana umat berinteraksi langsung dengan praktik keagamaan lain. Tujuannya agar tidak membiarkan umat gagap dan asal ikut tanpa mengetahui hukum islam.

Demikianlah islam dengan kekuatan negara yang di dalamnya diterapkan aturan islam secara sempurna menjalankan fungsinya agar umat senantiasa berada dalam ketaatan pada syariat.

Keberadaan negara yang menerapkan sistem islam ini tidak hanya menjaga umat islam tapi juga tetap memberikan perlindungan kepada non muslim (ahlu dzimmah yaitu warga negara yang tinggal dalam wilayah islam).

Sebagaimana fakta sejarah yang ditunjukkan oleh khalifah Umar yang memberikan jaminan keamanan kepada penduduk Illia atas diri, harta, salib dan gereja-gereja mereka. Begitu juga yang dilakukan oleh Gubernur Mesir Amr bin Al Ash kepada penduduk Qitbthi (Kristen Koptik) di Mesir yang memberikan jaminan keamanan kepada mereka.

Inilah hakikat tolenrasi dalam islam. Toleransi seperti ini tidak akan dicapai ketika hanya dijalankan oleh individu dan masyarakat, tapi perlu dijalankan juga oleh negara.

Ketika ketiganya bersinergi maka praktik toleransi yang harmonis dan saling menghargai akan terwujud.
wallahu a’lam bishawab.[]

Comment