![]() |
ilustrasi.[Google] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kisah pembangkangan dan melawan kebenaran dalam peradaban umat manusia sesungguhnya telah berlangsung sejak zaman Nabi Nuh AS. Pembangkangan tersebut juga diikuti oleh anak dan isteri Nabi Nuh sendiri.
Kebenaran adalah sebuah cita-cita besar yang menjadi visi seluruh Nabi yang diutus oleh Allah SWT. Diutusnya para Nabi membawa misi kebenaran yang paling penting adalah memahami hakikat Allah SWT sebagai satu-satunya yang paling disembah. Tidak ada sesuatu yang patut disembah, ditakuti, dicintai dan dijadikan ilah kecuali DIA saja.
Nabi pembawa pesan nubuwah diambil oleh Allah SWT sebagai contoh ril yang dapat dimengerti oleh manusia. Tidaklah mungkin Allah SWT mengambil makhluk lain untuk membawa pesan nubuwah kepada manusia.
Selain itu, Allah SWT juga mendampingi para Nabi yakni manusia pilihanNya dengan buku petunjuk yang sangat lengkap sesuai perkembangan dan budaya manusia itu sendiri. Kita kenal Zabur, Taurat, Injil dan Al-quran. Masing-masing buku petunjuk tersebut diberikan Allah SWT sesuai dengan situasi dan kondisi serta cara berfikir manusia di zamannya. Kalau boleh dianalogikan, seperti halnya sebuah jenjang pendidikan, ada tingkatan Prasekolah, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Para Nabi menjadi kepala sekolah untuk memberi pengajaran ketauhidan sesuai kapasitas pada levelnya masing-masing.
Namun visi dan misi tauhid yang diemban para Nabi untuk disampaikan kepada manusia tidak jarang mendapat perlawanan dari manusia dengan macam-macam alasan. Ada yang didasari oleh kebodohan, ikatan tradisi nenek moyang, dengki bahkan hasad yang memang sudah tertanam di dalam diri manusia.
Dalam perjalanan mengemban misi Tauhid yang harus disampaiakannya, Nabi Daud, Musa, Isa AS dan Muhammad SAW mendapat perlawanan kaumnya hingga usaha pembunuhan karena dianggap “Salah” dan bertentangan dengan ajaran nenek moyang serta dianggap mengancam posisi dan jabatan mereka. Ajakan para Nabi dikhawatirkan dapat membatasi tatanan hidup yang telah lama dianut dan mengganggu kepentingan mereka.
Bahkan Nabi Nuh AS sendiri mendapat perlawanan dari anak dan isteri. Kan’an dan ibunya itu akhirnya ditelan air bah yang diingkarinya. Kan’an begitu sinis menghardik orang tuanya, Nabi Nuh dengan perkataan yang sangat menyakitkan hati. Nabi Nuh dikatakannya sebagai orang sinting karena membuat perahu di atas bukit. Begitulah kebodohan manusia saat menerima kebenaran yang selalu diukur dari akal pikiran yang sangat materialistik tanpa memakai pertimbangan keimanan.
Kebodohan yang dikemas dengan keangkuhan kadang membuat manusia lupa bahwa sesungguhnya fungsi manusia dihadirkan di muka bumi initidak lain kecuali untuk mengabdi dan mentaati perintah-Nya. Mereka lupa bahwa di belakang pembawa risalah itu ada yang Maha segalanya, dan bisa mendatangkan angkara murka.
Kan’an dan ibunya juga umat Nabi Nuh yang membangkang terhadap ajakan kebenaran itu akhirnya dibinasakan oleh Allah SWT dengan banjir yang sangat luar biasa. Begitu pula dengan umat pembangkang para Nabi yang lain. Mereka dibinasakan dari muka bumi ini.[Abelkhonsz]
Comment