MI Islamiyah Alwathaniyah Pilih Pertahankan ABK

Berita514 Views
Adelia Permata Agustin, siswa ABK lambat belajar juara 3 dalam lomba
story telling yang diselenggarakan madrasah pada acara Milad ke 70 untuk
memupuk dan meningkatkan keberanian siswa.
RADARINDONESIANEWS.COM, JOMBANG, JAWA TIMUR – MI Islamiyah Alwathaniyah,
merupakan satu di antara madrasah mitra USAID PRIORITAS  di Kabupaten
Jombang. Madrasah ini memiliki tiga program pembelajaran, yaitu kelas
regular, kelas internasional, dan kelas inklusif. Madrasah juga
menyediakan seorang native speaker untuk meningkatkan kualitas bahasa Inggris siswa dan pengajar di kelas internasional.
Madrasah
ini memiliki 253 siswa, yang 26 siswa di antaranya termasuk dalam
kategori ABK. Kekhususan yang dimiliki diantaranya 1 siswa kurang
mendengar, 8 siswa hiperaktif, dan 17 siswa lambat belajar.  
Abd.
Fattah SS, sang kepala madrasah yang masih muda dan energik, pernah
belajar tentang pendidikan inklusif selama 6 bulan di Sekolah Madania
Parung Bogor yang berada di bawah naungan Universitas Paramadina.
Penerapan
sistim pendidikan inklusif sudah mulai dari pendaftaran. Siapa pun anak
yang mendaftarkan diterima semua selama masih ada tempat. Setiap orang
tua yang datang mendaftarkan anaknya akan mengikuti proses wawancara
bersama anaknya. Hal ini untuk mengetahui peta kemampuan anak sehingga
madrasah dapat menentukan kebijakan dan strategi pembelajaran yang
sesuai bagi anak. Dengan demikian diharapkan setiap anak dapat
memperoleh layanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya.
Guru kelas 1 sedang memberikan bimbingan kepada Dhenok Maia Ardita, siswa ABK yang mengalami keterbatasan pendengaran.
 
Strategi yang diterapkan madrasah ini untuk melayahi pembelajaran siswa ABK antara lain:
  1. Proses pembelajaran di kelas 1 – III dibimbing oleh dua orang guru dengan model team teaching.
    Seorang guru menyampaikan materi untuk semua siswa dan guru lainnya
    bertugas mendampingi siswa ABK agar bisa mengikuti proses belajar.
  2. Ada
    sesi parenting untuk orang tua siswa ABK. Mulai awal masuk madrasah dan
    6 bulan berikutnya, orang tua mendapat pendampingan melalui paguyuban
    kelas. Tujuannya agar terjadi pemahaman yang sama antara pihak madrasah
    dengan orang tua siswa.
  3. Adanya buku komunikasi yang menjadi
    media penghubung antara guru dengan orang tua ABK. Guru dan orang tua
    bisa mengetahui perkembangan ABK, baik di rumah maupun di madrasah. Hal
    ini untuk mempermudah dalam menentukan tahapan bimbingan selanjutnya.
  4. Madrasah
    juga menyediakan kelas khusus untuk pelajaran tambahan bagi ABK dan
    siswa lain yang kesulitan maupun ketinggalan pelajaran.
  5. Ada program pengembangan bakat anak sesuai dengan bakat dan minat setiap siswa.
Ada
peristiwa menarik yang membuktikan komitmen kepala madrasah terhadap
layanan pembelajaran bagi siswa ABK. Pada saat orang tua mengetahui
bahwa madrasah menerima siswa ABK, banyak orang tua yang belum memahami
ABK dan pendidikan inklusif, mengancam akan memindahkan anaknya. Namun
kepala madrasah lebih memilih mempertahankan ABK.

 
Guru memberikan bimbingan pada siswa ABK secara perorangan di luar jam belajar.
Menurut pertimbangannya, siswa yang normal bisa
dengan mudah mencari madrasah lain, sedangkan siswa ABK akan mengalami
kesulitan mencari madrasah karena tidak setiap madrasah bisa menerima
mereka. Seiring waktu dan setelah mengetahui dampak positif program
madrasah tersebut, orang tua kini bisa menerimanya.
Madrasah juga mengikutsertakan siswa ABK dalam kejuaraan sampai tingkat nasional. Pada saat acara Joyful camp
yang diikuti oleh sekolah internasional seluruh Indonesia pada bulan
Desember 2015, madrasah ini mendapat 9 tropi dan 2 di antaranya diraih
oleh ABK nama Gunawan Syahputra, siswa ABK hiperaktif dan lambat belajar
juara 2 dalam lomba matematika kelas V, dan Muhammad Roudlatul Hidayat,
siswa ABK keterbatasan penglihatan juara I dalam lomba story telling kelas VI. (Wsa)

Comment