Arah Revisi UU BUMN Dalam Memperkuat Ekonomi Nasional

Berita583 Views
Seminar nasional, “Arah Revisi UU BUMN dalam Memperkuat Perekonomian Nasional.[Nicholas/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Draft revisi Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga kini belum selesai
disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), padahal dalam memperkuat
perekonomian nasional Pemerintah mempunyai peran strategis dalam
menggerakan perekonomian nasional.
Zainal Abidin Amir, Dewan pembina Kaukus Muda Indonesia (KMI)
mengutarakan bahwa Revisi Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
perlu dipikirkan secara matang.
“Karena hal ini cukup strategis, dan juga
agar arah revisi UU BUMN bisa mengakomodir tantangan baik di dalam
negeri sendiri, juga terkait tantangan menghadapi dunia global,”
tuturnya saat memberikan pengantar sesi Seminar Nasional bertajuk,”Arah
Revisi Undang-undang BUMN dalam Memperkuat Perekonomian Nasional” yang
digelar di Hotel Le Meridien, Jalan Sudirman. Jakarta, Selasa (23/8)
Rouf
Qusyairi, selaku Sekretaris Jenderal KMI menambahkan,”BUMN
berkewajiban untuk menjalankan mandat. BUMN sebagai lembaga bisnis, mau
tidak mau mesti mengikuti trend bisnis global, dimana tantangan nampak
begitu berat. Selain mesti mengetahui arah revisi UU BUMN agar
memperkokoh BUMN, agar tidak ketinggalan dalam menghadapi kompetisi
global.”
Seminar nasional bertema Arah Revisi
Undang-undang BUMN dalam Memperkuat Perekonomian Nasional” dihadiri moderator Zainal Abidin Amir (Dewan pembina KMI), Refly harun (Komisaris PT Jasa Marga), Firmanzah (Rektor
Universitas Paramadina), Hambra (Deputi bidang infrastruktur bisnis
kementerian BUMN), dan Aria Bima (Komisi 6 DPR RI).
Aria Bima, anggota DPR RI komisi 6 periode 2014 – 2019 dari
PDI Perjuangan menyampaikan kalau draf RUU BUMN sudah masuk prolegnas,
sejauh ini sudah dalam bentuk draft, yang diserahkan nantinya akan
sinkronisasi dalam Badan Legislasi (Baleg).
“Hingga
pada masa persidangan selanjutnya dapat diputuskan sebagai RUU
inisiatif DPR dan segera dilakukan pembahasan,” sambung anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah V itu.
Aria menambahkan perlunya
beberapa poin yang mesti menjadi perhatian dalam revisi Undang-Undang
Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN sebagai pijakan yuridis atau ‘payung
hukum’ formalnya sekarang sebagai bentuk penterjemahan amanat konstitusi
baik dari aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis. 
Menurutnya, selama ini antar-BUMN saling bersaing lantaran memiliki anak
usaha yang bergerak di pelbagai sektor, persaingan antar perusahaan BUMN
kerap terjadi. “BUMN membuat anak usaha yang tidak terkoneksi dengan
induk usaha dari perusahaan BUMN,” ujarnya.
Hal-hal
yang menyangkut perintah konstitusi juga harus masuk di mana yang harus
mengilham pasal-pasal dalam UU BUMN yang baru, lewat pemerintah dan UU
BUMN baru.”Bukan hanya terukur dalam aspek permodalan saja, namun juga
tugas konstitusional yang dilaksanakan oleh Pemerintah lewat perintah UU
BUMN,” cetus Aria lagi.
Aria menambahkan lebih lanjut, terkait rencana Pemerintah untuk Holdingisasi
atau membuat super holding BUMN perlu ditunda terlebih dahulu, dan
dilakukan setelah ada perubahan UU BUMN supaya ada payung hukum yang
tetap.
Menurutnya, pembahasan tentang
pembentukan super holding dilakukan setelah Revisi Undang-Undang tentang
BUMN ini kelar, soalnya saat ini sangat lemah memberikan payung hukum
untuk Super Holding.” Menteri BUMN hendaknya tidak melakukan hal
tersebut, selain UU tidak relevan. Hal yang menyangkut perubahan
struktur modal tidak dilimpahkan ke menteri BUMN, tetap dalam ranahnya
menteri Keuangan,” paparnya.
Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN, Hambra
mengatakan, pihaknya masih dalam posisi menunggu atas revisi UU tentang
BUMN itu lantaran menjadi inisiatif DPR. “Tapi kami juga sedang membuat
kajian-kajian atas rencana revisi tersebut,” ujarnya.
Sebagai
agen pembangunan di tengah perkembangan ekonomi dunia, maka pengelolaan
BUMN harus diperbaiki, Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah
mengucapkan,”BUMN adalah state one yang dimiliki oleh negara, baik itu
di tingkat pusat, maupun daerah. Baik itu di kabupaten maupun kotamadya
bila mengikuti nomenklaturnya,” ujar mantan staf khusus presiden di era
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
“Memang yang menjadi pertanyaan adalah kontrol oleh pasar, publik atau oleh politisi ?,” ujar Firmansyah.
“Seperti
yang terjadi di beberapa negara luar, yakni Rumania, Ceko dimana
‘Control by Market’, hingga dapat mudah dikontrol oleh rakyat, IPO yang
dibeli hanya oleh Investor Lokal, tidak boleh oleh Investor Asing,”
imbuhnya.
“Perlu dipertimbangkan dasar hukum lebih jelas, dimana perlu ada harmonisasi dengan bidang
lain. Dipertimbangkan dengan yang lain agar Perusahaan pelat merah
didorong untuk dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan luar negeri
yang masuk ke dalam negeri,” tandasnya.[Nicholas]

Comment