Pengakuan kader Partai Aceh ini, disampaikannya melalui WhatsApp, sebagaimana dilansir Modus Aceh.Com, Minggu (09/04/2017).
Azhari membantah soal pengunduran dirinya itu terkait perjanjian dengan pengamat politik di Aceh.
Dia menegaskan, pengunduran dirinya itu merupakan bentuk kekecewaan terbesarnya atas sikap Pemerintah Pusat yang tidak menghargai Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA), Nomor 6 Tahun 2006.
“Karena saya kecewa dengan sikap Pemerintah Pusat yang terus-terusan tidak menghargai UUPA, maka Senin besok saya akan buat surat pengunduran diri yang saya tanda tangani di atas materai,” tegas Azhari Cage.
Selain itu, tantangannya ke pengamat politik untuk ke notaris tidak terpenuhi, karena tak satu pun pengamat politik yang bersedia untuk menantang ajakan Azhari Cage itu.
“Tantangan saya kepada pengamat untuk ke notaris buat perjanjian potong telunjuk adalah untuk UUPA agar MK menghargai UUPA, ternyata pengamat nggak berani menerima tantangan. Jadi, taruhan potong telunjuk batal, ndak ada yang potong telunjuk dan mundur,” ujar Azhari Cage.
Itu sebabnya, karena tidak ada yang menerima tantangan, tetapi karena ia kecewa dengan sikap pusat yang terus-terusan tidak menghargai UUPA, maka tetap mengajukan surat pengunduran diri sebagai anggota DPRA.
“Semoga orang-orang yang anti UUPA dan yang menganggap saya sebagai saingan dan penghalang senang. Saleum merdeka dalam arti yang luas, wassalamua’laikum. wr wb,” tutup Azhari, kepada awak media pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap gugatan Pilkada Aceh.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi pada 4 April 2017, telah memutuskan dan menolak gugatan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf-TA Khalid.
Muzakir Manaf merupakan Wakil Gubernur Aceh aktif. Selain itu, Muzakir Manaf juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA). Dia menjabat sebagai Ketua DPA-PA sejak partai bentukan GAM itu berdiri 2007 silam alias pasca RI-GAM damai.
UU PA sendiri lahir di Aceh, pasca penandatanganan kesepakatan damai atau MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Finlandia, 15 Agustus 2005 silam.
Kesepakatan tersebut terwujud pasca musibah gempa dan tsunami melanda Aceh, 26 Desember 2004 silam. Sehingga, angkatan bersenjata GAM bersepakat damai dengan RI dan kemudian lahirlah UU PA. ***
Comment