Mencontoh Khadijah, Menjadi Isteri yang Tak Tergantikan

Berita551 Views
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Bagi kaum wanita, tidak perlu berkecil
hati ketika kalian diciptakan oleh Allah sebagai wanita, yang memang
difitrahkan oleh Allah Ta’ala berada di bawah kepemimpinan pria.
Namun, pada faktanya, Allah Maha Adil
dengan tetap memberikan kepada kaum Hawa beberapa keutamaan yang tidak
bisa dimiliki oleh kaum Adam, salah satunya adalah menjadi figur penentu
di balik kehebatan para pria hebat dan sukses.
Ada ungkapan yang memang tidak bisa
dibantah, “di balik laki-laki yang hebat ada wanita yang hebat”. Sebab,
sudah menjadi fitrah bahwa salah satu tugas istri adalah mendukung
suaminya dalam kehidupannya. Terlebih itu dalam memperjuangkan agama
ini, mendukung suaminya dalam menuntut ilmu agama, mengamalkan ilmunya
dan mendukungnya dalam dakwah.
Hal ini sesuai dengan fitrah wanita dan
didukung juga oleh syariat, karena wanita tidak dibebankan amal sebanyak
amalan laki-laki, seperti: jihad, bakti kepada orang tua, dan dakwah.
Ini pun sesuai dengan kodrat wanita yang lebih lemah baik fisik dan mentalnya dibanding laki-laki.
Demikian Allah istimewakan para
Muslimah, dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa wanita cukup melakukan
empat hal saja untuk masuk surga dari pintu mana saja, padahal untuk
masuk surga dari pintu mana saja, memerlukan kesungguhan yang sangat
tinggi. Salah satu empat hal tersebut adalah menaati suaminya.
Mendukungnya dalam dakwah adalah salah satu bentuk “mencari rida suami”
sehingga ia bisa masuk surga.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ
خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ
بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
Artinya, “Apabila seorang wanita (1)
mengerjakan salat lima waktunya, (2) mengerjakan puasa di bulan
Ramadhan, (3) menjaga kemaluannya, dan (4) menaati suaminya, maka ia
akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu
Hibban. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir, no. 660.)
Karena sosok Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam yang menjadi suri teladan bagi umat adalah seorang
suami, maka dalam hal menjadi sosok di belakang kesuksesan seorang suami
tentunya harus mencontoh para istrinya. Istri yang paling utama dalam
hal ini adalah sosok Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha.
Khadijah penghibur hati Nabi
Khadijah tampil sebagai orang pertama yang membela, membantu, memelihara, meringankan penderitaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada masa tahun-tahun penindasan yang dilakukan oleh kaum Quraisy, terkait risalah yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam siarkan.
Ia tegak di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
sepulangnya dari gua Hira’ dalam keadaan ketakutan dan gemetaran,
setelah Rasulullah bertemu dengan Malaikat Jibril. Khadijah menyelimuti
Nabi hingga reda rasa takutnya.
“Bukankah Tuan akan menjadi pemimpin
umat, Tuan orang yang baik budi, suka memuliakan tamu, mengasihi anak
yatim piatu dan sebagainya?” kata Khadijah menghibur suaminya tercinta.
Setelah itu, Khadijah mengajak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
ke rumah saudara sepupunya yang bernama Warqah bin Nufel yang memahami
kitab Taurat dan Injil, untuk menanyakan perihal yang dialami oleh sang
suami.
Di samping Khadijah, jiwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
menjadi tenteram, karena Khadijah menjadi pendamping yang beriman,
membenarkan kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, percaya dan
optimis, serta sangat mencintai Nabi. Keimanan dan kepercayaan Khadijah
tidak sedikit pun goyah ketika kaum Quraisy mengingkari agama Islam yang
dibawa oleh suaminya. Pemuka-pemuka utama Quraisy bahkan melontarkan
tuduhan-tuduhan dengan menyebut Rasulullah sebagai tukang sihir atau
menyebutnya orang gila.
Bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
tercinta, Khadijah rela hidup keras menanggung derita dakwah yang luar
biasa, sangat kontras dengan kehidupan masa kecil hingga masa-masa
sebelum suaminya diberikan wahyu oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dalam usianya yang sudah lanjut, Khadijah ikhlas menukar kehidupan yang
biasanya lembut, mewah dan tenang, menjadi kehidupan yang keras penuh
perjuangan.
Tak Tergantikan Sepanjang Masa
Ketika Khadijah wafat, penindasan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
dan para pengikutnya yang beriman, sedang gencar-gencarnya. Namun,
Khadijah telah memberi tempat bagi dakwah Islamiyah dan meninggalkan
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam dampingan para sahabat yang beriman dan ikhlas, orang-orang yang juga rela berkorban untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Walaupun Khadijah telah tiada, kenangannya selalu membekas di hati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Pada suatu hari, adik perempuan Khadijah yang bernama Halal datang mengunjungi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Madinah. Ketika mendengar suara Halal di depan rumah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam gemetar karena terharu dan rindu kepada Khadijah. Sebab, suara Halal sangat mirip dengan suara Khadijah.
Setelah Halal pulang, Aisya radhiyallahu ‘anha
berkata cemburu, “Apa sajakah yang Rasulullah ingat, terhadap seorang
wanita Quraisy yang sudah tua dan merah mulutnya, sudah pergi bersama
dengan berlalunya waktu dan Allah telah memberi gantinya yang lebih baik
untuk Rasulullah?”
Mendengar kata-kata Aisyah itu, wajah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
spontan berubah dan menjawab dengan nada membentak, “Demi Allah,
sungguh, Allah tiada memberikan gantinya yang lebih baik kepadaku. Dia
beriman kepadaku di saat orang lain mendustakanku, ia menolong
perjuanganku dengan uang atau apapun, di saat orang orang lain tidak mau
memberikan hartanya kepadaku.”
Karenanya, wahai para istri, jadilah sosok yang kemudian tidak akan tergantikan di mata suamimu.[mina]
Penulis: Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Comment