RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Kabar tentang rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur menjadi isu menarik di Jepang. Bahkan pada ajang Indonesia Business Forum (IBF) garapan Indonesia Investment Promotion Center (IIPC)/BKPM yang digelar di The Grand Ginza Jepang, potensi investasi di seputar calon lokasi IKN Indonesia yang baru dikupas secara khusus.
Ajang IBF ini mengangkat tema Exploring the Opportunity of Western Indonesia and Indonesia’s New Capital City. Delegasi Kaltim dipimpin Plt Sekda HM Sa’bani mewakili Gubernur Isran Noor.
Materi yang dipaparkan terkait “Capitalizing East Kalimantan as Indonesia’s New Capital Destination” dengan judul materi “East Kalimantan Your Next Investment Destination”. “Berbagai potensi dan kesiapan Kaltim untuk menjadi IKN, kami paparkan di forum yang sangat baik ini. Harapan kita setelah ini tentu investor Jepang bisa lebih banyak datang untuk berinvestasi ke Kaltim,” kata Sa’bani. (kaltimprov 30/10/2019)
Proyek IKN yang ditetapkan pemerintah membutuhkan dana yang besar, biaya tersebut didapat dari kerjasama asing melalui investasi.
Pemerintah memberikan keleluaasaan pihak asing untuk berperan dalam membangun ibu kota baru berbasis utang. Tidak hanya diberi peran dalam skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) saja, tetapi juga diberi skema swasta. Tentu hal ini sangat bergantung pada daya tarik dan iklim investasinya.
Apakah memberikan keuntungan atau tidak. Pihak swasta tentu menghitung risiko dan keuntungan yang akan diperoleh. Apalagi Pemerintah tidak akan memberikan insentif apa-apa kepada swasta, tetapi akan memberikan kepastian konsesi. Itu jauh lebih penting daripada tax insentif atau insentif fiskal lain.
Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per akhir Oktober US$ 400,6 miliar atau sekitar Rp 5.614,41 triliun kurs saat ini. Angka ini naik 11,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, lebih cepat ketimbang pertumbuhan September yang sebesar 10,4%. (CNBC Indonesia, 16/12/2019)
Melihat perkembangan ULN tersebut, apabila pembiayaan pembangunan ibukota negara dibebankan pada utang, tentu akan menambah berat kondisi keuangan negara. Oleh karena itu, biaya pembangunannya tidak perlu dilakukan dari utang. Kalaupun pembangunannya dari utang, maka ini akan bisa menjadikan ruang fiskal semakin sempit.
Pasalnya, bayar utang bunga saja cukup mahal, tertinggi se-Asia Pasifik, di atas 8%, belum lagi utang pokoknya. Pemerintah mengklaim pembiayaan pemindahan ibu kota negara tidak hanya berasal dari utang. Skema pembiayaannya juga berasal dari APBN Rp 89,4 triliun (19,2%), Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sebesar Rp 253,4 triliun (54,4%) dan swasta Rp 123,2 triliun (26,4%).
Meskipun demikian, tentu saja peluang sangat besar diberikan dalam membangun IKN baru ini adalah pihak swasta dengan berbagai skema yang disiapkan. Swasta akan memiliki peran penting dalam membangunnya. Bahkan swasta diberi keleluasaan secara pasti sebesar 26%. Peran swasta ini juga perlu hati-hati karena sarat dengan kepentingan.
Nampak jelas tidak ada kemandirian ekonomi jika bergantung pada asing, yang ada hanya menambah beban utang negara yang terus bertambah.
Maka ketergantungan pada asing membuat negara ini akan terus mengutang, bahkan menjadi pengutang yang sangat besar. Setiap tahun harus membayar cicilan utang dan bunga yang besar.
Padahal utang negara kita sudah terlalu banyak. SDA juga sudah tidak bisa diharapkan lagi meskipun melimpah namun sudah dikuras habis oleh asing. Seperti tambang emas di Papua bisa mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Namun alih-alih mensejahterakan rakyat Indonesia, untuk rakyat Papua saja dengan kondisi alam bak surga harus hidup bahagia dengan kemiskinanya.
Kecemburuan sosial dari daerah lainnya juga sangat berpotensi muncul lantaran tidak terpilih sebagai ibu kota. Dengan keadaan sekarang saja OPM memanfaatkan kondisi Papua untuk memisahkan diri dari Indonesia. Akibatnya ekonomi Indonesia makin terjajah dan beban hidup rakyat makin berat.
