Suta Widhya: Ki Gendeng Pamungkas Itu Mirip Ki Samanhudi Bukan Rasis

Berita511 Views
Ki Gendeng Pamungkas.[Ist]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kuasa Hukum Ki Gendeng Pamungkas/KGP Juju Purwantoro SH MH menolak kliennya dikatakan rasis. Menurut Juju melihat seseorang tidak bisa dilihat hanya pada video dan tulisannya. Tapi, sejauh mana mengeksplorasi di kehidupan sehari-hari.

Inti perlawanan yang dilakukan oleh KGP selama bertahun-tahun adalah melakukan kritisi introspeksi kepada rezim Pemerintahan yang tengah berlangsung agar bisa mengurangi penguasaan Modal dan Ekonomi oleh segelintir atau sekelompok kecil keturunan Cina, sehingga tidak terjadi monopoli kekuasaan ekonomi oleh kelompok Cina saja. Meski dilakukan dengan gaya-gayanya yang nyentrik.

“Melihat KGP terus menerus berjuang. Harus ada Political will, pemerintah hendaknya melakukan distribusi kekuatan ekonomi masyarakat yang adil (fairness) dan merata bagi masyarakat Indonesia. KGP sangat berharap agar jurang perbedaan antara kelompok Cina yang kaya raya dengan mayoritas masyarakay miskin bisa dikurangi secara maksimal. Sikap inilah yang harus kita pahami dan harus didukung oleh mayoritas uUmat. Banyak pihak yang selama ini hanya menilai stigma KGP dari sisi negatifnya saja. Tapi, semuanya tidak ada bukti hukum bahwa KGP telah melakukan kejahatan/ tindak Pidana.


Sejalan dengan Juju, anggota Tim Bantuan KGP lainnya, Suta Widhya SH melihat dari segi sosio historic. Ia menilai KGP mirip dengan sosok Samanhudi atau sering disebut Kyai Haji Samanhudi (lahir di Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 1868; meninggal di Klaten, Jawa Tengah, 28 Desember 1956).Tokoh satu ini adalah pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI), sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Nama kecilnya ialah Sudarno Nadi.

Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa Hindia Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Tionghoa pada tahun 1905. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1905, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.

“Memang KGP melawan ketimpangan tidak lewat dagang, namun kaos, stiker, topi, PIN, pagelaran music cadas (under ground) dan lainnya sebagai alat kampanye dalam menyampaikan kritik sosial mulai dari basmi koruptor sampai fight against Cina.” Tutup Suta Widhya SH.[]

Comment