Pergaulan Bebas, Hempaskan Naluri Keibuan

Opini40 Views

 

Penulis : Irma Ismail | Aktivis Muslimah Peduli Generasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Berita bayi yang baru dilahirkan dan langsung dibunuh oleh ibu yang melahirkannya kembali terjadi. Seorang wanita berusia 22 tahun di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), akhirnya seperti ditulis tribunnews.com Kamis (21/12/2023) ditangkap polisi setelah membunuh bayinya dan menyembunyikan mayatnya di dalam termos nasi. Pacar tak bertanggung jawab menjadi alasan klasik dari perbuatannya ini.

Kasus di atas bukanlah kali pertama, ada banyak kasus serupa yang terjadi dengan rentang usia pelaku beragam meskipun dengan alasan sama yaitu pergaulan bebas. Sebelumnya pada bulan September 2023 juga terjadi di kota Samarinda, seorang remaja puteri berusia 15 tahun tega menyayat bayi yang baru dilahirkannya. Sungguh tragis!

Kasus hamil di luar nikah memang sangat mengkhawatirkan dan ini selaras dengan adanya dispensasi nikah yang menandakan banyaknya angka kehamilan di luar pernikahan. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan bahwa anak muda sekarang ini harus mengerti tentang pendidikan seksual. Hal tersebut menyusul dengan sebuah data tentang 50 ribu anak menikah dini karena mayoritas hamil di luar nikah.

Menurut data Komnas Perempuan seperti ditulis cnnindonesia Selasa (18/7/2023) dispensasi perkawinan anak meningkat 7 kali lipat sejak 2016. Sepanjang tahun tersebut, total permohonan dispensasi pada 2021 meningkat menjadi 59.709.

Sekulerisme, Biang Kerusakan

Tentunya kasus hamil di luar dan dispensasi nikah bukanlah kabar gembira atau kenaikan yang harus dirayakan, tetapi ini sangat mengkhawatirkan dan menyedihkan ketika remaja putri bahkan tidak menghargai, menghormati dirinya sendiri, hingga harus terjerumus dalam pergaulan yang salah.

Ada banyak faktor penyebabnya jika hendak dirunut satu persatu, tetapi pada akhirnya akan berujung pada sebuah akar masalah yang sama yaitu kehidupan dunia yang sudah terlepas dari sendi-sendi agama.

Agama tak lagi menjadi pedoman, tak lagi menjadi batasan dalam beraktivitas. Inilah buah dari sistem kehidupan yang saat ini. Sistem kehidupan sekuler yang menjauhkan urusan agama dari kehidupan dunia. Tolak ukur bukan lagi halal dan haram tetapi apakah perbuatan ini bermanfaat atau tidak, menguntungkan atau tidak.

Semua berorientasi pada materi dan membebaskan diri untuk bisa berbuat apa saja, kalau pun ada batasan yang dipakai maka itu juga tidak permanen dan bisa berubah tergantung kesepakatan banyak orang.

Banyaknya kasus kehamilan di luar pernikahan dan dalam usia sekolah, justru malah dipermudah dengan adanya dispensasi nikah. Bahkan beberapa tahun silam sempat ada wacana untuk pelegalan aborsi agar aborsi aman dan bisa menekan angka kematian ibu dan bayi. Aborsi menjadi jalan lain karena kehamilan yang tidak diinginkan. Namun hal ini tidak terealisasi karena banyaknya penolakan dari masyarakat. Jika sampai disetujui, maka ini adalah solusi bodoh, bukannya menghilangkan permasalahan tetapi membuat masalah menjadi berkembang biak.

Permasalahan yang menyangkut remaja atau percintaan adalah masalah yang tak lekang dimakan waktu. Perasaan yang muncul di antara laki-laki dan perempuan memang merupakan fitrah manusia. Akan tetapi sayangnya, perasaan yang dikatakan dengan “Cinta” ini yang seharusnya berpahala lewat rumah tangga malah disalurkan lewat pacaran dan mengakibatkan malapetaka, yakni kehamilan di luar nikah, aborsi bahkan bisa berakhir dengan kematian.

