Pasca Reformasi, MPR Lucuti Kekuasaannya Sendiri

Berita487 Views
Ahmad Basarah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Fraksi PDI Perjuangan MPR RI bekerjasama dengan Pengurus
Pusat Persatuan Alumni (PP PA) GMNI menyelenggarakan Sarasehan Nasional
Refleksi Penyelenggaraan Sistem Ketatanegaraan Indonesia di Jakarta,
Selasa (22/12).
 
Dalam sambutan, Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR, Ahmad Basarah,
mengatakan serasehan diselenggarakan sebagai tugas konstitusional untuk
mengevaluasi sistem tata negara sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945,
sejak era reformasi, dan satu tahun setelah Presiden Joko Widodo
berkuasa. 


“Dalam masa-masa itu terjadi banyak dinamika,” kata Basarah yang juga Ketua PA GMNI.


Dia mengatakan, sejak UUD Tahun 1945 disahkan pada tanggal 18 Agustus
1945 menjadi konstitusi selanjutnya bangsa ini mengalami pergantian
konstitusi pada saat UUD RIS dan UUD Sementara Tahun 1950. Badan
Konstituante yang diberi amanah untuk membuat konstitusi tidak mampu
menjalankan tugasnya sehingga Presiden Soekarno menyatakan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.


Dalam masa pemerintahannya, Soekarno menjalan program pembangunan
yang terencana dalam road map Semesta. Selanjutnya dalam masa Presiden
Soeharto program pembangunan dilakukan lewat GBHN. Namun Ahmad Basarah
menyayangkan program pembangunan yang dilakukan pada masa Orde Baru
lebih menitikberatkan pada aspek pembangunan material sehingga faktor
nation building terlupakan.


“Akibat lupa membangun nation building maka bisa dilihat dalam era
reformasi. Pada tahun 1999 hingga 2002, MPR melucuti kekuasaannya
sendiri seperti sepakat untuk tak membuat GBHN,” ujarnya.  


Akibatnya menurut Ahmad Basarah, Presiden dalam era reformasi membuat
visi dan misi sendiri. Visi pembangunan yang sebelumnya penuh dengan
nilai-nilai gotong royong berubah dengan nilai-nilai yang penuh
individualistis. 


“Tanpa perencanaan pembangunan GBHN, bangsa ini tak punya pijakan dan tanpa arah,” tegasnya.


Diakui dalam era pemerintahan Jokowi sebenarnya dilakukan pembangunan
dengan fondasi revolusi mental. Revolusi mental itu seperti koalisi
kekuasaan tanpa syarat.  Meski pemerintah mencanangkan pembangunan
revolusi mental yang dimulai dari kerjasama tanpa syarat namun kerjasama
tanpa syarat itu telah menghasilkan kabinet saling kepret.


Ahmad Basarah berharap dengan kegiatan ini mendapat masukan untuk
menyempurnakan sistem ketatanegaraan. “‎Kelihatannya pemerintahan telah
kehilangan arah. Ada juga kelompok yang mengatakan UUD hasil perubahan
tidak dapat menjangkau kebutuhan, maka dibutuhkan amandemen kelima,”
tandasnya.


Ahmad Basarah menginginkan agar MPR diberi wewenang untuk menetapkan
GBHN sehingga Presiden mempunyai pijakan dalam melakukan pembangunan.
(Ansim/bb)

Comment