Penulis: Rizka Adiatmadja | Praktisi Homeschooling
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pendidikan sejatinya harus bisa membentuk manusia menjadi terdidik dan mampu menjaga norma susila. Menjadi sebuah ironi, ketika tindakan amoral terjadi di lingkup kampus yang berbasis Islam. Potret pendidikan yang begitu kelam telah menciptakan masa depan generasi yang teramat suram.
Pendidikan masa kini meskipun berbasis agama, ternyata tidak mampu menyuburkan nilai-nilai keimanan dalam upaya membentuk pribadi yang takwa. Realitas yang jauh panggang dari api dan tidak sesuai dengan ekspektasi. Padahal bangsa ini bercita-cita membentuk generasi terbaik yang memiliki segudang prestasi. Bukankah jargon pendidikan kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan itu tertuang di pembukaan UUD 1945?
Dikutip dari CNNIndonesia.com (17 Mei 2024), sebuah investigasi dilakukan oleh Universitas Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya terkait dugaan tindak asusila yang dilakukan oleh sepasang mahasiswa di gedung bertingkat dan berlapis kaca.
Prof. Abdul Muhid selaku Rektor III UINSA Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama memberikan pernyataan bahwa pihaknya tengah melakukan investigasi atas mengatakan kasus yang sedang mencuat tersebut. Ia tidak menampik, jika video tersebut memang terjadi di kampusnya. Identitas terduga sudah dikantongi. Proses investigasi dilakukan secara mendalam.
Basis Islam di lembaga pendidikan tidaklah menjadi jaminan, ketika liberalisme sudah menguasai, tentu keimanan mudah sekali ditanggalkan. Ini menjadi sebuah ironi yang kerap terjadi.
Betapa kebebasan berperilaku telah menjadi karakteristik generasi hari ini. Tentu bukan hanya kesalahan yang diakibatkan oleh satu pihak saja, tetapi banyak lini yang membentuk kekeliruan semakin menggurita. Sehingga kerusakan sistemis ini benar-benar nyata.
Kerusakan pemikiran yang semakin membuat harapan bangsa ini berguguran menjadi pelaku kemaksiatan. Kebebasan telah meliarkan nafsu syahwat membutakan naluri, hingga hilang akal sehat dan nurani. Pemahaman agama dan norma kehidupan hanya sebuah fatamorgana, nyatanya mereka tak sanggup menangkal keinginan untuk tidak berperilaku amoral.
Dikutip dari detik.com – Satu kasus yang terjadi dan viral pada tanggal 12 Desember 2023. Perbuatan mesum yang terjadi di kamar masjid kampus. Pelaku adalah mahasiswa yang memiliki tugas garin (marbot) yang kerap mengimami salat.
Banyak sekali data yang menuliskan perbuatan mesum mahasiswa yang terjadi di kampus atau pun di luar kampus. Bahkan catatan menegaskan bahwa beberapa dosen melakukan perbuatan amoral pelecehan seksual di kampus. Ada apa dengan kaum intelektual negeri ini?
Nilai-nilai kebenaran tak lagi mampu meluruskan pemikiran karena kerusakan sistemis yang memberikan ruang “serba boleh” sehingga menjadikan lembaga pendidikan tak ubahnya seperti mesin formalitas yang tak mampu menciptakan SDM berkualitas.
Ditambah dengan sanksi hukum yang sedemikian lemah maka perbuatan tidak bermoral akan senantiasa terjadi dan sulit ditangkal. Sudah bukan lagi rahasia, hukum sangat lemah sehingga hasilnya tak ada keadilan yang bisa ditegakkan, efek jera pun semakin tak bisa direalisasikan. Maka, seks bebas antarmahasiswa semakin tak terelakkan.
