Hamidah FP: Unicorn Bikin Untung atau Buntung?

Berita396 Views
Hamidah FP
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Indonesia memiliki potensi jumlah penduduk terbesar keempat dunia, yang menjadi pangsa pasar yang menggiurkan bagi para kapital negara-negara lain. Sistem ekonomi kapitalis liberal yang diemban negeri ini telah membuka seluas-luasnya Investasi asing demi meraih target pertumbuhan ekonomi. Hal ini rupanya memicu pesatnya perkembangan unicorn di Indonesia. 
Unicorn adalah sebutan bagi start up alias perusahaan rintisan yang bernilai di atas 1 miliar dollar AS atau setara Rp 14 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar AS). Di Asia Tenggara, ada 7 perusahaan unicorn, 4 di antaranya berada di Indonesia.
Perusahaan tersebut adalah Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Pemerintah Indonesia menargetkan tahun 2019 ini ada start up yang bisa menjadi unicorn kelima.
Mengapa muncul unicorn di Indonesia?
“Salah satu yang muncul itu, satu itu karena di sini (Indonesia) tidak ada aturannya. Karena tidak ada aturannya orang jadi berkreasi semaksimal mungkin,” ucap dia dalam FGD BTPN di Bali, pekan lalu. Selain itu sebut Prasetyantoko, munculnya unicorn tersebut karena adanya kesempatan yang besar di Indonesia. 
“Yang kedua opportunity itu ada di sini, tidak di sana,” ujarnya. Mengenai saat menjadi unicorn, perusahaan-perusahaan itu ternyata diambi alih oleh investor asing, Prasetyantoko menilai hal tersebut bukan merupakan suatu masalah, tetapi merupakan paradoks yang alamiah. “Karena opportunity di sini, sehingga ruang untuk berkembang itu ada di sini. Tetapi begitu dia muncul jadi unicorn, asing yang ambil, take over. Bagi saya ini alamiah untuk pasar indonesia. Karena di sini ada oppurtunity, begitu dia mau naik harus ada injeksi asing,” paparnya. Pada kesempatan yang sama, Direktur BTPN Anika Faisal menyebut, Indonesia merupakan pasar yang sangat besar dan mempunyai potensi yang sangat bagus. 
“Sehingga apapun bisa berkembang, istilahnya tanahnya subur banget ditanami apapun tumbuh, potensi apapun tumbuh,” ucapnya. Mengenai modal asing yang masuk ke unicorn, Anika menyebutkan, hal itu karena kapasitas membangun modal di Indonesia memang masih belum bisa diharapkan. “Sehingga bila mengharapkan pengumpulan modal dari dalam negeri itu yang sulit, itu lah mengapa datang dari asing,” katanya.(detikNews.com, 17/02/19)
Executive Director of Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, empat perusahaan Start-up dikuasai asing jelas itu sudah melanggar cita-cita awal pemerintah untuk menjadikannya sebagai usaha Indonesia. “Jadi nggak ada lagi kebanggan, sebelumnya kan sering digembar-gemborkan kita memiliki 4 unicorn bahkan ada yang decacorn,”.(Sindonews,28/1/2019).
Ekonomi liberal memberikan kebebasan seluas-luasnya dalam meraih keuntungan materi. Investasi asing dan longgarnya kebijakan terkait penanaman modal asing oleh pemerintah menjadi sasaran empuk bagi para kapital yang ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya. Keberadaan unicorn merupakan bukti lepas tangan pemerintah terhadap upaya anak bangsa yang telah merintis usaha dari nol kemudian mendapatkan suntikan dana dari para investor asing. Hal ini sekilas nampak menguntungkan bagi para pengusaha dalam negeri. 
Namun nyatanya tak selamanya hal itu tepat. Usaha rintisan anak bangsa menjadi beralih kepemilikan ke tangan asing. Bagi para kapital, tak ada makan siang gratis. Pastinya para investor akan meminta timbal balik dalam rangka mendapatkan keuntungan. Hal inilah yang menjadikan Indonesia tak lagi memiliki kemandirian ekonomi. Negeri ini akan disetir negara investor dalam meraup keuntungan ekonomi yang akan berdampak bagi perekonomian dalam negeri Indonesia.
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kekuatan sebuah bangsa ditentukan oleh kemandirian ekonomi salah satunya. Jika sebuah negara tidak mandiri secara ekonomi, maka ia akan menjadi budak negara lain. Tak semestinya hal ini terjadi di negeri mayoritas muslim. Jika ia teguh dengan keislamannya dan ingin negeri ini sejahtera, pastinya tak ingin negaranya terjajah secara ekonomi yang berdampak pada perpolitikan di negeri ini.
Kesejahteraan ala negara kapitalis yang diukur hanya dengan angka pertumbuhan ekonomi nyatanya tak selaras dengan kesejahteraan rakyat. Hal ini sangatlah berbeda dengan negara yang menerapkan syariat Islam. Negara khilafah menjadikan tolok ukur kemajuan sebuah negara dengan menjamin kesejahteraan setiap individu warga negaranya. Menjamin kebutuhan sandang, pangan dan papan setiap individu dengan pengaturan ekonomi yang sesuai syariah. Menyediakan lapangan kerja yang luas bagi warga negara Khilafah dan menutup kesempatan investor asing yang pastinya merugikan ekonomi negara. Negara akan mengatur kepemilikan umum, negara dan individu agar tak terjadi kedzaliman di tengah-tengah umat. 
Tak akan ada kesempatan bagi negara penjajah menguasai ekonomi dengan dalih Investasi. Karena negara akan mendukung dan memberikan modal usaha bagi warga negara. Sehingga negara khilafah menjadi negara yang kuat dan mandiri tanpa bisa disetir negara lain.
Keberadaan unicorn di negeri ini sudah seharusnya menjadikan rakyat berpikir kritis. Karena tak mampu memberikan keuntungan bagi negara dan tak berefek bagi kesejahteraan rakyat. Cukuplah sudah kondisi negeri ini yang tak mandiri secara ekonomi. Indonesia butuh revolusi sistem agar mampu menjadi negara yang mandiri dan kuat. Tinggalkan sistem kapitalis, ganti dengan khilafah.[]
Hamidah FP adalah nama pena dari Nanik Farida Priatmaja, S.Pd. Lahir di Tulungagung, 9 September 1986. Alumni Universitas Jember Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Fisika. 

Comment