Prof. Hiras M. Tobing Kritisi Pansel Calon Penasehat KPK RI 2017-2021

Berita551 Views
Gedung Mahkamah Agung.[Gofur/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Penyelenggaraan seleksi calon penasihat KPK RI yang dilakukan pansel beberapa waktu lalu  dikritisi secara tajam oleh Hiras M. Tobing, yang juga salah seorang dewan pakar nasional PA GMNI.

Hiras dalam pernyataannya akan mem PTUN kan Pansel, baik bersama para institusi atau kaukus, yang dianggapnya telah menyalahi atas perundangan yang berlaku.

“Saya akan menggunakan lembaga PTUN untuk uji kebenaran atas apel (appeal) yang juga akan  ditujukan kepada kepala negara R.I.” Ujarnya saat wawancara dengan radarindonesianews.com, Senin (10/4).

Proses uji kebenaran materi tersebut, lanjut Hiras akan dilakukannya menunggu tenggang waktu 7-10 hari.

Upaya uji kebenaran materi di PTUN itu dilakukan, terkait dengan permohonan Peninjauan Kembali (PK) hasil keputusan pansel atas hasil seluruh proses penetapan calon penasehat KPK tersebut secara totalitas.

Secara psikologis, lanjut Hiras, dirinya akan mempertanyakan dan berharap agar proses rekrutmen dan seleksi calon penasihat  KPK itu sesuai kriteria orang, aturan dan perundangan yang ada serta dengan proses yang transparan serta terbuka bagi publik, dan ini patut untuk dipahami bersama.

Karenanya,  Prof.Hiras menilai bahwa jalanya proses penyelenggaran yang dilakukan oleh pansel itu terindikasi melanggar aturan main (s.o.p) dan tidak sepenuhnya memenuhi syarat keabsahan dari aspek kepentingan publik maupun  hukum.

Dari pendekatan nalar dan berbagai aspek ter-urai, maka Hiras Tobing mohon dan meminta agar sementara pansel dibekukan dan menunda hasil keputusannya. Jangan dilanjutkan menunggu dibawa ke proses hukum dan publik untuk diumumkan.

Menurut Hiras, apa yang dilakukan ini tidak lain,  kecuali hanya untuk membantu presiden yang juga sebagai kepala negara,  mengungkapkan kebenaran sejati bagi masyarakat pencinta trisakti dan revolusi mental yang sangat stratejik itu dan tidak ada duanya secara global.

“Sehingga secara teknis, maka untuk membantu presiden selaku kepala negara guna mengungkap kebenaran ini, adalah sebuah tindakan kebijakan yang sangat berarti dan kompeten yang kami akan ajukan ke PTUN.” tegas alumni Univ.Sydney Australia ’90 an itu.

Bila hal ini di diamkan saja, akan menjadi masalah dan preseden selektika ke depan. Oleh karena itu pihaknya akan lakukan proses PTUN, dengan mengajak beberapa orang yang beliau bilang peduli dengan keadilan dan kebenaran atas persoalan ini agar sesuai dengan jiwa, hakikat dan makna Revolusi Mental yang dikumandangkan oleh presiden Jokowi sebagai produk pikir dan nalar revolusi bangsa oleh Bung Karno dengan pidato 17.08.tahun ’57 an itu.

“Kalau perlu lebih meningkat boleh aja naik ke pengadilan tinggi dan tingkat MA dan bisa saja dibuat lebih intens dengan.metoda referendum intelektual revolusioner di tingkat kampus – kampus di Indonesia” demikian Hiras Tobing.

Dari tinjauan yurisprudensi, Hiras menunjukan poin-poin pelanggaran yang dilakukan pansel antara lain; UU No 30/2002 pasal 22 ayat 4 dan 5, dan searah dengan rujukan beberapa protes oleh lembaga lainnya yang peduli dan telah berkordinasi dengannya.

Sebagai lembaga antikorupsi, Hiras juga mempertanyakan dimana kandungan etika selama proses seleksi kok seperti ada pembiaran, tentu sangat terkait pada aspek integritas.

“Jika dihubungkan dengan peran KPK sebagai lembaga anti korupsi, di mana integritas KPK?. Apa yang bisa dipercaya dari lembaga anti korupsi ini jika memiliki produk penasihat yang sarat pelanggaran hukum dan etika.? Ujarnya.

Ditambahkan Hiras, bila dikaitkan dengan kompetensi dan kepakaran yang menjadi bagian penting dalam persoalan korupsi adalah kompetensi psikologi selain hukum, ekonomi dan IT. Ini sudah tepat dan benar. Tapi terkait dengan personil dan produk pansel apa sudah sinkron dan memenuhi kebutuhan itu? Ternyata tidak samasekali dan inilah juga yang menjadi pertanyaan besar.

“Maka itulah perlu optimalisasi posisi dan peran penasihat yang memahami bidang psikologi korupsi.” imbuh Prof. Dr.Hiras M. Tobing.[GF]

Comment