Arifin Nur Cahyo Bawa Dokumen Ungkap Mafia Tanah Cengkareng Ke KPK

Ketua Kramat, Arifin Nur Cahyo (paling kiri) saat datangi KPK. [Nicholas/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sekelompok orang mengatasnamakan Komite
Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT) mendatangi kantor Lembaga Antirasuah
atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI pada awal pekan bulan juli
2016 guna melaporkan terkait kekisruhan sengketa tanah di daerah
Cengkareng (Jakarta Barat) seluas 11,8 ha yang dijual pada Pemprov DKI
seharga 668 milyar sangat jauh dari harga asli hanya sebesar 35,4 milyar
rupiah yang diduga ada aliran dana gratifikasi bagi oknum yang terlibat
dalam proses jual beli tanah tersebut.
“Kami
sangat terkejut pas mengetahui dari media massa kalau lahan itu udah
terbit sertifikat pada 8 Juli 2010. Apalagi pada 8 juli 2011 dan bahkan
sudah dijual kepada Pemprov DKI dengan harga sangat fantastis sebesar
668 milyar sangat jauh dari harga asli hanya sebesar 35,4 Milyar
rupiah,” ujar Arifin Nur Cahyono, ketua umum KRAMAT (Komite Rakyat Anti
Mafia Tanah), saat diwawancarai di depan gedung KPK RI, Jalan Rasuna
Said, Kuningan, Kakarta (4/7).
“Kami hadir
kesini guna melaporkan pihak yang dimana diduga terlibat dengan praktek
mafia tanah. Soalnya, ada pihak yang bersikeras tidak mau ngembalikan
dokumen itu ‘girik’ lahan yang ada di cengkareng. Padahal sudah ada
perintah dari pengadilan,” ujar Arifin Nur Cahyono, Ketua Umum KRAMAT
pada pewarta usai berupaya membawa berkas-berkas laporan. Jakarta, senin
(4/7).
Memang kehadiran perwakilan elemen
masyarakat KRAMAT ini dilangsungkan di momen akhir bulan Ramadhan,
dimana menjelang memasuki hari Raya Idul Fitri 2016 / 1 Syawal 1437 H,
hingga tidak mengetahui kalau KPK akan sepi dan tidak diterima untuk
masuk menemui perwakilan dari KPK RI. “kehadiran kami hanya ingin
melaporkan saja, soal ada orang atau tidak di KPK kita tidak tahu. Pihak
yang diduga sudah diperiksa sama propam, dan sejauh ini kita sudah
lapor ke Ombudsman, Kapolri, bahkan sudah ke Sekretariat Negara,” tambah
ketum KRAMAT.
Seperti diketahui bahwa pada 27
Agusutus 2008, salah seorang ahli waris dari Koen Soekarno yakni Toety
NZ Sekarno, Santy Junitha Soekarno, Rizky Primajaya Soekarno, Lucky
Ramadahanty Soekarno, Danu Zaenudin Soekarno menandatangani perjanjian
pengikatan jual beli (PJB) lahan seluas 11,8 ha di Kampung Rawa Bengkel,
Kelurahan Cengkareng Barat, Kecamatan Cengkareng Barat dengan orang
yang bernama Martoji.
Sedangkan, menurut
informasi sejauh ini dari pihak Martoji, disepakati dalama PJB tersebut
harga tanah adalah sebesar 300.000 rupiah per meter dan pembayaran akan
dilakukan secara bertahap hingga proses sertifikasi selesai. Hingga
total nilai keseluruhan lahan tersebut adalah dalam kondisi apa adanya
adalah sekitar 35,4 Milyar rupiah.
 
Hingga 3 juni 2011 pihak
Martoji telah membayarkan sebesar 1,7 Milyar, Namun karena menganggap
pembayarannya terlambat, maka pihak Toety NZ Soekarno terkesan secara
sepihak mencoba mengakhiri PPJB tersebut dan meminta seluruh dokumen
girik asli yang dikuasai oleh pihak Martoji. 
“Agar
pihak Toety NZ Soekarno melunak, maka pihak Martoji terus menambahkan
pembayaran lagi senilai Rp 750 juta pada tahun 2011. Namun, pada tahun
2011 ada pihak yang diduga terafiliasi dengan Toety Soekarno dan
melaporkan Matroji atas penggelapan dokumen girik lahan Cengkareng
tersebut,” imbuh Arifin Nur Cahyono lagi meneruskan ceritanya.
Hingga
pada Agustus 2015 , dokumen girik asli yan ada pada pihak Matroji,
kemudian disita oleh Polres Jakbar terkait penyidikan terhadap penetapan
tersangka Martoji, kemudian pihak Matroji melakukan pembelaan hukum
dengan melakukan praperadilan terhadap Polres Jakarta Barat pada tahun
2015.
“Bila ditinjau dari hasil putusan
praperadilan PN Jakarta Barat, dinyatakan bahwa penetapan tersangka pada
pihak Matroji tidak sah dan semua dokumen yang disita agar segera
dikembalikan pada pihak Matoji,” bebernya lagi.
Akan
tetapi, ada yang melakukan tindakan ketidakpatuhan hukum dengan tidak
melaksanakan perintah pengadilan dengan dalih akan melakukan PK. “Oleh
sebab itu pada tanggal 18 april 2016, KRAMAT melaporkan tindakan
tersebut ke Propam, Ombudsman, serta Kapolri,” ungkap ketum KRAMAT, Nur
Arifin.
Bila meliha hal ini, menurut pandangan
Nur Arifin bahwa ini jelas sekali tidak mungkin bisa terbit sertifikat
atas lahan tersebut karena dokumen girik asli yang merupakan syarat
utama pembuatan sertifikat ada pada pihak Matroji dan selanjutnya ada di
Kepolisian Resort Jakarta Barat.
“Kami sangat
terkejut ketika mengetahui dari media massa bahwa lahan tersebut sudah
terbit sertifikat pada 8 juli 2010, dan 8 juli 2011 dan bahkan sudah
dijual kepada Pemprov DKI dengan harga sangat fantastis sebesar 668
milyar sangat jauh dari harga asli hanya sebesar 35,4 Milyar rupiah.
Maka itu sesuai dengan semangat terbentuknya KRAMAT (Komite Rakyat Anti
Mafia Tanah) dan melihat semakin banyaknya mafia tanah yang terlibat,
maka KRAMAT akan melaporkan semua pihak yang terlibat dalam proses jual
beli tanah tersebut,” jelasnya.
” Memang saat
ini gedung KPK sepi dan kami belum diterima laporannya. Namun nanti kami
akan datang lagi selepas lebaran guna melaporkan secara resmi,”
pungkasnya.[Nicholas]

Comment