Rahmi Surainah, M.Pd: Stunting, Bukan Salah Bunda yang Bunting

Berita389 Views
Rahmi Surainah, M.Pd
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sejak dalam kandungan hingga lahir, bunda pasti memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Apa pun akan dilakukan untuk kesehatan janin atau buah hatinya, memenuhi standar karbohidrat, air, mineral, zat besi/kalsium, vitamin, protein, dan sebagainya. Namun, tidak sedikit bunda karena keterbatasan dari sisi ekonomi akhirnya kesehatan janin dan buah hati ala kadarnya dipenuhi. Buah hati pun terhambat pertumbuhan dan perkembangannya. Jika sudah terlanjur demikian bukan salah bunda yang bunting, sehingga stunting pada buah hati pun terjadi.
Keterbatasan ekonomi dan desa tertinggal kadang membuat akses ilmu dan kesehatan pun terhambat. Tidak sedikit bunda yang tidak paham bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak tidak hanya dilihat dari berat badan saja. Tinggi badan juga perlu dipantau karena banyak yang tidak menyadari bahwa anak pendek adalah permasalahan gizi yang cukup buruk bagi kesehatan anak.
Stunting adalah kondisi anak yang mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan ia lebih pendek dibanding teman seusianya. Stunting disebabkan oleh tidak tercukupinya asupan gizi anak bahkan sejak masih dalam kandungan. 
Stunting di Kaltim, khususnya di Kutai Barat berdasarkan data Dinas Kesehatan, presentasi stunting tingkat nasional berada pada angka 30,8% dan menduduki peringkat ke-5 diantara kabupaten/kota yang ada di Kaltim tahun 2018.
Dalam upaya menekan tingginya angka stunting di Kubar tersebut, Pemda setempat mengharuskan OPD terkait melaksanakan tupoksinya masing-masing, hingga merangkul Camat dan Kepala Kampung guna efektif dan efisiensi progam tersebut.
“Dalam menekan angka stunting ini, kami sudah melakukan Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif. Yakni dengan memberikan tablet tambah darah dan makanan tambahan untuk ibu hamil dan remaja puteri guna persiapan kelak mengandung dan melahirkan,” ujar Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Kubar Rachel Pakkung, Barong Tongkok, Senin (25,3/2019). (RRI.co.id,25/3/2019)
Selain itu, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMPD)menetapkan Kubar sebagai Lokasi Kiprah Desa 2019. Ditetapkan Kubar sebagai lokus karena menjadi perhatian pemerintah ditetapkan sebagai lokus progam penanganan stunting. (AntaraKaltim.co,29/3/2019)
Berbagai penangan pemerintah setempat untuk menekan angka tinggi stunting. Namun, upaya yang dilakukan pemerintah dari sektor kesehatan seperti Kementerian Kesehatan dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional hanya berkontribusi sebesar 30%.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengungkapkan 70% kontribusi dalam upaya penurunan masalah kekerdilan atau stunting berasal dari luar sektor kesehatan. Seperti ketahanan pangan, ketersedian air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan sebagainya. (AntaraNews.co,28/2/2019)
Stunting berawal dari permasalahan yang bercabang dari sistem negara. Ketika sistem kesehatan sudah dilakukan dengan sistemik dan mengarahkan berbagai elemen tetapi tidak juga berhasil menekan atau menyentuh akar problem stunting. 
Sistem kesehatan memang terkait dengan sistem lain, seperti ekonomi yang mana masyarakat tidak bisa memenuhi unsur hidup sehat akibat keterbatasan ekonomi. Sistem pendidikan pun minim sehingga ketidaktahuan terhadap pola hidup sehat menambah tingginya angka stunting. Sistem sosial yang acuh dan tidak peduli terhadap lingkungan membuat air, udara, dan alam bersih terancam sehingga ibu hamil atau anak jauh dari ideal sehat. 
Semua sistem tersebut tidak lepas dari gaya hidup kapitalis sekulerisme. Gaya hidup instan, tidak peduli halal dan tayyibnya makanan, beban hidup yang sulit, termasuk psikologis, pikiran serta hati yang jauh dari ketenangan menambah berbagai penyakit bermunculan termasuk stunting. Ibu hamil, melahirkan dan menyusui serta merawat buah hatinya tidak didukung oleh sistem yang ada juga menambah tingginya angka stunting.
Jika demikian, stunting bukan salah bunda yang bunting. Tetapi memang sistem dan ideologi kehidupan saat ini yang seharusnya disalahkan dan ditinggalkan beralih kepada sistem dan ideologi yang membawa kebaikan dan keberkahan, yakni Islam.
“Dan hendaklah orang-orang yang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan lemah yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.” (TQS. An-Nisa’: 9)
Dalam Islam, anak-anak tidak hanya diperhatikan dalam hal kesehatan tetapi juga jiwa atau kepribadian yang tangguh. Jika fisik saja lemah bagaimana keadaan mental dan jiwa bisa menjalankan ibadah dan amanah kehidupan. Oleh karena itu, orang-orang yang takut kepada Allah pasti menyiapkan anak-anak yang kuat, baik sehat fisik maupun mentalnya.
Stunting merupakan tanggung jawab semua, baik individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Jika individu terbatas dalam skup keluarga, misalnya keterbatasan ekonomi maka negara harus mengatasinya, yakni menyejahterakan keluarga. 
Pencegahan dan penyelesaian stunting perlu andil negara. Negara harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya untuk rakyat sehingga stunting bisa dicegah. 
Ketentuan Islam mengharuskan pemimpin menjadikan rakyat sebagai tuan yang harus dipenuhi kebutuhannya. Sumber daya alam dan energi harus dikelola oleh negara dan diperuntukkan bagi seluruh rakyatnya. 
Ketika seluruh rakyat sudah terjamin kebutuhan pokoknya, akses pada pangan bergizi menjadi hal yang mudah maka tidak akan ada lagi kasus stunting yang diakibatkan oleh sistem. Stunting bukan bunda salah bunting tidak akan terjadi, karena bunda bangga mengandung dan melahirkan buah hati telah dijamin sehat fisik dan mentalnya oleh negara. 
Hanya negara yang takut kepada Allah dengan menjalankan seluruh sistem kehidupan sesuai aturan Allah maka stunting bisa dicegah dan diatasi. Wallahu a’lam.[]

Comment