Penghapusan Honorer, Nasib Guru Hingga Pendidikan Terancam Gagal

Opini426 Views

 

Oleh : Sri Rahmayani, S. Kom, Aktivis Pemerhati Sosial dan Anggota AMK 4

_______

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Profesi guru salah satu profesi mulia yang diemban oleh seseorang, karena wujud ikut sertanya dalam mencerdaskan generasi. Dalam sistem pendidikan di Indonesia terbagi dalam hal guru status pegawai negeri sipil dan pegawai honorer. Perbedaan keduanya tentulah jelas, dalam status dan penggajian.

Sejauh ini sudah beberapa gelombang dalam penerimaan guru honorer meskipun penggajian di bawah UMR yang tidak sinkron dengan kinerja mereka yang nyaris full time. Namun kini justru akan dihapuskan status honorer dengan alasan menghemat pengeluaran Negara. Apakah alasan itu mampu menjadi jawaban yang bisa diterima?

Ambigu Kebijakan Honorer

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan, kebijakan penghapusan pekerja honorer bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebab, selama ini tenaga honorer direkrut dengan sistem yang tidak jelas, sehingga mereka kerap mendapat gaji di bawah upah minimum regional (UMR).

Hal ini tertuang dalam surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Surat ini diteken pada 31 Mei 2022. Tjahjo menerangkan, penghapusan pegawai non-ASN atau honorer ini merupakan amanat UU No. 5/2014 tentang ASN. Penghapusan ini juga mengacu pada Pasal 96 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (Repoblika 06/06/22).

Alasan lain tersebut yang diutarakan dalam penghapusan tenaga honorer ini adalah demi untuk kesejahteraan mereka, karena selama ini penggajian honorer sejatinya mendapat gaji di bawah UMR.

Seperti buah simalakama untuk menanggapai alasan satu ini, bukankah yang pertama kali memberikan kebijakan adanya honorer adalah pemerintah namun dicabut dengan alasan tidak mampu mebberikan kesejahteraan pada mereka.

Kebijakan pemerintah ini hanya berfokus menyelesaikan masalah penumpukan jumlah guru honorer agar tdk memberatkan tanggungan keuangan pemerintah pusat. Jelas itu menjadi jawaban konkrit kebijakan ambigu ini.
Nasib Guru hingga Pendidikan Gagal
Pembiaran kebijakan ini meskipun wacananya 2023, sudah sangat berimbas untuk beberapa daerah. Salah satunya di Kabupaten Bora.

Dalam surat tertulis para pejabat pembina kepegawaian (PPK) menghapus jenis kepegawaian selain pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di lingkungan instansi masing-masing. Selain itu diminta tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN.

Adanya kebijakan tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora berusaha mencarikan solusi. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Blora, Heru Eko Wiyono seperti dikutip kompas.com, (7/6/2032) mengatakan pihaknya telah melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan organisasi perangkat daerah (OPD) Non-ASN 5.061 orang.

Jika ini sudah menjadi suatu wacana perombakan tetuntunya kan mengguncang dunia pendiidkan, Padahal bila dipraktikkan kebijakan ini akan berdampak ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan, menimbulkan masalah sosial ekonomi dan bahkan berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah.

Kebijakan ini mengindikasikan lepas tangannya pemerintah pusat terhadap kebutuhan sekolah terhadap guru dan kebutuhan akan kesejahteraan guru. Ini juga mencerminkan rendahnya perhatian terhadap nilai pada sektor Pendidikan bagi pembangunan SDM.

Nasib guru yang terntunya sebagian besar akan menjadi pengangguran serta tugas-tugas mereka tidak tergantikan dan tidak akan fokus pada perbaikan generasi. Menilik keikhlasan mereka dalam mengabdi dengan penggajian minum demi pendidikan anak didik lebih baik.

Sistem Pendidikan yang memuliakan Guru

Dalam Islam guru adalah sosok yang dikaruniai ilmu oleh Allah SWT yang dengan ilmunya itu dia menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan, memperoleh, serta menuju kebaikan di dunia maupun di akhirat. Selain itu guru tidak hanya bertugas mendidik muridnya agar cerdas secara akademik, tetapi juga guru mendidik muridnya agar cerdas secara spritual yakni memiliki kepribadian Islam.

Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam naungan Islam mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termaksu pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya.

Di riwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dar al- Wadl-iah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di Madimah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas; bila saat ini 1 gram emas Rp. 500 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar 31.875.000).

Sehingga selain mendapatkan gaji yang besar, mereka juga mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas mengajarnya.

Hal ini tentu akan membuat guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.

Kepemimpinan Islam dalam mencetak guru berkualitas tanpa ketergantungan pada asing yang justru merusak kemandirian bangsa telah tercatat dalam sejarah peradaban Islam. Wallahu a’alam bishawab.[]

Comment