Oleh: Wulan Citra Dewi, S.Pd, Pemerhati Remaja
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Thailand menjadi negara Asia pertama yang melegalkan ganja. Selepas ketuk palu perihal pelegalan ini, warga Thailand berduyun-duyun antre di toko ganja. Bahkan pemerintah setempat menggelar pameran ganja. Kementerian Pertanian Thailand membagikan bibit ganja secara geratis, sementara sektor swasta dan perusahaan masyarakat menjual tanamannya.
Tidak main-main, pameran ini sukses menarik 66.888 pengunjung dan 218.790 penonton online. Hasil penjualan bibit dan produk terkait dalam pameran ini pun sangat fantastis. Mendulang hampir 10 juta baht atau sekitar Rp4,2 miliar. (CNN Indonesia, 14/6/2022)
Jual beli ganja memang menggiurkan jika dilihat dari nilai materi. Negeri yang tidak melegalkan ganja saja, banyak banget penjual dan pengguna ganjanya. Apalagi bagi negeri yang melegalkannya. Bagai surgalah untuk para penjual dan pembeli ganja tersebut. Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Alhamdulillah, sampai saat ini Indonesia masih konsisten untuk menolak legalisasi ganja. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komjen Pol Dr. Petrus Renhard Golose usai membuka turnamen smash on Drug Internasional Championship dalam rangka Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) di Bali. Beliau menegaskan bahwa tidak ada toleransi untuk Narkotika. Sebab terdapat zat berbahaya yang merusak kesehatan generasi bangsa. Konsistensi Kepala BNN ini pun mendapatkan dukungan dari DPR. DPR menilai bahwa Narkotika memiliki banyak dampak buruk untuk Indonesia. (Liputan6.com 21/6/2022)
Sejak dulu hingga sekarang negeri kita menolak peredaran dan penyalahgunaan ganja, tapi kenapa masih terus banyak kasusnya? Apakah laju peredaran dan penyalahgunaan narkotika ini dipengaruhi oleh kelegalan atau ketidaklegalannya?
Berbicara soal laju peredaran dan penyalahgunaan Narkotika di Indonesia memang bikin miris. Meski aktivitas tersebut tidak legal, nyatanya tetap saja banyak kasusnya. Hampir setiap hari berita di surat kabar, sosial media, ataupun televisi pasti dihiasi dengan kasus Narkotika. Padahal, negeri kita tidak melegalkan. Bahkan menindak tegas bagi pelaku yang tertangkap. Tapi kok tidak membuat jera?
Di sinilah semestinya kita mulai mengurai. Sebenarnya apa yang menjadikan banyak generasi bangsa memilih nekat bersahabat dengan narkotika? Padahal efek ke kesehatannya jelas buruk. Efek ke sosial juga kelam. Hukum pidana juga terus memburu. Sama sekali tidak ada kebaikan di dalamnya.
Jika menilik fakta ini dengan jernih, maka sangat jelas terlihat bahwa penyalahgunaan Narkotika ini tidak hanya dipengaruhi oleh legal atau tidak legalnya. Terbukti, meski Indonesia melarang Narkotika, nyatanya transaksi barang haram tersebut tetap eksis. Tidak ada matinya. Terus bergerilya menyasar jutaan jiwa Indonesia. Menyeramkan dan inilah realita di depan mata.
Narkotika memang ilegal di negeri kita. Tetapi ia memiliki rumah sebagai tempat bernaung. Bahkan di rumah itu ia berlindung dan terus berkembang tanpa perlu takut dengan aturan pidana. Rumah nyaman tersebut adalah gaya hidup liberal yang saat ini tumbuh bagai jamur setelah hujan di negeri kita.
Tanpa sadar, gaya hidup dari barat ini telah menjangkiti banyak jiwa anak bangsa. Berpikir bebas, berpendapat bebas, dan berprilaku bebas. Inilah liberalisme. Ide barat yang menjerat dan mencelakakan. Ide ini yang melahirkan perilaku serba bebas yang kemudian menjadikan banyak orang nekat demi kepuasan pribadi.
Ide liberalisme ini jelas menjunjung tinggi kebebasan. Kepuasan hawa nafsu yang jadi target buruan. Anti aturan, terutama aturan Tuhan. Jika sudah demikian maka apapun akan dilakukan demi mencapai puncak kepuasan. Tidak peduli halal atau haram. Tidak penting manfaat atau mudarat. Karena hal terpenting bagi pengusung kebebasan adalah kepuasan meski harus mengorbankan diri sendiri bahkan menumbalkan banyak orang.
Kalau sudah begini, maka legal atau ilegalnya narkotika tidak begitu berpengaruh bagi penggemarnya. Diizinkan atau tidak, mereka akan tetap bersahabat akrab dengan zat penghilang kesadaran tersebut. Dipenjara, tidak masalah. Toh tetap bisa nge-fly dengan berbagai kreativitas untuk bisa mendapatkan barangnya. Bahkan sekalian menjadikan lapas sebagai rumah produksi dan transaksi. Seperti yang sudah sering diberitakan di media negeri ini. Mau tidak percaya, tapi ini fakta.
Maka, jika pemerintah mampu mengendus sangat kuat bahayanya narkotika semestinya pemerintah juga mampu mendeteksi bahayanya liberalisme bagi bangsa. Sebab liberalisme inilah yang menjadikan banyak generasi tidak lagi peduli dengan aturan yang ada. Baik aturan negara, lebih-lebih lagi aturan agama. Segala rupa aturan pasti terlibas oleh liberalisme. Karena liberalisme menghendaki kebebasan, anti aturan.
Liberalisme menjadi rumah untuk tetap eksisnya penyalahgunaan Narkotika. Oleh sebab itu, pemerintah tidak boleh hanya menolak Narkotika. Pemerintah juga harus menolak leberalisme sebagai rumahnya.
Jika rumahnya sudah ada dan bercokol di negeri ini, maka sudah seharusnya pemerintah menghancurkannya. Pemerintah juga harus tegas mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi leberalisme di Indonesia. Sehingga Indonesia dapat menjaga warganya dengan aturan yang akan membawa pada keselamatan. Yakni aturan yang berdasar pada titah Tuhan, bukan kebebasan.[]
Comment