Solusi Tuntas Atasi Kejahatan Dan Kekerasan Seksual

Opini795 Views

 

Oleh: Bunda Nurul Husna, Aktifis Muslimah Jawa Barat, Peminat Persoalan Perempuan, Keluarga dan Generasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sungguh miris nasib anak dan generasi di negeri ini. Anak yang semestinya mendapatkan rasa aman dan perlindungan dalam keluarga, lingkungan sekolah dan tempat bermainnya, justru menjadi  sasaran tindak kekerasan orang-orang terdekatnya.

Dari sekian bentuk kekeran pada anak, kekerasan seksual seperti dikutip antaranews.com masih cenderung menduduki rating tertinggi.

Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Cirebon Raya, kasus kekerasan seksual masih mendominasi kekerasan anak di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dan pelakunya merupakan orang terdekat.

“Dari 55 kasus kekerasan anak yang terjadi pada 2021, sebanyak 50 persen di antaranya adalah kekerasan seksual,” kata Ketua Komnas Perlindungan Anak Cirebon Raya Siti Nuryani di Cirebon.
Dan ironisnya, pelaku kekerasan seksual tersebut justru orang-orang terdekat sang anak.

Ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya telah banyak diberitakan kasus pencabulan dan kekerasan pada anak yang bahkan terjadi di beberapa institusi pendidikan keagamaan.

Setelah kasus pencabulan oleh oknum pimpinan dan pengajar sebuah institusi pendidikan agama di Bandung terhadap 21 santrinya, terungkap pula kasus serupa di kecamatan Tenjolaya Bogor, Jawa Barat. Selain itu, kasus pencabulan guru ngaji terhadap santrinya terjadi pula di Siak Kecil, Bengkalis, Riau.

Demikian juga di Surabaya, 2 anak SD diduga telah menjadi korban pelecehan oleh oknum guru ngajinya di sebuah Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ). Kasus pelecehan santri juga terjadi di Kalimantan, Tasikmalaya, Cilacap dan juga di sebuah pesantren di Kuningan, Jawa Barat.

Deretan panjang kasus kekerasan, pencabulan atau kekerasan seksual pada anak ini, sungguh menimbulkan tanya. Ada apa dengan negeri ini? Mengapa negeri yang mayoritas penduduknya muslim, justru banyak mencatat kasus asusila yang tidak dibenarkan oleh Islam?

Darurat Kekerasan Seksual, Bukan Sekedar Kasuistik

Menilik berbagai kejadian pelecehan, pencabulan dan kekerasan seksual pada anak tersebut, nyatanya tidak hanya terjadi di satu atau dua kota saja. Bahkan catatan peristiwanya terus berulang dari tahun ke tahun. Maka sungguh ini bukan sekedar kasuistik.

Apalagi berbagai upaya penyelesaiannya juga tak kunjung menuai hasil. Berbagai kampanye anti kekerasan seksual anak bahkan telah banyak diprogramkan. Namun tak mampu menghentikan kemaksiatan yang mengorbankan anak-anak generasi pembangun peradaban bangsa ini.

Butuh penelaahan mendalam untuk menemukan akar persoalan sesungguhnya. Agar negeri ini dapat segera merumuskan dan melakukan berbagai langkah yang dapat menjadi solusi tuntas bagi kejahatan dan kelerasan seksual anak tersebut.

Sekulerisme Biang Masalah

Marak dan berulangnya kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak, sesungguhnya buah dari kehidupan negeri ini yang kian bebas (liberal). Kebebasan yang lahir dari akidah sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan dan negara.

Sekulerisme telah menggiring masyarakat bertingkah laku bebas tanpa terikat lagi pada norma agama. Karena memang cara pandang sekuler ini telah meminggirkan peran agama dari aturan dan kehidupan manusia, termasuk aspek sosial. Agama dimandulkan dan hanya diijinkan mengatur ranah ibadah ritual saja, itupun dikerdilkan perannya.

Kehidupan liberal telah masuk ke lingkungan keluarga. Mempengaruhi cara pandang masyarakat tentang kehidupan. Individu masyarakat cenderung kehilangan rasa takutnya untuk bermaksiat, karena memang ketakwaannya kian terkikis.

Masyarakat pun kian abai pada fungsi sosialnya. Mereka mulai meninggalkan budaya amar makruf nahi munkar yang sejatinya menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga kebersihan dan kesucian perilaku masyarakat agar selalu terikat pada aturan agama.

