Karena itu, ACTA mendesak agar pihak kepolisian juga melakukan tindakan tegas yang sama terhadap para pemicu terjadinya peristiwa yang oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian disebut sebagai persekusi.
Desakan ini disampaikan Ade Irfan Pulungan, Wakil Ketua Umum (Waketum) ACTA. Menurut Ade, kasus yang kini disebut-sebut sebagai persekusi, merupakan peristiwa yang terjadi sebagai reaksi atas aksi yang dilakukan orang atau kelompok orang lain.
“Ada hubungan sebab akibat dalam kasus yang kini dinilai sebagai persekusi oleh Kapolri,” kata Ade kepada tengokberita.com, Selasa (6/6/2017).
Dikatakan Ade, orang atau kelompok orang itu menebarkan ujaran kebencian lewat statusnya yang diunggah di media sosial (medsos). Status itu dianggap telah menghina atau menyinggung kelompok orang yang kini dianggap Kapolri sebagai pelaku persekusi atau pemerkusi.
Secara hukum, soal menebar ujaran kebencian di jejaring sosial (medsos) sudah diatur dalam UU ITE. Ade mencontohkan beberapa kasus yang telah masuk ranah pidana karena dinilai polisi telah menyebarkan ujaran kebencian di dunia maya dan dijerat dengan UU ITE.
Ade berpendapat, sekelompok orang dari ormas FPI yang kini disebut sebagai pelaku persekusi, justru merupakan korban dari ulah para penebar ujaran kebencian di medsos. Jika tidak ada status ujaran kebencian yang disebarkan di dunia maya, tentu tidak akan pernah terjadi peristiwa yang oleh Kapolri dikategorikan sebagai persekusi.
“Karena itu, kami dari ACTA mendesak agar pihak kepolisian atau Polri juga memperlakukan tindakan tegas yang sama terhadap para pelaku penebar kebencian di dunia maya, yang kemudian memunculkan terjadinya peristiwa yang oleh Bapak Kapolri disebut persekusi,” tegas Ade. (has/tb)
Comment