Sekularisme dan Kasus Bullying yang Kian Meningkat

Opini796 Views

 

 

Penulis: Luthfi Hanifah | Santriwati Pondok Pesantren Putri Nusaibah Binti Ka’ab, Kota Tangerang

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Maraknya kasus bullying atau perundungan di Indonesia kian membuat cemas berbagai pihak. Salah satu contoh kasus yang menimpa anak SD kelas 2 umur 8 tahun di Gresik yang mengalami buta permanen akibat perundungan kakak kelasnya.

Berawal dari korban yang tidak mau memberikan uang kepada kakak kelas tersebut, tetapi balasan pelaku sudah sangat tidak wajar. Terlebih lagi dilakukan oleh anak di bawah umur. Mirisnya lagi, menurut korban perundungan itu sudah berlangsung sejak korban kelas 1 SD seperti ditulis laman bbc.com (21/9/2023).

Kejadian lain ditulis laman detik.com (2/9/2023) kasus yang menimpa seorang siswa SMP di Balikpapan, Kalimantan Timur. Pemuda laki-laki tersebut dipukul hingga dibanting oleh sejumlah orang. Kejadian itu juga viral di media sosial.

Banyak korban bully yang tidak berani melapor karena tidak mempunyai bukti. Meskipun seiring perkembangan teknologi, bukti berupa video viral menjadi membantu pihak berwenang mengusut berbagai kasus perundungan. Namun hal tersebut tentu tidak bisa mengobati luka fisik, mental maupun batin korban dan keluarganya.

Hal yang lebih membuat sedih dan miris adalah, ketika fakta perundungan yang terjadi dilakukan oleh seorang muslim. Padahal sudah jelas bahwa Islam sangat mengajarkan tentang saling menyayangi dan menjauhi perbuatan saling menyakiti.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. (QS. Al-Hujuraat/49: 11).

Ayat tersebut jelas melarang kita mengolok-olok, menghina, apalagi menyakiti secara fisik kepada sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok atau dihina lebih mulia dari yang mengolok-olok. Dalam tinjauan apapun, penghinaan adalah perbuatan tercela karena menyakiti hati orang lain.

Sistem sekuler telah memisahkan agama dari kehidupan –  membuat banyak manusia tidak memahami tujuan penciptaan sehingga mereka bebas bertingkah laku sebagaimana mereka inginkan.

Di sisi lain, derasnya informasi media seolah tak terkendali dan memuat konten-konten kekerasan, mulai dari games hingga film yang mudah ditiru dalam kehidupan nyata. Generasi muda dihantam dengan paparan negatif dari berbagai lini kehidupan. Maka wajar jika rusaknya generasi muda juga terjadi secara sistematis.

Hal ini karena sistem yang ada baik sistem pendidikan, pergaulan, hukum, dan informasi mengabaikan penjagaan generasi muda dari kerusakan.

Namun terlepas dari hal itu, demokrasi sekuler seperti yang saat ini diberlakukan, tidak akan bisa melarang pandangan, opini dan perilaku yang liberal semacam itu. Makin hari makin beragam perbuatan keji di luar nalar. Sehingga, ungkapan belasungkawa atas kasus yang terjadi dan imbauan agar kejadian serupa tidak terulang lagi tidaklah cukup.

Tata kehidupan kapitalis-sekuler di bawah sistem demokrasi terbukti tidak mampu mengatasi fenomena bullying. Sebab solusi yang diberikan tidak menyentuh akar permasalahan.

Berbeda dengan sistem Islam yang  menjaga generasi muda bukan hanya tanggung jawab orang tua, akan tetapi masyarakat dan juga negara.

Penyelenggaraan sistem pendidikan oleh negara menentukan pembentukan karakter dan kepribadian generasi bangsa. Negara meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan akidah Islam sehingga terbentuk SDM terdidik dengan pola berpikir dan pola sikap islami.

Saatnya, umat Islam bangkit dan menyadari betapa berbahayanya kondisi saat ini bagi masa depan generasi Islam. Berjuang bersama mengembalikan tata kehidupan sesuai aturan Sang Khaliq apa yang ditetspksn oleh Rasulullah SAW dan khulafaur radyifiin. Wallahu a’lam bish shawab.[]

Comment