Kasus perbuatan mesum di kampus ini juga semestinya menyadarkan kita. Terlebih ini erat hubungannya dengan penerbitan Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi sebagai pendahuluannya. Permendikbud 30/2021 kontroversial sejak awal pembentukannya. Peraturan dengan frasa “consent/izin/persetujuan” yang terdapat dalam peraturan tersebut bisa saja menjadi ruang terbukanya kasus kasus seperti ini.
Hal ini bisa terjadi tak hanya di kampus umum, tetapi kampus berbasis agama pun tak terkecuali. Landasan kebenaran dalam sistem pendidikan saat ini sudah kehilangan nyawa. Seks bebas di kampus sebenarnya berita klasik.
Dalam pandangan umum, zina adalah tindakan amoral. Meskipun semua seakan-akan sudah zamannya untuk diekspresikan karena pemikiran manusia dikuasai pemahaman liberal. Namun, Islam tak pernah berubah dalam memandang satu perbuatan. Keadaan dan zaman yang harus menyesuaikan. Zina adalah dosa besar, hukumannya harus pedih bagi yang melanggar agar terlahir efek jera bagi pelaku, dan alarm kuat bagi yang menyaksikan ataupun sekadar yang mendengar.
Allah Swt. sudah memperingatkan dalam surat Al-Isra ayat: 32 yang artinya, “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya.” (Sumber: Quran Kemenag)
Ketika kerusakan dilahirkan oleh sebuah sistem, tentu butuh solusi yang tersistem juga, memiliki standardisasi halal dan haram. Hanya Islam yang bisa menuntaskan permasalahan secara komprehensif.
Ada tiga pilar yang harus dibenahi. Hal pertama adalah keluarga yang harus mampu membentuk pribadi dan individu menjadi insan bertakwa.
Keluarga islami tentu memiliki pijakan akidah Islam sebagai standar pengasuhan dan pendidikan di rumah agar bisa membentuk kepribadian islami. Keterikatannya dengan syariat Islam akan menjauhkan langkah mereka dari perbuatan maksiat. Ketakwaan dalam diri seseorang senantiasa akan mendorongnya untuk terikat dengan syariat sebagai aturan hidup yang tidak bisa ditawar lagi.
Pilar keluarga tak bisa berdiri sendiri, tentu membutuhkan lingkungan/masyarakat yang seiring sejalan dengan pemahaman yang diadopsi. Masyarakat yang bertakwa akan memiliki kendali kuat terkait amar ma’ruf nahi munkar. Tentu kebebasan berperilaku termasuk tindakan amoral ini tidak akan terjadi, ketika masyarakat memiliki power dan menyadari bahwa membentuk satu generasi membutuhkan sinergi masyarakat.
Menyampaikan kebenaran dan menutup kanal-kanal kemaksiatan penuh ketegasan sesuai aturan Islam. Kepekaan lingkungan akan terlatih dan tentunya kehidupan kebersamaan pun akan kondusif. Sejatinya, saat perzinaan dibiarkan, tentu mengundang adzab Allah yang teramat pedih.
Keluarga dan masyarakat tidak bisa berdiri kuat tanpa topangan negara. Maka, pilar yang ketiga adalah negara. Tentu sebuah institusi yang harus menerapkan aturan Islam sehingga sanksi yang penuh ketegasan bisa terealisasi. Pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam harus dihukum sesuai aturan yang berlaku tanpa negosiasi.
Peringatan Allah Swt dalam surat An-Nur ayat 2. “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.” (Sumber: Quran Kemenag).
Karakteristik zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) akan sangat kentara dalam aturan Islam. Selain bisa melahirkan efek jera, hukuman yang diberikan pun tentu menjadi penghapus dosa bagi pelaku.
Bagi yang bukan pelaku tentu menjadi pencegah agar tidak terperosok pada kesalahan yang sama dan tentunya pengingat untuk semuanya agar tidak menyepelekan perbuatan dosa yang hari ini sudah banyak dilakukan tanpa merasa berdosa. Seperti perilaku amoral mahasiswa di kampus ataupun di luar kampus. Wallahu ‘alam bisshawab.
Comment