Penulis: Fauziah, S.Pd | Pendidik dan Aktivis Dakwah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kasus kekerasan terhadap anak masih marak terjadi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan, terdapat 16.854 anak menjadi korban kekerasan pada 2023. Bahkan korban kekerasan tersebut mengalami lebih dari satu jenis kekerasan. Tercatat 20.205 kejadian kekerasan di dalam negeri pada 2023.
Berbagai kekerasan tersebut sebagaimana ditulis dataindonesia.id (23/2/2024) tidak hanya secara fisik tapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang hingga eksploitasi. Jenis kekerasan yang paling banyak terjadi di tanah air sepanjang tahun lalu yakni kekerasan seksual. Jumlahnya mencapai 8.838 kejadian.
Hingga Agustus 2023, KPAI mencatat sebanyak 2.355 kasus pelanggaran yang masuk sebagai laporan kekerasan anak hingga. Dilansir dari data KPAI, seperti diuangkap jawapos.com (9/10/2023) terdapat 723 kasus kekerasan yang berhubungan dengan satuan pendidikan.
Baru-baru ini laman liputan6.com (30/3/2024) mengungkap penganiayaan terhadap anak yang dilakukan oleh pengasuhnya sendiri dengan menganiaya JAP, balita 3 tahun, anak dari selebgram HSNE atau biasa disapa AP. Wanita asal Jawa Timur tersebut begitu bengis menganiaya balita tak berdosa itu hingga babak belur.
Berulangnya kasus kekerasan pada anak menjadi catatan kelam negeri ini. Berbagai pelanggaran hak anak terjadi, baik sebagai pelaku maupun korban. Tidak ada perbedaan anak di pedesaan atau pun perkotaan, mereka berada dalam gelanggang kekerasan dan situasi belum aman dari berbagai bentuk eksploitasi hingga ancaman jiwa.
Hal ini tentu saja menjadi tanggung jawab semua pihak, baik orang tua, masyarakat, satuan pendidikan, dan pemerintah.
Kasus kekerasan terhadap anak ini juga menjadi bukti anak tidak mendapat jaminan keamanan bahkan dalam keluarga. Kasus ini merupakan fenomena gunung es dan mengindikasikan lemahnya jaminan perlindungan atas anak di negeri ini bahkan di tingkat keluarga.
Perlindungan anak seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak, baik keluarga, masyarakat maupun negara. Mirisnya hari ini tidak berfungsi dengan baik. Kehidupan dalam naungan kapitalisme sekuler juga membuat beban hidup makin berat, termasuk meningkatkan stress, sehingga mengakibatkan mudahnya melakukan kekerasan.
Paradigma sekuler sebagai standar dan dasar mendidik mengakibatkan anak tumbuh dengan kepribadian yang jauh dari ketakwaan. Apalagi peran ayah dan ibu dalam mendidik serta mengasuh anak sangat minim tentang agama, karena disibukkan dengan pekerjaan, akibat tuntutan ekonomi dalam sistem kapitalis sekuler saat ini.
Hal ini juga menjadi bukti mandulnya regulasi yang ada, baik UU P-KDRT maupun UU Perlindungan anak yang bahkan sudah mengalami revisi. Maka sangat wajar, jika kekerasan atau penganiayaan terhadap anak berulang-ulang kali terjadi.
Islam mewajibkan setiap orang memahami pentingnya perlindungan anak dan berperan serta mewujudkannya dalam semua lapisan, baik keluarga, masyarakat maupun negara.
Islam memiliki mekanisme terbaik dalam upaya memberikan perlindungan anak melalui berbagai cara. Asas akidah Islam menjadikan semua individu memahami kewajiban melindungi anak. Islam juga menerapkan sanksi tegas dan menjerakan semua pihak yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak.
Tiga pilar pelindung anak; keluarga, masyarakat, dan negara tidak akan berjalan optimal tanpa penerapan Islam secara kafah. Penerapan Islam secara menyeluruh ini hanya bisa dilakukan dalam konsep pemerintahan islam. Wallahu a’lam bisshowab.[]
Comment