![]() |
Foto: copyright thinkstockphotos.com |
membesarkan anak laki-laki tunggalnya sendirian dari kecil. Semenjak
perceraiannya dengan mantan suaminya, sekitar 20 tahun yang lalu, banyak
perubahan hidup yang terjadi. Kini, anak tunggalnya telah berubah
menjadi laki-laki dewasa, sudah bekerja. Mungkin sebentar lagi akan
segera menikah dan memberinya cucu. Tapi sayangnya dia tak akan melihat
dua kesempatan itu lagi. Karena dia telah tiada.
Saya dan
anak-anak memanggilnya ‘mbok dhe’ atau ‘budhe’ Anna karena usianya
memang lebih tua beberapa tahun di atas saya. Selain itu, gayanya yang
ramah sangat mudah untuk membuat setiap orang menjadi akrab dan dekat,
apalagi anak-anak. Mungkin karena pengalaman hidupnya mengajarkan untuk
memperbanyak teman dan sahabat karena ‘kesendirian’nya sebagai seorang
janda yang harus membesarkan anaknya. Sebuah perjuangan yang tidak
mudah, jika mengingat bahwa dia pun bertahun-tahun mengidap penyakit
kanker mematikan yang menggerogoti tubuhnya.
“Aku bersyukur
sudah mampu melewati masa-masa itu dan lepas dari penyakitku. You can
call me a Cancer Survivor,” katanya sambil tertawa renyah di saat
pertemuan kami pada pertengahan tahun lalu. Lalu setelah itu kami
mendengar kabar dia melancong ke berbagai negara karena prestasinya
dalam menjual dan memasarkan produk peralatan kesehatan. Kami merasa,
memang sudah selayaknya dia mendapatkan bonus pesiar itu atas kerja
kerasnya dalam bekerja sekaligus hadiah atas perjuangannya sebagai
seorang perempuan dan ibu tunggal. Tidak semua orang bisa melakukan itu
dengan baik, sebaik dia telah melakukannya.
“Aku memang
kemana-mana harus bawa makananku sendiri. Makanan sehat yang tak memicu
kembalinya kanker dalam tubuhku,” katanya sambil membuka food container
dari plastik yang berisi sayur-mayur yang entah direbus atau dikukus
tanpa tambahan penyedap atau perasa lainnya. Ternyata dia pun masih
berjuang menjaga diri dari kemungkinan kanker menyerang lagi walau dia
sudah dinyatakan sebagai seorang cancer survivor.
Setelah itu
lama kami tak mendengar beritanya. Tapi setidaknya kami tahu dia
menikmati pencapaian-pencapaian hidup dan pekerjaannya. Sampai akhirnya,
di akhir tahun lalu, kami mendengar dia sakit kembali. Ternyata kanker
mendatanginya lagi. Perjuangan kembali harus dilakukannya menghadapi
kanker yang dulu pernah dikalahkannya. Namun ternyata kali ini dia tak
kuasa menghadapi serangan kanker yang datang lagi setelah sekian tahun
‘hilang’. Raganya pun menyerah kalah beberapa hari yang lalu setelah
serangkaian upaya untuk melawan kanker yang datang lagi kepadanya tidak
menemui keberhasilan.
Berita yang mengagetkan banyak pihak,
terutama keluarga dan sahabat yang selama ini mengenalnya sebagai
perempuan kuat, berhati baja. Budhe Anna pun pergi untuk selamanya.
Namun karya perjuangannya sebagai seorang perempuan, ibu dan orang tua
tunggal akan selalu dikenang dan menginspirasi semua yang mengenalnya.
‘Mbok dhe’ atau Budhe Anna yang selalu ramah, ceria dan menyemangati
siapa pun temannya untuk menikmati hidup. Bagi kami, walaupun kesedihan
harus kami rasakan karena kepergiannya, namun cintanya kepada sesama
meninggalkan arti mendalam yang tak akan dilupakan selamanya.
Mungkin
kanker yang diidap Budhe Anna tak pernah benar-benar sembuh. Kanker pun
telah membawanya berpulang untuk selama-lamanya. Namun kanker takkan
menghapus jejak-jejak cinta Budhe Anna yang selalu disebarkannya kepada
saudara, teman dan sahabat-sahabatnya sepanjang perjuangan hidupnya.[vem]
Comment