Karamnya Sistem Pendidikan dalam Labirin Kapitalisme

Opini51 Views

 

 

Penulis:  Jelvina Rizka | Aktivis Dakwah, Mahasiswi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–  Hari Pendidikan Nasional yang baru saja diperingati pada tanggal 2 Mei 2024 kemarin, merupakan sebuah langkah yang tidak hanya dirayakan saja, melainkan juga sebagai momentum untuk merefleksikan tantangan serta peluang yang dihadapi oleh sistem pendidikan saat ini.

Peringatan Hari Pendidikan seakan menjadi lentera yang redup, terkubur dalam kegelapan kebijakan yang meleset jauh di bawah kungkungan sistem kapitalisme.

Dilansir dari detikedu, Kemendikbudristek akan segera mengesahkan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional (Kurnas). Namun, tak semua pihak setuju, seperti organisasi nirlaba Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik) misalnya. Menurut Direktur Eksekutif Bajik, Dhita Puti Sarasvati, Kurikulum Merdeka masih compang camping. Maka dari itu, banyak kelemahan yang harus diperbaiki.

Menurutnya kurikulum resmi biasanya terdiri dari beberapa komponen, misalnya filosofi kurikulum (termasuk tujuan kurikulum dan prinsip-prinsip dasar kurikulum), kerangka kurikulum secara keseluruhan, serta bidang studi.

“Ketika awal Kurikulum Merdeka diluncurkan bagian-bagian paling esensial yakni, filosofi, prinsip-prinsip dasar kurikulum, kerangka kurikulum belum dibuat. Karena itu, Kurikulum Merdeka harus dievaluasi secara menyeluruh sebelum diresmikan menjadi Kurikulum Nasional,” tegas Puti.

Berangkat dari fakta terkait realitas bahwa porak porandanya kurikulum yang menghiasi langit-langit pendidikan, kita justru kembali dihadapkan dengan kebijakan ambigu tentang pengesahan Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Nasional.

Sebagai tonggak sejarah dalam peradaban pendidikan, seharusnya kurikulum yang berlaku dapat menjadi wadah inovasi dan perwujudan dari hakikat kemerdekaan belajar bagi generasi, namun sayangnya hal tersebut hanya akan menjadi sebuah ilusi juga narasi kelam yang kian meruncing dalam kekacauan dan ketidakjelasan sistem pendidikan dalam labirin kapitalisme.

Dalam labirin yang terus-menerus menggugat kekeringan idealis, menjadikan sistem pendidikan yang ada kian larut di bawah kuasa dan bayang-bayang kapitalisme. Merebaknya asas yang mendorong untuk mencetak produk-produk yang “bermanfaat” secara ekonomis, esensi pendidikan yang seharusnya membentuk individu yang tidak hanya berkualitas dari segi akademis, tetapi juga dari segi adab, spiritual, dan sosial.

Sekularisme sebagai ekor dalam sistem kapitalis, tentunya senang hati mengorbankan nilai-nilai spiritual dan moral demi keuntungan dan kepentingan materialistik dengan mencetak pekerja yang produktif dan konsumen yang taat.

Kapitalisme dan Kegagalan Kurikulum

Kebijakan kurikulum dalam sistem kapitalisme, menggambarkan sebuah fakta yang kompleks penuh tantangan. Negara, sebagai pengelola utama dalam upaya menentukan arah dan tujuan pendidikan pun ikut terjebak dalam labirin kepentingan ekonomi dan politik yang membingungkan.

Atmosfer yang dikuasai oleh logika kapitalis, menyampingkan potensi individu dan lebih mengutamakan kebtuhan pasar serta persaingan global seolah menjadikan ekonomi berada di atas nilai-nilai pendidikan adalah hal yang lumrah.

Di saat yang sama, ketidak-konsistenan negara untuk membuat kebijakan kurikulum mencerminkan minimnya pemahaman akan kebutuhan dan realitas di lapangan. Lagi dan lagi, kesiapan infrastruktur, pengembangan profesional guru, dan kebutuhan pelajar kian terabaikan, sehingga fokus kebijakan kurikulum menutupi ketidakadilan dan kesenjangan dalam dunia pendidikan menjadikan kemajuan pendidikan makin terhambat.