Penggunaan media sosial pun tak luput menjadi andil bagi kerusakan moral remaja. Media sosial menjadi jalur tercepat dalam menyampaikan informasi apa saja, tak sedikit tayangan pornografi dan pornoaksi, bahkan konten-konten yang tidak mendidik dengan mudah semua itu berseliweran di gadget tanpa memandang usia pemiliknya.

Betapa bebasnya akses media ini dijangkau semua kalangan. Negara bukannya tak tahu akan hal ini, solusinya hanyalah himbauan dan ajakan untuk bijak dalam bermedsos. Negara tidak melindungi remaja dengan sepenuhnya, buktinya masih saja ada celah bagi para durjana menghancurkan para remaja ini. Termasuk kasus ini efek dari pergaulan bebas yang semakin lama semakin meningkat tiap tahunnya.

Solusi yang ada pun tak berjalan efektif. Adanya dispensasi nikah justru menambah daftar tunggu calon pengantin yang tengah hamil dalam usia sekolah. Selain itu, karena tidak didukung perangkat sistem serta pengawasan dari masyarakat dan negara. Demikianlah akibat penerapan sekularisme liberal yang menjauhkan pemuda dari aturan Islam. Bahkan mereka pun tak kenal siapa dirinya.

Solusi Islam, Memanusiakan Manusia

Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, memberikan solusi atas setiap problematika kehidupan tak terkecuali terkait permasalahan yang menyangkut pergaulan laki-laki dan perempuan. Allah ciptakan ketertarikan antara laki-laki dan perempuan adalah hal yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam memberi solusi pernikahan jika ada ketertarikan dan mampu untuk menikah, tetapi jika belum mampu untuk menikah, maka berpuasa adalah solusi untuk lebih mendekatkan diri pada Allah Swt .

Selain itu, menjaga batas interaksi pergaulan , menutup aurat ketika berada di ruang publik adalah salah satu cara dari menjaga pandangan mata dan pergaulan yang sehat. Semua ini akan berjalan maksimal jika masyarakat, sistem perundangan dan negara juga berperan serta.

Cinta atau gharizah nau’ dalam Islam hanya diwujudkan dalam pernikahan hubungan suami isteri. Islam memberantas pergaulan bebas di kalangan remaja mulai dari pencegahan (preventif) dan kuratif. Agar remaja selamat maka perlu seruan dakwah mengkaji dan mendakwahkan Islam Kaffah agar terhindar dari bahaya pergaulan bebas.

Pendidikan seksual kepada anak akan dilakukan oleh orang tua di rumah. Pengenalan diri sebagai manusia yakni hamba Allah secara umum, di mana mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia baik laki-laki ataupun perempuan. Secara khusus ketika terkait dengan jinsi atau jenis kelamin. Allah berikan tanggung jawab berbeda sesuai dengan fitrahnya sebagai laki-laki atau sebagai perempuan.

Dibedakannya dalam sisi ini bukan untuk mengungguli satu dengan yang lain, atau satu lebih baik dari yang lain. Tetapi semua sudah Allah atur sesuai dengan kadarnya masing-masing. Hubungan yang saling melengkapi dan bukan saling menggantikan.

Orang tua, terutama ibu sebagai pendidik pertama amat sangat berperan dalam tumbuh kembang anak. Dari rumahlah anak harus mengtahui jati diri dan tujuan hidupnya. Mempersiapkan anak sedari kecil, agar ketika baligh anak sudah siap dengan kehidupan barunya. Sebuah kehidupan yang bertanggung jawab, dan ini akan maksimal ketika masyarakat berperan, sistem yang menjaga kehidupan dengan aturan yang berjalan dan negara yang menjalan fungsinya sebagai pelaksana dan mengawasi.

Tentu semua itu akan dapat terwujud ketika menjadikan Islam sebagai dasar berpijak dalam kehidupan, bukan dalam ibadah saja tetapi dalam aspek kehidupan kita. Maka Islam sebagai Rahmatan lil’alamin akan terwujud. Wallahu’alam.[]

Comment