Sherly Agustina, M.Ag*: Negative Thinking Terhadap Good Looking, Perlukah ?

Opini498 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM,  —-Rasulullah Saw. bersabda:
“Rabbmu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shobwah (kecondongan untuk menyimpang dari kebenaran).” [HR. Ahmad].

Menag mengatakan bahwa cara paham radikal masuk melalui orang yang berpenampilan baik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang bagus. Si anak ‘good looking’ ini, jika sudah mendapat simpati masyarakat, bisa menyebarluaskan paham radikal. “Cara masuk mereka gampang. Pertama, dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan bahasa Arab bagus, hafiz, mulai masuk, ikut-ikut jadi imam, lama-orang orang situ bersimpati, diangkat jadi pengurus masjid. Kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide yang tadi kita takutkan,” ucapnya (detikNews, 4/9/20).

Fachrul kemudian meminta KemenPAN-RB atau instansi lainnya yang berkaitan menyeleksi ASN harus betul-betul memperhatikan itu. Lalu dia mengatakan ada kemungkinan radikalisme itu masuk dengan dua cara, yakni melalui lembaga pendidikan dan di rumah ibadah. “Kemungkinan kedua, masuknya, saya kira di lembaga pendidikan. Pada saat dia ASN, ada pendidikan-pendidikan, kursus-kursus bisa masuknya melalui itu. Nah, untuk itu, betul-betul kita waspadai di lembaga pendidikan kita, betul-betul pembimbing-pembimbingnya, dosen-dosennya, mereka-mereka yang memang bersih dari peluang-peluang radikalisme itu. Kalau nggak, masuknya dari sana,” tutur Fachrul.

Pernyataan Menag tentang good looking ada kaitannya dengan radikalisme banyak menuai protes dan menjadi polemik di masyarakat dan para tokoh, terutama anggota komisi VIII DPR dan para ulama.

Mengapa seorang menteri bisa membuat pernyataan seperti itu, apa landasannya? Bukankah setiap yang diucapkan oleh seorang muslim harus bisa dipertanggung jawabkan, bukan hanya di hadapan manusia tapi juga di hadapan Allah.

Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily menilai pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi soal radikalisme yang masuk melalui anak good looking hingga hafiz Al-Qur’an tak sepenuhnya tepat.

Komisi VIII menyarankan Fachrul mempelajari secara komprehensif soal cara penyebaran paham radikal. Ace menilai good looking dan hafiz Al-Qur’an bisa jadi salah satu modus saja. Ace meminta Fachrul Razi tidak menggeneralisasi karena, menurutnya, bisa memunculkan kekeliruan di masyarakat.

Lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menarik ucapannya terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik atau good looking dan memiliki kemampuan agama yang baik. MUI menilai pernyataan Fachrul itu sangat menyakitkan.

“MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata,” kata Wakil Ketua MUI Muhyiddin Junaidi.

Seharusnya Menag, yang berlatar belakang militer, lebih mengerti tentang peran umat Islam Indonesia dan menjadikannya sebagai rujukan untuk menciptakan stabilitas nasional, persatuan, dan kemajuan di tengah kebinekatunggalikaan,” kata Muhyiddin, yang juga Ketua Hubungan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah. Muhyiddin juga menyindir Fachrul yang dianggap kerap menyudutkan umat Islam sejak menjabat Menag. Padahal, kata Muhyiddin, ada pengikut agama lain juga yang melakukan gerakan radikal.

Selain itu, Ketua Komisi VIII Yandri Susanto menjelaskan tentang laporan sejumlah pihak yang tersinggung atas pernyataan Fachrul karena dianggap tak pantas diucapkan oleh seorang menteri agama. Di antara laporan tersebut dari pengasuh pondok pesantren dan ulama yang memprotes ucapan Fachrul tersebut.

“Banyak sekali ulama yang hubungi kami, pondok pesantren yang mencetak Al-Qur’an termasuk Ponpes kami, termasuk keluarga saya banyak yang hafal Al-Qur’an. Saya tersinggung sekali, Pak,” kata Yandri (CNNIndonesia, 9/9/20).

Yandri menilai pernyataan tersebut seolah-olah menggambarkan bahwa orang-orang yang menguasai agama Islam dan hafal Al-Qur’an sebagai kelompok radikal. Padahal, para penghafal Al-Qur’an bukan radikal, tapi justru sedang mengamalkan ajaran agama.

Dalam Islam, ilmu dikaji untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan menebar manfaat untuk orang lain.
Sejak awal dilantik, Menag sering membuat pernyataan dan kebijakan yang kontroversial dan menyakitkan umat Islam. Menghubung-hubungkan good looking dengan radikalisme adalah pernyataan yang tendensius dan tak beralasan.

Bukankah sebuah keindahan jika seorang muslim itu good looking, apalagi jika baik luar dan dalam. Hal ini mencerminkan indahnya Islam jika diwujudkan dalam perilaku seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari. Apa sebenarnya radikalisme yang dimaksud oleh Menag?

Radikalisme dalam KBBI adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Benarkah orang yang good looking melalukan cara-cara kekerasan? Fakta di lapangan tidak menunjukkan hal tersebut.

Namun, jika maksud radikalisme itu adalah setiap sikap yang bertentangan dengan penguasa atas kebijakan yang salah dan terkadang dzalim. Maka, para ulama di masa dahulu adalah orang yang paling radikal di hadapan penguasa.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berdiri di atas mimbar untuk mengkritik dan memberikan nasihat kepada Gubernur Yahya bin Sa’id yang terkenal dengan julukan Ibnu Mazâhim Al-Dzâlim Al-Qadha. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata, “Semoga orang Islam tidak dipimpin oleh orang yang paling dzalim; maka apa jawabanmu kelak ketika menghadap Tuhan semesta alam yang paling pengasih? Gubernur itu gemetar dan langsung meninggalkan apa yang dinasihatkan kepadanya” (Muslimahnews).

Karena di dalam Islam, agama adalah nasehat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: “Agama itu adalah nasihat”. Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?” Nabi–shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– bersabda: “Untuk Allah, kitab suci-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan kaum Muslimin pada umumnya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad. Lafal Muslim).

Kemudian jika radikalisme yang dimaksud adalah sebagai upaya deradikalisasi Islam yang kian membumi dan mulai diterima di tengah-tengah masyarakat dunia.

Maka hal tersebut adalah sebagai upaya menyerang ajaran Islam dan para pemeluknya, serta kedok untuk menghambat kesempurnaan ajaran Islam.

Karena khilafah adalah ajaran Islam, para ulama tidak pernah berselisih pendapat tentang khilafah. Apalagi khilafah adalah janji Allah dan kabar gembira baginda Rasulullah Saw. yang tertuang di dalam hadis riwayat Ahamd.

Lebih dari itu, khilafah adalah sebuah keniscayaan dan satu-satunya solusi bagi umat sedunia saat ini. Kapitalisme saat ini sebagai way of life di dunia, nyatanya telah gagal mengatasi pandemi yang menyeret negeri ini bahkan dunia pada resesi. Di masa Rasul dan para sahabat pernah terjadi wabah menular, tapi tak pernah ada kabar mengalami resesi. Lalu, masihkah berharap pada aturan buatan manusia? Sementara apa yang pernah dicontohkan oleh Rasul Saw. jelas memberi solusi. Cukuplah ayat ini menjadi renungan.

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”. (TQS. Al Maidah: 50).

Allahu A’lam Bi Ash Shawab

Comment