Pasrah Atau Berjuang Agar Kondisi Berubah?

Opini467 Views

 

Oleh: Yuli Juharini, Pegiat Literasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tak terasa, 77 tahun sudah – negeri tercinta yang kaya dengan sumber daya alam menghirup udara kemerdekaan. Namun, apakah dalam kurun waktu tersebut rakyat Indonesia sudah sejahtera? Kekayaaan alam yang melimpah, baik di darat, laut, maupun perut bumi sudahkah dinikmati oleh seluruh elemen masyarakat?

Ternyata, semua itu hanyalah fatamorgana. Tampak indah di permukaan namun di dalamnya tersimpan begitu banyak persoalan yang tiada ujungnya. Kekayaan yang melimpah ruah, nyatanya tidak bisa dinikmati oleh semua elemen masyarakat. Bahkan negeri yang terkenal gemah ripah loh jinawi ini menghadapi banyak sekali persoalan. Mulai dari kesehatan, pendidikan, bahkan kebutuhan sandang, pangan dan papan rakyatnya.

Seperti diungkap oleh Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB University, Drajad Murtianto, bahwa 50% penduduk Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi (hidden hunger), yang disebabkan kekurangan zat gizi mikro berupa zat besi, yodium, asam folat, seng, vitamin A dan zat gizi mikro lainnya.

Disebut kelaparan tersembunyi karena seringkali tanda-tandanya tidak tampak, tapi sesungguhnya dampaknya sangat besar. Zat gizi mikro terbukti sebagai unsur gizi penting untuk peningkatan produktivitas kerja, kecerdasan dan imunitas. Sehingga ketika seorang anak mengalami kekurangan zat tersebut dalam jangka panjang, akan berakibat fatal (mediaindonesia.com, 18/9/2022).

Di laman yang sama, Drajat juga mengatakan bahwa kualitas konsumsi pangan kita belum baik. Penelitian menunjukkan satu dari dua penduduk Indonesia tidak mampu membeli pangan hewani, buah, dan sayuran yang mengandung zat gizi mikro.

Tidak hanya masalah pangan, masalah kesehatan pun jadi persoalan pelik yang tidak ada solusinya. Seperti yang terjadi di Lebak, Banten, di mana ditemukan kasus kematian enam warga Baduy secara misterius. Ternyata, setelah petugas kesehatan masuk ke wilayah Baduy selama tiga hari, barulah terungkap bahwa kematian enam orang Baduy itu akibat penyakit tuberkulosis (TB).

Kepala Dinas kesehatan Propinsi Banten, dr. Ati Pramudji Hastuti, membenarkan hal itu. Bahkan, di Baduy ditemukan pula beberapa penyakit yang menjangkiti warganya seperti, malaria, campak rubela, bahkan stunting. (kompas.com, 15/9/2022)

Mengetahui fakta yang terjadi tentu kita merasa prihatin mengingat Indonesia adalah negeri subur dan kaya. Tetapi ternyata masih banyak rakyatnya yang kekurangan makanan, dan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan secara layak. Padahal, makanan dan kesehatan adalah kebutuhan dasar masyarakat.

Belum lagi masalah yang menyangkut keadilan. Adil menjadi sesuatu yang langka dalam sistem yang diterapkan hari ini. Ketimpangan begitu nyata terlihat.

Bayangkan saja, seorang nenek mencuri setandan pisang demi mengganjal perutnya yang lapar dihukum tanpa keringanan. Sementara para koruptor yang merugikan negara miliaran mendapat keringanan hukuman dari negara. Ditambah lagi para eks koruptor itu bisa mencalonkan diri menjadi wakil rakyat dan duduk di pemerintahan. Adilkah itu?

Itulah yang terjadi pada sebuah negara yang menerapkan sistem demokrasi sekuler liberal. Padahal secara teori demokrasi itu tampak baik karena memiliki motto dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi kenyataannya tidaklah demikian, melainkan dari korporasi, oleh korporasi dan untuk korporasi, yang tergabung dalam oligarki. Hasil dari semua kekayaan alam yang melimpah hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.

Suara rakyat yang menjerit karena lapar, akibat kebutuhan pokok yang makin mahal, tak dihiraukan. Suara rakyat hanya dibutuhkan menjelang pemilu, setelah itu usai maka suara rakyat tak lagi didengar.

Berbeda halnya dengan negara yang diatur berdasarkan syariat Islam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”.

Merujuk pada hadis tersebut, maka ketiganya wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dipergunakan untuk kemaslahatan umat. Tidak boleh diserahkan pada individu maupun swasta. Karena, bila diurus oleh individu maupun swasta, maka yang dipentingkan hanyalah keuntungan semata tanpa memikirkan kemaslahatan rakyat.

Jadi, tugas negara dalam Islam di samping menerapkan hukum Islam berdasar Al-Qur’an, juga meriayah rakyatnya. Itu berarti, semua kebijakan negara dalam Islam adalah untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Tidak peduli miskin ataupun kaya, Muslim maupun nonmuslim. Selama berada di bawah naungan negara Islam, maka berhak mendapat perlakuan yang sama. Itulah bedanya sistem buatan manusia dengan sistem yang diturunkan Allah Swt.

Sistem buatan manusia dapat diubah sesuai dengan kebutuhan tanpa memikirkan apakah rakyat sejahtera atau tidak. Sementara sistem buatan Allah Swt. akan selalu tetap karena yang dipentingkan adalah kesejahteraan rakyatnya. Sumber hukum bersandar kepada Al-Qur’an dan hadis.

Jadi siapa pun pemimpinnya, baik sekarang maupun esok, selama masih menggunakan sistem yang salah, maka kesejahteraan rakyat masih sebatas mimpi. Rakyat makin sengsara di tengah himpitan ekonomi yang tak kunjung usai. Wallahu a’lam bishawwab.[]

Comment