![]() |
Rachmawati Soekarnoputri.[Dok.radarindonesianews.com] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Djoko
Edhi Abdurrahman, wartawan senior, eks Anggota Komisi III DPR RI PAN, Wakil.
Sekjend Lembaga Bantuan Hukum Nahdatul Ulama terduduk lunglai, lemas
dan tak berdaya ketika seluruh argumennya soal dialektika kekuasaan
dihancurkan Rachmawati Soekarnoputri, beberapa bulan lalu di ruangan
Yayasan Bung Karno, 500 m dari Tugu Proklamasi.
Edhi Abdurrahman, wartawan senior, eks Anggota Komisi III DPR RI PAN, Wakil.
Sekjend Lembaga Bantuan Hukum Nahdatul Ulama terduduk lunglai, lemas
dan tak berdaya ketika seluruh argumennya soal dialektika kekuasaan
dihancurkan Rachmawati Soekarnoputri, beberapa bulan lalu di ruangan
Yayasan Bung Karno, 500 m dari Tugu Proklamasi.
![]() |
Penulis |
Pasalnya, dalam
pertemuan yang dihadiri 30an aktifis muda Islam, yang dibawa Bursah
Zarnubi, Djoko Edhi mengeluarkan teori bahwa pertarungan kekuasaan dan
power itu adalah sebuah dialektika antara kaum tertindas dengan penindas
atau yang dikuasai dan yang menguasai, atau kaum marhaen melawan kaum
kapitalis. Dan ujung ceritanya adalah sebuah kompromi politik yang tidak
terhindarkan.
Dengan sorot matanya yang tajam,
Rachmawati Soekarnoputri, mengatakan bahwa ajaran Soekarno itu adalah
pertarungan abadi antara kaum marhaen yang ditindas melawan kaum
kapitalis, penindas, sepanjang jaman. Tidak kompromi. Tidak mungkin ada
kompromi antara rakyat miskin yang historisnya “ditipu” orang orang
kaya, bangsa pribumi yang diperdaya non pribumi dan asing, antara massa
mayoritas miskin dengan segelintir kapitalis yang sewenang wenang mencuri atas
nama kebebasan, pasar bebas dan demokrasi. Tidak ada sebuah kompromi.
Rachmawati Soekarnoputri, mengatakan bahwa ajaran Soekarno itu adalah
pertarungan abadi antara kaum marhaen yang ditindas melawan kaum
kapitalis, penindas, sepanjang jaman. Tidak kompromi. Tidak mungkin ada
kompromi antara rakyat miskin yang historisnya “ditipu” orang orang
kaya, bangsa pribumi yang diperdaya non pribumi dan asing, antara massa
mayoritas miskin dengan segelintir kapitalis yang sewenang wenang mencuri atas
nama kebebasan, pasar bebas dan demokrasi. Tidak ada sebuah kompromi.
Djoko
Edhi tidak berani membantah. Karena memang teori yang diketengahkannya
tidak sesuai dengan teori yang dianut Rachmawati. Rachmawati, menurut
Djoko Edhi, benar benar keras dan ideologis seperti bapaknya, Bung
Karno.
Edhi tidak berani membantah. Karena memang teori yang diketengahkannya
tidak sesuai dengan teori yang dianut Rachmawati. Rachmawati, menurut
Djoko Edhi, benar benar keras dan ideologis seperti bapaknya, Bung
Karno.
Rachmawati adalah tokoh revolusioner.
Dalam bukunya yang baru “Revolusi Belum Selesai”, Rachma menunjukkan
konsistensinya selama hidupnya dalam politik yang keras dan terjal.
Konsistensi itu ditunjukkan dengan pikiran pikirannya, bahwa bangsa
Indonesia saat ini terjerat dalam persekongkolan jahat dari elit elit
politik demi memperkaya diri dan keluarga mereka saja. Yang kaya terus
menambah kekayaannya sampai tujuh generasi, sedang kaum marhaen, rakyat
miskin tetap terpinggirkan.
Dalam bukunya yang baru “Revolusi Belum Selesai”, Rachma menunjukkan
konsistensinya selama hidupnya dalam politik yang keras dan terjal.
Konsistensi itu ditunjukkan dengan pikiran pikirannya, bahwa bangsa
Indonesia saat ini terjerat dalam persekongkolan jahat dari elit elit
politik demi memperkaya diri dan keluarga mereka saja. Yang kaya terus
menambah kekayaannya sampai tujuh generasi, sedang kaum marhaen, rakyat
miskin tetap terpinggirkan.
Oleh karenanya,
Rachmawati tetap menggelorakan revolusi sosial sebagai jalan keluar.
