Praktek Bancakan BUMN Marak, Meneg BUMN Harus Pecat Dirut Telkom

Berita469 Views
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Berdasarkan menteri keuangan Sri Mulyani terkait BUMN yang jadi bancaan selama ini, ternyata menurut Arief Poyuono, Ketua Umum 
Federasi
Serikat Pekerja BUMN Bersatu menyatakan benar adanya. Soalnya
banyak cara yang dilakukan para pelaku bancaan di BUMN hingga sulit
dibuktikan dengan hukum tindak pidana korupsi.

Melalui keterangan pers, Jumat (2/9), Arief Poyuono, Ketua Umum Federasi
Serikat Pekerja BUMN Bersatu mengatakan, dalam kasus penjualan
salah satu anak perusahaan Telkom PT Simpatindo kepada PT Tiphone yang
baru berdiri tahun 2008, merupakan salah satu ara bancakan BUMN yang diduga dilakukan oleh Direksi BUMN Telkom dan anak
Perusahaan yang sangat halus dan sulit dijerat tindak pidana korupsi
oleh para penegak hukum.

Seperti
diketahui, PT Simpatindo yang bergerak di bidang penjualan voucher
isi ulang Telkomsel yang secara kinerja perusahaan memberi
kontribusi besar dalam menyumbangkan keuntungan bagi Telkom serta masuk
dalam kategori perusahaan yang sangat sehat.

“Namun
ada kejanggalan dalam proses penjualan Simpatindo pada Tiphone. Sebelum
membeli Simpatindo, terlebih dulu Tiphone menjual sahamnya sebanyak 25%
 pada anak perusahaan Telkom PT PINS dengan harga overvalued sebesar Rp saham. Padahal  saham Tiphone yang berkode TELE tersebut
sedang anjlok hingga kisaran mendekati Rp 600 / saham. Hingga hampir satu
tahun lebih saham Tiphone tak kunjung naik melebihi harga yang sama dengan harga Tiphone yang dibeli oleh PINS,” ungkap Arief Poyuono lebih lanjut.

Akan tetapi, ulas Arief,  PINS Indonesia mengambil
alih sebanyak 1,11 miliar (15 persen) saham Tiphone senilai Rp 876,7
miliar.”PINS Indonesia membeli saham Tiphone dari Boquete Group SA,
Interventures Capital Ltd, PT Sinarmas Asset Management, dan Top Dollar
Investment Ltd. Perjanjian jual-beli ditandatangani pada 11 September
2014.

“PINS membeli
10% saham Tiphone melalui penambahan modal tanpa hak memesan efek
terlebih dahulu (non-HMETD), sebanyak 638,05 juta saham baru atau setara
10% melalui aksi non-HMETD pada 18 September 2014. Harga pelaksanaan
non-preemptive rights tersebut sebesar Rp 812,2 per saham. Dengan
demikian, PINS harus mengeluarkan dana sebesar Rp 518,23 miliar untuk
menyerap saham baru Tiphone, hingga total  pembelian 25% Saham,”
tuturnya.

Bila ditinjau dari
sisi kapitalisasi pasar TELE per 20 Mei 2014, yang nominalnya
sebesar Rp 4,5 triliun, maka pembelian 10-25% saham TELE akan butuh
biaya Rp 450-900 miliar.”Nah, dengan nilai investasi tersebut
kemungkinan besar biaya akan dibiayai dengan kas. Soalnya, TLKM
sendiri telah memberikan anggaran belanja modal tahun 2014 seperti yang
dikutip dari Bisnis.com, yakni sebesar Rp 22,3 triliun,” paparnya lagi
mengemukakan dimana jika dihitung hitung PINS yang membeli saham Tiphone
 mengalami opportunity lost hingga kisaran 300 milyar akibat membeli
saham Tiphone.

Arief menambahkan,
ternyata pembelian saham Tiphone oleh PINS terbukti merugikan sebab
PINS ikut menanggung  beban pokok Perseroan meningkat dari Rp3,82
triliun menjadi Rp5,92 triliun.”Dan beban usaha mengalami peningkatan
dari Rp102,86 miliar menjadi Rp147,48 miliar, serta Beban keuangan
mengalami peningkatan dari Rp47,69 miliar menjadi Rp84,43 miliar,”
jelasnya.

Total aset Perseroan pada Q1 2016
mencapai Rp6,98 triliun, turun dari total aset tahun 2015 yaitu Rp7,13
triliun, dan total utang perseroan mengalami penurunan dari Rp4,31
triliun menjadi Rp4,06 triliun. Sementara untuk Telkom  dampak pembelian
saham Tiphone  terhadap keuangan TLKM tidak akan menghasilkan
 perubahan yang signifikan malah cenderung rugi besar 

Kemudian,
menurut pandangan Ketum FSP BUMN Bersatu, Arief Poyuono, “Kerugian
Telkom makin bertambah dengan dilepaskan PT Simpatindo yang merupakan anak perusahaan Telkom yang sehat dan kinerjanya sangat bagus pada
PT Tiphone hingga 99,5% kepemilikan saham dengan harga 500 miliar
sangat murah,  dibayarkan dengan hasil dana penjualan Saham
Tiphone kepada PINS,”cermatnya..

Ke depan, FSP BUMN Bersatu guna mendesak
agar Kejaksaan Agung yang sedang menyidik penjualan Simpatindo pada
Tiphone yang diindikasikan adanya praktek korupsi dan merugikan negara
‘tidak kempes’ di tengah jalan.

“Dimana ada
dugaan tindak pidana korupsi atas akusisi sebanyak 99,5% saham PT
Simpatindo Multi Media oleh PT Tiphone Mobil Indonesia Tbk dan telah
masuk tahap pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” tukasnya
lagi.

Inilah bentuk bancaan di Telkom yang
sangat tidak mungkin kalau Komisaris dan Direksi Telkom tidak ikut
terlibat dalam penjualan simpantindo pada Tiphone  dan pembelian saham
Tiphone oleh PINS. 
“Menteri BUMN sebaiknya segera mengelar RUPS Luar
biasa di Telkom dengan agenda untuk memberhentikan seluruh Direksi dan
Komisaris Telkom,” tandasnya.[Nicholas]

Comment