Tidak dapat dinafikan bahwa dalam sistem kapitalisme, kurikulum dengan sengaja dan terencana didesain untuk menjadi ladang pemenuhan kebutuhan pasar dan industri, bukan untuk membangun karakteristik generasi yang kokoh lagi bertanggung jawab.

Hal-hal berbau moral dan adab, spiritual bahkan agama sekalipun justru dianggap sebagai ancaman dan penghalang pencapaian target yang terukur secara meteri.

Meskipun ada kemajuan dari segi peningkatan akses pendidikan di Indonesia, kesenjangan masih menjadi masalah besar yang memerlukan penangan dan solusi yang serius. Banyak agen pendidikan (termasuk pelajar dan pengajar) yang kesulitan bahkan dipersulit untuk mengakses pendidikan yang layak sebab keterbatasan infrastruktur maupun ekonomi, sehingga bukan rahasia lagi bahwa kurikulum gagal mengangkat potensi individu akan tetapi sukses menciptakan jurang atas kesenjangan dan ketidakadilan.

Maka dari itu penting untuk menemukan kembali jalan keluar yang akan menghidupkan dan mewujudkan semangat pendidikan yang sejati sesuai dengan hakikatnya.

Pendidikan Butuh Peradaban Islam
Islam merupakan agama kompleks yang mengatur segala hal secara detail dan menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan dengan mengajarkan kita untuk menelaah secara cermat segala problematika yang terjadi berdasarkan sumber hukum yang jelas arah dan tujuannya.

Bagaimana sistem kapitalime telah menyusup keinti pendidikan, membangun paradigma yang amat sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam, hingga melahirkan generasi yang terpaku pada keberhasilan hidup yang hanya dapat diukur dengan kemampuan menghasilkan materi, adalah bukti konkret yang tidak dapat dielakkan lagi keberadaannya.

Pendidikan dalam kacamata Islam, memiliki kedudukan yang amat sangat penting, sebab merupakan sebuah kewajiban serta kebutuhan fundamental bagi tiap-tiap Individu.

Islam menegaskan bahwa, penguasaan individu terhadap sebuah bidang keilmuwan tidak terbatas pada penguasaan pengetahuan akademis, tetapi juga bagaimana implementasi dari pengetahuan yang diterima dapat membentuk karakter, moral dan adab, serta akidah yang kokoh.

Prinsip utama pendidikan dalam Islam di antaranya: Pertama merupakan tugas yang agung, sebab menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban bagi setiap individu yang mengaku Muslim.

Kedua: Pendidikan dimulai dari keluarga dan Ibu adalah madrasah pertama bagi seorang anak, maka orang tua memiliki peran dan tanggung jawab mendidik mulai dari aspek akhlak, ibadah, hingga ilmu pengetahuan.

Ketiga: Kepentingan formal dan informal yang amat sangat dibutuhkan dalam kehidupan terutama dalam kajian interaksi sosial.

Keempat: Sebagai wadah mencari kebaikan, dalam hal ini pembentukan karakter yang bertaqwa, bermanfaat bagi masyarakat serta kontribusi dalam peradaban dunia.

Kelima: Pendidikan aset seumur hidup, sebab tiap individu dianjurkan untuk terus belajar dan meningkatkan pengetahuannya.

Kelima prinsip diatas dapat terealisasikan dengan sempurna jika dibarengi dengan usaha dari Negara sebagai unsur yang turut berperan dalam sistem pendidikan. Inklusi serta keadilan dalam mengakses pendidikan, melatih dan menjamin kesejahteraan tenaga pengajar, mengembangkan kurikulum yang relevan, tak lupa juga untuk melibatkan masyarakat sebagai pengontrol jalannya pendidikan, secara holistis dan berkesinambungan menjadikan peradaban sistem pendidikan terarah menuju tujuan yang sesuai dengan prinsip Islam.

Dengan demikian, kita dapat menavigasikan labirin kapitalisme agar menjadi wahana yang mampu membentuk manusia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi umat manusia.

Sebab pendidikan dalam Islam bukan hanya tentang keberhasilan menguasai dunia, tetapi juga bagaimana kita mampu mencapai kebahagiaadn dan keberkahan di dunia dan akhirat.-[]

Comment