Pindah IKN baru adalah solusi yang di buat pemerintah karena banyaknnya beban permasalahan di IKN saat ini (Jakarta). Lantaran alasan ini secara tidak langsung menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memeratakan kesejahteraan untuk rakyatnya, dan mengatasi kemiskinan, serta menyediakan pendidikan yang layak bagi warganya. Justru sebaliknya malah menyengsarakan rakyat dengan mencabut bantuan subsidi masyarakat, dan menaikan pajak terus-menerus demi menutupi biaya yang sangat tinggi untuk pembangunan IKN baru.
Karena hanya dua hal itu yang bisa dilakukan pemerintah selebihnya pemerintah hanya bisa berhutang.
Akibatnya ekonomi Indonesia makin terjajah dan beban hidup rakyat makin berat. Lagi-lagi solusi tambal sulam yang ditawarkan untuk Indonesia. Ketika solusi Islam yang ditawarkan, ditolak mentah-mentah ide tersebut. Padahal Islam adalah solusi tanpa masalah, bukan solusinya pengadaian.
Dalam sistem ekonomi Islam, sebagaimana dijelaskan Syeikh Abdul Qadim Zallum dalam buku sistem keuangan khilafah, membagi infrastruktur dari sisi kepemilikan menjadi tiga jenis.
Pertama: Infrastruktur milik umum yang terbagi menjadi: 1)Jalan-jalan umum, danau, sungai, kanal, atau terusan, lapangan umum dan masjid.
2)Pabrik/industry yang berhubungan dengan benda-benda milik umum seperti pabrik/industri eksplorasi pertambangan, pemurnian dan peleburannya, juga pabrik /industri minyak bumi dan penyulingannya.
Kedua: infrastruktur milik negara yaitu seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan: meliputi sarana yang ada di pedesaan, provinsi maupun yang dibuat negara selama bermanfaat dan membantu masyarakat. Misalnya: pelayanan pos, surat-menyurat, telepon, satelit, dan lain-lain.
Ketiga: infrastruktur milik individu seperti industry berat dan senjata, landasan pesawat terbang, sarana transportasi seperti bus dan pesawat terbang dan lainnya.
Infrastruktur yang masuk kategori milik umum harus dikelola oleh negara dan dibiayai dari dana milik umum. Bisa juga dari milik negara, tetapi negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaanya.
Walaupun ada pungutan, hasilnya harus dikembalikan ke rakyat sebagai pemiliknya dalam bentuk yang lain.
Ini termasuk juga membangun infrastruktur atau sarana lain yang menjadi kewajiban negara untuk masyarakat seperti sekolah-sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, jalan-jalan umum, dan sarana-sarana lain yang lazim diperuntukan bagi masyarakat sebagai bentuk pengaturan dan pemeliharaan urusan mereka.
Dalam hal ini, negara tidak mendapat pendapatan sedikitpun kecuali subsidi terus-menerus. Jadi, sama sekali tidak ada pencabutan subsidi dan pos pendapatan pemerintah dari sarana-prasarana masyarakat.
Infrastruktur yang dibutuhkan tetapi tidak begitu mendesak dan masih bisa ditunda pengadaannya misalnya jalan alternatif, pembangunan gedung sekolah tambahan, perluasan masjid dll. Infrastruktur tidak boleh dibangun jika negara tidak memiliki dana sehingga tidak dibolehkan pembangunan infrastruktur tersebut dengan jalan utang dan pajak.
Adapun Infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan menundanya akan menimbulkan bahaya bagi umat semisal, satu kampung atau komunitas tertentu belum memiliki jalan umum, sekolah, universitas, rumah sakit, saluran air minum. Tanpa memperhatikan ada atau tidak ada dana APBN atau Baitul Mal maka harus tetap dibangun.
Jika ada dana APBN atau Baitul Mal maka wajib dibiayai dari dana tersebut. Tapi, jika tidak mencukupi maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak (dharibah) dari rakyat.
Jika waktu pemungutan dharibah memerlukan waktu yang lama, sementara infrastruktur harus segera dibangun, maka boleh negara meminjam kepada pihak lain. Pinjaman tersebut akan dibayar dari dana dharibah yang dikumpulkan dari masyarakat. Pinjaman tidak boleh ada bunga.
Semua permasalahan hanya bisa diselesaikan dengan kesediaan mereka untuk mengamalkan dan memberlakukan syariat Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan (pemerintahan, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, sosial, dsb) jika syariat Islam diterapkan secara kaffah tentu keberkahan menimpa ruah memenuhi negeri ini.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. AL A’raf:96).
WalLahu a’lam.
Comment