Revolusi sosial itu adalah perubahan struktur sosial, yang menggariskan
keadilan ekonomi dan pemerataan sebagai acuan hidup berbangsa, bukan
membiarkan ekonomi dan politik dikuasai bandit bandit ber “make up”.
Termasuk kritiknya terhadap saudaran sendiri, Megawati, yang dianggapnya
menjadi pelindung kapitalis.
Rachmawati tetap menggelorakan revolusi sosial sebagai jalan keluar.
Revolusi sosial itu adalah perubahan struktur sosial, yang menggariskan
keadilan ekonomi dan pemerataan sebagai acuan hidup berbangsa, bukan
membiarkan ekonomi dan politik dikuasai bandit bandit ber “make up”.
Termasuk kritiknya terhadap saudaran sendiri, Megawati, yang dianggapnya
menjadi pelindung kapitalis.
Menurutnya, Megawati “Use Soekarno to Kill Soekarnoisme”. Atau pada tulisan yang lama “Use Soekarnoisme to Kill Soekarno”.
Garis Massa
Pemimpin
pemimpin besar revolusi, seperti Lenin, Mao Tse Tung, Khomeny, Bung
Karno dan lainnya selalu menekankan pentingnya merujuk gerakan pada
garis massa. Garis Massa adalah suatu aksi massa revolusioner yang
diasumsikan mempunyai kehendak yang harus diikuti para pemimpin. Bukan
sebaliknya.
pemimpin besar revolusi, seperti Lenin, Mao Tse Tung, Khomeny, Bung
Karno dan lainnya selalu menekankan pentingnya merujuk gerakan pada
garis massa. Garis Massa adalah suatu aksi massa revolusioner yang
diasumsikan mempunyai kehendak yang harus diikuti para pemimpin. Bukan
sebaliknya.
Para kritikus teori Garis Massa
mengatakan bahwa merujuk pada massa adalah akal akalan elit
(komunis/sosialis) saja yang memanipulasi keinginan elit tersebut pada
massa. Namun, sejarah menunjukkan bahwa suasana revolusioner dalam
berbagai revolusi di dunia selalu hampir meninggalkan pemimpinnya
terlempar dari putaran massa rakyat.
mengatakan bahwa merujuk pada massa adalah akal akalan elit
(komunis/sosialis) saja yang memanipulasi keinginan elit tersebut pada
massa. Namun, sejarah menunjukkan bahwa suasana revolusioner dalam
berbagai revolusi di dunia selalu hampir meninggalkan pemimpinnya
terlempar dari putaran massa rakyat.
Lihatlah
Lenin yang masih di Swiss ketika revolusi Bolsevik akan terjadi, Khomeny
yang masih di Paris ketika Revolusi Iran akan berlangsung, begitu juga
Bung Karno yang masih di Rengasdengklok ketika massa aksi sudah membara
di Jakarta pada bulan Agustus 1945.
Lenin yang masih di Swiss ketika revolusi Bolsevik akan terjadi, Khomeny
yang masih di Paris ketika Revolusi Iran akan berlangsung, begitu juga
Bung Karno yang masih di Rengasdengklok ketika massa aksi sudah membara
di Jakarta pada bulan Agustus 1945.
Dalam
konteks Garis Massa ini pun, Bachtiar Nasir, ulama yang mengorganisir
gerakan massa 4 Nopember ini, mengakui bahwa massa yang bergerak tidak
tergantung dengan Prabowo dan pimpinan Ormas Islam yang ditemui Jokowi.
Massa ini mempunyai sifat, karakter dan keinginannya sendiri.
konteks Garis Massa ini pun, Bachtiar Nasir, ulama yang mengorganisir
gerakan massa 4 Nopember ini, mengakui bahwa massa yang bergerak tidak
tergantung dengan Prabowo dan pimpinan Ormas Islam yang ditemui Jokowi.
Massa ini mempunyai sifat, karakter dan keinginannya sendiri.
Sesuai
dengan pidato Bung Karno, bahwa aksi massa yang dimaksud adalah aksi
massa revolusioner, bukan sekedar gerombolan massa ataupun massa
anarkis. Massa revolusioner menurut Bung Karno adalah massa yang
terorganisir dan mempunyai keinginan yang kokoh.
dengan pidato Bung Karno, bahwa aksi massa yang dimaksud adalah aksi
massa revolusioner, bukan sekedar gerombolan massa ataupun massa
anarkis. Massa revolusioner menurut Bung Karno adalah massa yang
terorganisir dan mempunyai keinginan yang kokoh.
