Penulis: Tika Kartika. A,md | Pegiat Literasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Bulan suci Ramadhan baru saja berlalu, sukacita umat Islam tanah air menyambut hari Raya Idul Fitri begitu terlihat. Sayangnya, selama Ramadhan dan jelang Idul Fitri, umat Islam dibuat ketar ketir, karena harga sebagian bahan makanan pokok begitu tinggi, khususnya beras.
Daya beli masyarakatpun menurun, namun kebutuhan tetap harus terpenuhi. Pada kondisi inilah, orang yang imanya lemah akan mengambil jalan pintas dengan melakukan kejahatan.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) seperti ditulus jawapis.com mengungkapkan bahwa saat memasuki bulan suci Ramadhan kasus kriminal atau gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) mengalami peningkatan yang signifikan.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Erdi Adrimulan Chaniago dalam keterangan resminya menjabarkan, pada 18 Maret 2024 terjadi kenaikan kasus sebanyak 1.145 kasus atau 112,14 persen.
Ia menjabarkan, terdapat 5 jenis kejahatan yang menjadi catatan tertinggi kepolisian, yaitu pencurian dengan pemberatan, narkotika, curanmor, judi dan pencurian dengan kekerasan.
Laman mediaindonesia.com mengatakan, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai bahwa meningkatnya tren kejahatan pada bulan R amadhan hingga jelang Lebaran disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan di masyarakat yang tinggi.
Menurut Bambang, dengan adanya peningkatan kebutuhan, maka pengeluaran dari masyarakat juga pasti akan meningkat. Sementara, bagi sebagian masyarakat peningkatan pengeluaran biaya tersebut tak diiringi dengan peningkatan penghasilan.
Selain itu, Bambang juga sangat menyayangkan upaya yang belum maksimal mengantisipasi kejahatan ini. Menurutnya, kegiatan antisipasi kejahatan yang dilakukan hanya sebatas seremonial dan rutinitas tahunan saja tanpa ada evaluasi secara substantif.
Padahal, lanjut Bambang, siklus kejahatan di bulan Ramadan dan jelang Lebaran itu terjadi di setiap tahun. Seharusnya pemerintah melalui instansi terkait bisa mengantisipsi kejahatan-kejahatan tersebut dengan cara yang tepat.
Kasus kejahatan sangat berkaitan dengan faktor internal maupun eksternal pelaku. Faktor internal yang paling mendasar, yaitu masalah keyakinan dalam beragama (keimanan). Mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim namun sayang, keimanan tidak cukup mampu mengendalikan dirinya dari perbuatan dosa. Bahkan, sebagian dari mereka gemar melakukan kemaksiatan seperti pencurian, judi, kekerasan dan sebagainya tanpa ada rasa takut terhadap dosa.
Jika hal ini terus terjadi, maka kepribadian Islam dalam diri seorang muslim akan hilang. Mereka lupa bahwasanya setiap perbuatan yang dilakukan akan dimintai pertanggung-jawaban di akhirat kelak.
Keimanan seseorang dipengaruhi pula oleh lingkungan tempat dia hidup. Sementara lingkungan terbentuk sebagai hasil dari implementasi dari sebuah sistem hidup yang berlaku di masyarakat.
Penerapkan kapitalis- sekuler yang meminimalisir peran agama dalam kehidupan, secara tidak sadar memaksa umat menjauh dari agamanya. Dengan kata lain, sekularisme memaksa agar kehidupan terpisahkan dari aturan agama, baik itu dalam pendidikan, ekonomi, pergaulan dan lainnya.
Walhasil, sistem ini melahirkan generasi individu yang bebas berbuat dan menyandarkan kebahagiaan pada nilai materi saja. Selain itu – minimnya pembelajaran dan pengajaran agama dalam dunia pendidikan, semakin membutakan umat sehingga ukuran halal dan haram tidak lagi jadi sandaran.
Dalam masalah ekonomi, sistem ini pun telah gagal karena tidak bisa memberikan kejahteraan bagi rakyat secara menyeluruh.
Kepemilikan publik seperti sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara dan dinikmati oleh seluruh rakyat, justru diserahkan kepada individu atau segelintir orang maupun perusahaan. Tidak aneh, rakyat harus membayar mahal kebutuhan mereka, baik pokok maupun yang mendasar sebagai akibat swastanisasi pengelolaan sumber daya alam ini.
Maka, ketika kebutuhan masyarakat meningkat baik untuk makan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain, sementara pendapatan tetap, ditambah PHK besar-besaran, membuat masyarakat menjadi ‘buta mata’. Tidak aneh kejahatan menjadi marak. Sanksi yang diberikan pun tidak memberi efek jera pada pelaku. Inilah bikti gagalbya sebuah sistem.
Berbeda dengan Islam. Islam menjadikan negara sebagai ra’in (pengurus), yang menjamin kesejahteraan rakyat melalui pemenuhan kebutuhan pokok (pangan, sandang dan papan) dan kebutuhan mendasar (pendidikan, kesehatan dan keamanan) oleh negara. Kepemilikan harta dibagi menjadi kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Ketiga kepemilikan ini dijamin oleh negara, tidak akan dibiarkan salah dalam pengaturannya.
Islam juga membangun kehidupan yang aman dan tentram dengan kekuatan tiga pilar yaitu ketakwaan individu, nasyarakat yang peduli dan negara yang mengimplementasikan nilai-nikai Islam secara sempurna termasuk sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Wallahu ‘alam bisshowab.[]
Comment