Sementara negara kian abai pada fungsi strategisnya sebagai pengatur (raain) urusan rakyat dan sebagai perisai (junnah) bagi masyarakat.

Harusnya negara hadir sebagai pelindung utama bagi rakyatnya termasuk anak. Negara mestinya menjamin keamanan setiap warganya. Melindungi anak dari segala kekerasan dan kejahatan seksual, serta seluruh hal yang mengancam kerusakan akal, moral dan jiwa anak.

Jika mau, negara mampu membatasi akses media yang mengandung konten asusila, bahkan membersihkan seluruh media dari konten amoral yang merusak generasi dan menodai kebersihan pergaulan sosial masyarakat.

Namun sayangnya, fungsi tersebut makin terabaikan. Berganti dengan suasana kehidupan sosial yang liberal akibat pembiaran dari pihak negara. Itulah hakikat dari kehidupan liberal yang sekuler. Dan hal itulah yang kini benar-benar terjadi di negeri ini.

Solusi Tuntas Kekerasan Seksual

Islam sebagai agama sempurna sekaligus sebagai way of live, memiliki serangkaian pengaturan sistemik dalam mengatasi persoalan kekerasan seksual termasuk pada anak. Solusi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

Pertama, aspek pencegahan (prefentif). Secara detil, Islam menetapkan sejumlah aturan hukum syarak tentang pergaulan laki-laki dan perempuan, yaitu (1) mewajibkan perempuan menutup aurat secara sempurna saat beraktifitas di area publik atau saat berhadapan dengan laki-laki non mahramnya. Yaitu dengan memakai jilbab (berupa pakaian luar yang panjang, longgar dan tidak tipis, seperti gamis atau jubah), serta kerudung (khimar) yang menutupi kepala hingga terhampar menutupi dada; (2) kewajiban menundukkan pandangan (ghoddul bashor) bagi laki-laki dan perempuan; (3) Larangan berkhalwat (bersepi-sepi atau berinteraksi khusus berdua saja dengan laki-laki non mahram; (4) larangan perempuan untuk tabarruj (berhias berlebihan di hadapan non mahram); (5) larangan bagi laki-laki dan perempuan untuk mendekati zina (seperti pacaran, teman tapi mesra dan lain-lain), juga larangan berzina; (6) memerintahkan perempuan didampingi mahram saat melakukan safar (perjalanan lebih dari sehari semalam) dalam rangka menjaga kehormatannya; dan; (7) memerintahkan untuk memisahkan tempat tidur anak jika telah berusia 10 tahun, dan sebagainya.

Kedua, aspek penanganan (kuratif). Yaitu berupa penegakan sistem sanksi Islam oleh pihak negara. Terdapat dua fungsi hukum dan siatem sanksi dalam Islam, yakni sebagai zawajir (memberikan efek jera) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku tindak kejahatan jika dia ridho terhadap pelaksanaan sanksi tersebut dan benar-benar bertaubat pada Rabb nya. Hukum sanksi Islam tersebut berlaku sama dan adil bagi setiap warga negaranya, tanpa pandang bulu.

Ketiga, aspek pendidikan dan pembinaan (edukatif) oleh negara. Yaitu melalui pemberlakuan sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam. Individu dan masyarakat akan terbina dengan Islam, sehingga menjadikan syariat Islam sebagai standar perbuatan. Bukan liberal. Ketika individu bertakwa, masyarakat aktif berdakwah, menghidupkan amar makruf nahi mungkar, maka kejahatan dan kriminalitas bisa terminimalisasi dengan baik.

Keempat, peran negara. Semua aspek tersebut tidak akan bisa berjalan tanpa peran negara. Karena negaralah pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyatnya termasuk anak. Sistem pendidikan dan tata pergaulan Islam pun tidak bisa terlaksana tanpa kehadiran negara sebagai penerap syariat secara kaffah.

Negara juga yang mampu melakukan kontrol terhadap media serta propaganda liberal sekuler yang merusak moral generasi. Negara yang dapat menghentikan itu semua.

Demikianlah solusi tuntas terhadap problem kejahatan dan kekerasan seksual yang dituntunkan oleh Islam. Ketika semua aspek perlindungan, pencegahan, penanganan, edukasi dan sistem sanksi dijalankan secara utuh oleh negara, akan mengakhiri segala bentuk kekerasan dan kejahatan tersebut.

Tentu saja pelaksanaannya membutuhkan kehadiran institusi negara. Hanya sistem Islam yang mampu menerapkan itu semua. []

Comment