Rachmawati, Garis Massa dan Riziq
Rachmawati
dan Riziq sudah bertemu beberapa hari yang lalu di markas Habib Riziq,
sebuah istana “miskin” di Petamburan. Mereka membicarakan kepedulian
mereka atas keinginan massa rakyat. Sebuah pergolakan besar yang saat
ini berlangsung.
dan Riziq sudah bertemu beberapa hari yang lalu di markas Habib Riziq,
sebuah istana “miskin” di Petamburan. Mereka membicarakan kepedulian
mereka atas keinginan massa rakyat. Sebuah pergolakan besar yang saat
ini berlangsung.
Apakah keinginan rakyat itu?
Dalam
perspektif Rachmawati, perlawanan terhadap Ahok ini adalah sebuah
perang simbolik. Menurutnya, Ahok adalah simbol kapitalis orang orang
non pribumi yang ingin mengusir kaum pribumi dari tanahnya sendiri.
perspektif Rachmawati, perlawanan terhadap Ahok ini adalah sebuah
perang simbolik. Menurutnya, Ahok adalah simbol kapitalis orang orang
non pribumi yang ingin mengusir kaum pribumi dari tanahnya sendiri.
Hal
ini diungkapkan Rachmawati sebagaimana dilansir media online rakyat
merdeka beberapa hari lalu. Menurutnya, Ahok hanya bekerja menista orang
miskin pribumi dan meneguhkan kekuasaan tanah di Jakarta untuk kaumnya
Ahok.
ini diungkapkan Rachmawati sebagaimana dilansir media online rakyat
merdeka beberapa hari lalu. Menurutnya, Ahok hanya bekerja menista orang
miskin pribumi dan meneguhkan kekuasaan tanah di Jakarta untuk kaumnya
Ahok.
Sedangkan Habib Riziq, melihat Ahok
sebagai simbol kafir yang ingin menyingkirkan ummat Islam mayoritas,
baik secara budaya, maupun ekonomi. Jika diresultantekan, sinergi habib
Riziq dan Rachmawati Sukarnoputri adalah konsolidasi kekuatan kaum
marhaen dan Islam dalam melawan penjajahan agama dan sekaligus ekonomi
bangsa Indonesia oleh non pribumi.
sebagai simbol kafir yang ingin menyingkirkan ummat Islam mayoritas,
baik secara budaya, maupun ekonomi. Jika diresultantekan, sinergi habib
Riziq dan Rachmawati Sukarnoputri adalah konsolidasi kekuatan kaum
marhaen dan Islam dalam melawan penjajahan agama dan sekaligus ekonomi
bangsa Indonesia oleh non pribumi.
Disinilah
letak perbedaan Habib Riziq dan Rachma di satu sisi versus Megawati,
Kapitalis dan rezim pembela Ahok, di sisi lainnya. Yang terakhir ini
melihat bahwa keberadaan Ahok adalah untuk membangun Jakarta seperti
Singapura. Sedangkan Riziq dan Rachma melihat “pembangunan ini untuk
siapa”? Apa untungnya jika menjadi Singapura tapi rakyat kota bukan
pribumi?
letak perbedaan Habib Riziq dan Rachma di satu sisi versus Megawati,
Kapitalis dan rezim pembela Ahok, di sisi lainnya. Yang terakhir ini
melihat bahwa keberadaan Ahok adalah untuk membangun Jakarta seperti
Singapura. Sedangkan Riziq dan Rachma melihat “pembangunan ini untuk
siapa”? Apa untungnya jika menjadi Singapura tapi rakyat kota bukan
pribumi?
Megawati melihatnya mungkin sebagai
“ujian kebangsaan”, sebagai upaya meluruskan jalan bagi modernisme dan
pluralisme kita dalam bingkai demokrasi. Sebaliknya Riziq dan Rachma
melihat hancurnya keadilan distributif sebagai persoalan pokok.
“ujian kebangsaan”, sebagai upaya meluruskan jalan bagi modernisme dan
pluralisme kita dalam bingkai demokrasi. Sebaliknya Riziq dan Rachma
melihat hancurnya keadilan distributif sebagai persoalan pokok.
Massa
revolusioner akan bertemu dengan pemimpin revolusioner. Habib Riziq dan
Rachmawati Sukarnoputri akan ada diantara massa revolusioner tanggal 4
Nopember ini. Tentara sudah memaklumatkan sikap netral, di atas semua
golongan. Kita tinggal berdoa, semoga bangsa ini mampu menjalani takdirnya.
revolusioner akan bertemu dengan pemimpin revolusioner. Habib Riziq dan
Rachmawati Sukarnoputri akan ada diantara massa revolusioner tanggal 4
Nopember ini. Tentara sudah memaklumatkan sikap netral, di atas semua
golongan. Kita tinggal berdoa, semoga bangsa ini mampu menjalani takdirnya.
Penulis:
Dr. Syahganda Nainggolan,
Sabang Merauke Circle)
Dr. Syahganda Nainggolan,
Sabang Merauke Circle)
Comment