Praktisi Perpajakan: Aroma Transaksional Tampak Dalam Penyusunan RUU Tax Amnesty

Berita519 Views
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA).[Nicho]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – RUU Tax Amnesty masih berlangsung di parlemen. Pasalnya, sebentar
lagi RUU yang akan dibahas itu akan segera disahkan namun kondisinya
sejauh ini masih ada beberapa aturan atau pasal yang masih
diperdebatkan.

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo
berpandangan
bahwa aroma transaksional sangat sarat dan nampak dalam penyusunan RUU,
“namun yang paling utama pasca pengampunan ‘tax amnesty’ kita peroleh
apa ?,”celetuknya lagi menimpali usai hadir menjadi pembicara diskusi
publik “Menakar Implementasi Tax Amnesti di Indonesia” di Resto Bumbu
Desa, Jl. Cikini Raya No. 72, Jakarta Pusat. Jakarta, kamis (9/6).

Soalnya,
menurut Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA)
saat ini merupakan suatu kebijakan yang condong menimbulkan kecemburuan
sosial. Menurutnya, dikhawatirkan kebijakan tersebut malah akan membuat
seluruh masyarakat Indonesia menjadi malas untuk membayar pajak dan
malah mentransferkan uangnya keluar negeri supaya mereka tidak usah
membayar pajak dan diberikan pengampunan.

Namun,
menurut pandangan praktisi perpajakan Yustinus Prastowo menuturkan
bahwa prinsipnya Tax Amnesty dibuat selain sebagai instrumen untuk
mendongkrak sisi penerimaan pajak, juga diharapkan dapat memperluas
basis data perpajakan, mendorong repatriasi modal dan menambah jumlah
wajib pajak serta diharapkan dapat menambah kepatuhan Wajib
Pajak.Soalnya, penerimaan pajak dalam negeri saat ini masih sangat
dikuasai oleh dalam negeri. Sementara, pemerintah Indonesia belum pernah
memberikan pengampunan pajak di dalam negeri.

“Ditambah
lagi menurutnya struktur penerimaan pajak saat ini cenderung modern,
dimana kondisinya Indonesia hanya 25% saja yang terdaftar wajib pajak,
dan 30%-nya saja yang pelaporan pajak SPP dengan benar,”ujarnya lagi.

Justru
sinyalnya dimana belum nampak ada keseriusan maka supaya orang itu ada
pilihan dibuka transparan, mestinya ikut. Sedangkan, sebagian besar
sudah kemungkinan mau menghindar pajak.”Pengampunan tax amnesti ini
turunannya memiliki instrumen, seperti kepastian tarif, kepastian hukum,
Iklim usaha, serta birokrasi,”jelasnya.

“Apalagi
issue yang berkembang kalau di Indonesia sekitar 7000 jiwa penduduk per
1 orang melayani, hingga yang menjadi pertanyaan dan persoalan adalah
bagaimana bisa melayani dengan baik ?, selain itu juga melihat yang bisa
diminta pajak adalah orang yang bisa dipajaki,”imbuhnya.

Seperti
diketahui pada beberapa sektor yang sulit pemerintah belum mempunyai
data, siapa saja yang mendalami program yang ada terkait pengambilan
keputusan terkait tax amnesti itu, menurut Yustinus Prastowo
pandangannya,”yaitu pertama mungkin sehubungan Presiden yang memiliki
concern bermaksud membenahi pajak dan bagaimana melakukan reformasi
sehingga membutuhkan cara-cara yang luar biasa, terutama perlu
ekseminasi.”jelasnya.

Saran Yustinus kedepannya
agar Implementasi Tax Amnesty berjalan optimal perlu adanya kesiapan
administrasi dari instansi terkait.“Prinsipnya harus mesti segera
finalisasikan. Kegunaan Tax Amnesty itu tak hanya untuk menggenjot
setoran pajak saja, tapi juga bisa meningkatkan basis pajak, repatriasi
modal, dan jumlah Wajib Pajak serta kepatuhan Wajib Pajak juga,”ucapnya
lebih lanjut lagi.

“Direktorat Jenderal Pajak,
manajemen data dan informasi, sistem IT terintegrasi, serta koordinasi
dengan instansi penegak hukum lain seperti OJK, PPATK, Kejaksaan dan
Polri harus terintegrasi. Supaya bisa berjalan optimal dan apakah betul
akan ada penegakan hukum yang keras nantinya,” pungkasnya.[Nicholas]

Berita Terkait

Baca Juga

Comment