Hikmatul Mutaqina, S.Pd*: Komersialisasi Tes Corona, Pemerintah Segera Kendalikan Harga

Opini423 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Sungguh tragis, fakta tidak tertangani dengan baik proses persalinan seorang ibu mengakibatkan hilangnya nyawa seorang bayi yang masih dalam kandungan.

Semakin memilukan kisahnya, karena melayangnya nyawa sang bayi tersebut akibat si ibu tidak mendapat pelayanan karena tidak bisa membayar tes Corona sebagai syarat persalinan.

Hilangnya nyawa tak sebanding dengan sebesar apapun uang. Harusnya prinsip kesehatan dan keselamatan menjadi prioritas utama dalam pelayanan rumah sakit. Tapi peristiwa tragis ini dialami Ervina Yana, seorang ibu di Makasar.

Pendamping Ervina dan juga aktivis perempuan, Alita Karen, seperti dikutip (bbc.com/18/06/2020) mengatakan, Ervina ditolak tiga rumah sakit karena biaya rapid dan swab testnya tidak ada yang menanggung. Sehingga di RS terakhir, anak dalam kandungannya meninggal.

Lagi-lagi nyawa melayang akibat mahalnya fasilitas kesehatan. Seakan jargon orang miskin dilarang sakit menjadi sebuah kenyataan yang memilukan.

Walaupun pemerintah sudah memberi jaminan layanan kesehatan melalui BPJS, namun tidak sedikit kasus pasien BPJS mendapat perlakuan buruk bahkan ditolak pihak RS karena hanya pasien kelas 3.

Apalagi di masa pandemi, tes rapid dan swab menjadi hal penting dilakukan secara massal, cepat, dan gratis. Agar virus segera bisa terdeteksi dan tidak menular ke orang yang sehat.

Namun, mahalnya biaya tes menciptakan kesulitan dan keresahan di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, orang yang pulang dari luar kota, pekerja yang mudik, santri yang akan kembali ke pesantren semuanya butuh persyaratan rapid test.

Dilansir kompas.com, Selasa (24/3/2020), di sebuah marketplace harga alat rapid test impor dari China Rp 295.000. Sementara itu akurasinya diklaim mencapai 95 persen hanya dalam waktu 15 menit.

Tapi ada juga yang menjual dengan harga Rp 900.000 per buahnya. Rata-rata harga alat rapid test di bawah Rp 1 juta. Sementara itu untuk tes PCR dan swab harganya lebih mahal, mencapai jutaan rupiah.

Dilansir kompas.com (1/6/2020), di RS Universitas Indonesia salah satunya, biaya pemeriksaan tes swab termasuk PCR adalah Rp 1.675.000 sudah termasuk biaya administrasi.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menjelaskan tingginya harga tes Covid-19 dikarenakan pemerintah belum menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET). Pihaknya menerima banyak laporan dari masyarakat tentang mahalnya harga tes seperti rapid test, PCR, dan swab. (today.line/21/06/2020)

Pemerintah sebagai wakil rakyat harusnya menjadi pelindung dan penjaga rakyatnya dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi ( HET) untuk harga tes covid 19. Bahkan memberikan secara cuma cuma.

Namun pemerintah masih enggan melakukan tanggung jawabnya itu. Cukup menjadi regulator, hanya himbauan tanpa edukasi dan sanksi yang tegas bagi yang melanggar protap.

Begitulah sikap yang diambil penguasa kita. Walhasil rakyat pun jengah, abai, bahkan apatis. Kepercayaan masyarakat pun semakin berkurang terhadap kemampuan pemerintah dalam hal mengatasi wabah ini.

Alat tes dijual dan dibandrol dengan harga tinggi dan keuntungan berlipat. Sangat disayangkan swasta mengambil momen ini sebagai bisnis semata.

Begitulah carut marut negara korporasi. Lalu dimana tanggung jawab seorang pemimpin negara?

Dalam Islam, pemimpin memiliki dua fungsi utama, sebagai raa’in dan junnah bagi umat. Kedua fungsi ini dijalankan oleh para Khalifah hingga 14 abad saat kegemilangan Islam.

Pasang surut kekhilafahan secara sunnatullah memang terjadi, tapi kedua fungsi ini ketika dijalankan sesuai dengan apa yang digariskan syara’ terbukti membawa kesejahteraan dan kejayaan umat Islam.

Khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam urusan umat.

Rasulullah Saw. bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Khalifah juga sebagai junnah (pelindung rakyat). Khalifah menjadi penjamin atas terpenuhinya kebutuhan rakyat secara berkelanjutan. Bahkan di kala umat dilanda wabah sekalipun, Khalifah ada dalam garda terdepan dalam melindungi rakyat.

Nabi Muhammad Saw bersabda:
”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)

Masyhur kisah khalifah kaum muslimin Umar bin Khatab, ketegasan dan kelembutan hatinya menuntun sanubari nya menulusuri malam menapaki deretan rumah warga untuk melihat langsung keadaan rakyatnya.

Langkahnya terhenti ketika mendengar tangisan anak-anak yang berasal dari sebuah rumah. Sang khalifah pun pergi ke rumah itu, dan ternyata keluarga kecil itu tengah mengalami kelaparan.

Tak ada yang bisa dimasak, maka ibunya memasak batu yang tidak akan pernah matang sampai anaknya tertidur karena lamanya waktu. Hati Sang Khalifah seakan tersayat, ada rakyat yang masih kelaparan, sungguh besar dosa yang ia terima akibat kelalaiannya. Ia pun menangis, memikirkan berapa besar tanggung jawabnya di hadapan pencipta.

Kemudian Umar pun mengambil gandum dan beberapa bahan makanan untuk diberikan kepada keluarga tersebut.

Demikianlah Islam memberikan tuntunan yang menjadi jaminan keamanan dan kesejahteraan. Semoga kejayaan Islam kembali terwujud, sampai dunia kembali terang benderang karena cahayanya.[]

*Praktisi Pendidikan

Comment