Rindyanti Septiana S.Hi*: Tren PHK Massal di Era Disrupsi

Opini474 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Hantaman badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepertinya tak terelakan lagi di negeri ini. Dalam setahun, banyak perusahaan yang melakukan PHK. Perusahaan tersebut berada di berbagai sektor, mulai dari perusahaan baja, manufaktur, telekomunikasi hingga startup yang sudah menjadi unicorn.

Di era disrupsi menggantikan teknologi lama yang serbafisik dengan teknologi digital yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru dan lebih efisien, juga lebih bermanfaat. Maka untuk menggantikan manusia sebagai pekerja dengan menggunakan teknologi digital berpeluang besar saat ini.

Laporan hasil riset McKinsey Global Institute bertajuk “Otomasi dan Masa Depan Pekerjaan di Indonesia: Pekerjaan yang Hilang, Muncul dan Berubah.” Laporan riset itu memaparkan dua skenario tentang masa depan Indonesia seiring dengan kian berimbasnya otomasi pada lanskap pekerjaan.

Indonesia di tahun 2030 telah memasuki era otomasi 16 persen aktivitas pekerjaan yang berimbas pada hilangnya pekerjaan bagi sekira 23 juta pekerja. Saat ini jumlah pengangguran di tahun 2019 (data BPS) hampir menyentuh angka 7 juta orang. Namun, sebelum datang tahun 2030, kini puluhan ribu pekerja terancam PHK massal. Bisa dikatakan PHK massal lebih cepat terjadi dibandingkan dengan prediksi McKinsey Global Intitute.

Seperti dikutip detik.com, Director & Chief of Human Resources Irsyad Sahroni dalam rilis resmi, Sabtu, (15/02/2020) mengatakan, Per tanggal 14 Februari 2020 kemarin, dari 677 karyawan yang terdampak, lebih dari 80% telah setuju menerima paket kompensasi ini dan menjalin kerja sama dengan mitra Managed Service untuk memberi kesempatan bagi mereka agar tetap dapat bekerja.

Bukalapak, perusahaan yang sudah menjadi unicorn juga melakukan PHK. Langkah ini dianggap sebagai upaya restrukturisasi di internal perusahaan.

Selain itu, Net TV melalui manajemennya menawarkan karyawannya untuk mengundurkan diri (resign) secara suka rela dengan diberi benefit yang layak.

PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah karyawannya dalam rangka restrukturisasi.

Mulai 1 Juni 2019, 300 karyawan outsource dirumahkan. Kebijakan itu akan terus berlanjut hingga 1 Juli mendatang dengan merumahkan 800 karyawan. Angka itu dilaporkan belum termasuk karyawan organik di BUMN baja tersebut.

Sebanyak 2.683 karyawan kontrak dari 9 vendor di lingkungan PT Krakatau Steel (KS) setuju untuk diberhentikan. Pihak vendor memberikan kompensasi 2 kali pesangon.

2.500 orang di Batam, Kepulauan Riau, kehilangan pekerjaan atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) karena dua pabrik di sana tutup. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan dua pabrik itu ialah PT Foster Electronic Indonesia dan PT Unisem Batam.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur telah menerima laporan adanya lebih dari 2.000 pekerja di perusahaan rokok yang akan mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada tahun depan.

Sederet perusahaan yang melakukan PHK massal akan semakin mulus jalannya dengan dukungan RUU Ketenagakerjaan yang kontroversial saat ini di tengah publik. Omnibus law RUU Cipta Kerja (sebelumnya bernama Cipta Lapangan Kerja alias Cilaka).

Pada RUU tersebut, diketahui banyak hak-hak buruh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikurangi atau bahkan dihilangkan. Salah satu peraturan yang merugikan pekerja itu adalah soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dalam Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, terdapat ketentuan bahwa: “Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.”

Pasal 151 ayat (1) diubah menjadi sekadar: “Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Peran serikat dinihilkan.

Ini dibuktikan dengan pasal selanjutnya yang menyebut jika tak menemui kata sepakat, kedua belah pihak dapat langsung menyelesaikan masalah ini di PHI.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan pengubahan dan penghapusan pasal-pasal terkait PHK di atas akan mengakibatkan buruh lebih gampang dipecat. Pengusaha, misalnya, tak perlu bersitegang dengan serikat.

Indonesia Masih Jauh dari Kata “Sejahtera”.

PHK massal sudah diprediksi sebagai dampak era disrupsi dan tren digitalisasi namun pemerintah tidak antisipatif terhadap ini. Kembali rakyat yang akan menjadi korban karena tidak seriusnya pemerintah mengatasi masalah ini. Bisa dipastikan ini akibat dari masih lemahnya kedaulatan politik dan ekonomi negara.

Padahal janji Presiden saat kampanye akan membuka lapangan pekerjaan sebesar-sebesarnya. Justru yang ada pengangguran yang terus bertambah besar jumlahnya. Tampaknya saat ini negara memang gagal mengatasi berbagai masalah penyaluran tenaga kerja.

Kebijakan yang dibuat pemerintah juga masih tidak memihak pada rakyat. Omnimbus Law RUU Cipta Kerja menjadi salah satu buktinya. Ancaman PHK massal akan terus menghantui rakyat. Maka jelas bahwa negeri ini masih jauh dari kata “sejahtera”. Lantas, sampai kapan rakyat terus menderita dan menjadi korban dari segala kebijakan yang tak memihak pada mereka?

Dalam Islam, negara wajib menciptakan lapangan kerja agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat); ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sistem pemerintahan Islam (baca; Khilafah) menjamin terbukanya lapangan pekerjaan, dalam bidang ekonomi dilakukan peningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor riil baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan.

Di sektor pertanian, di samping intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Karena itu, para petani yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh pemerintah.

Sebaliknya, pemerintah dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. ketika berada di Madinah. yaitu pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta Baitul Mal dalam rangka memenuhi hajat hidup atau memanfaatkan kepemilikannya.

Dalam sektor industri akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. Selama ini negara-negara Barat selalu berusaha menghalangi tumbuhnya industri alat-alat di negeri-negeri kaum Muslim agar negeri-negeri Muslim hanya menjadi pasar bagi produk mereka.

Di sektor kelautan dan kehutanan serta pertambangan, akan mengelola sektor ini sebagai milik umum dan tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta.

Dari keempat sektor tersebut, tentu banyak dibutuhkan tenaga kerja. Hal itu akan memudahkan bagi rakyat dalam sistem pemerintahan Islam mendapatkan pekerjaan guna mencukupi kebutuhan hidupnya.

Hingga pengangguran tidak akan menjadi momok menakutkan bagi rakyatnya, hal tersebut berbeda dengan kondisi saat ini yang menyuburkan pengangguran dimana-mana. Kesejahteraan hanya sebuah impian yang takkan bisa terwujud.[]

*Pemerhati sosial dan politik

Comment