Tidak Ada Pernikahan Beda Agama Dalam Islam

Opini574 Views

 

Oleh : Nency Ravica Lia Erlyta, Muslimah Peduli Umat

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengesahkan atau mengizinkan pernikahan beda agama menuai kontroversi dan perhatian publik.

Putusan PN Surabaya ini didasarkan antara lain pada Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: (a) perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan (b) perkawinan warga negara asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan warga negara asing yang bersangkutan.

Rasulullah SAW mengingatkan agar seorang Muslim dalam menentukan pilihan jodoh tidak didasari oleh hal-hal yang bersifat duniawi saja, tetapi harus memperhatikan keimanannya.

Ibnu Majah meriwayatkan Hadits yang bersumber dari Abdullah bin ‘Amr, “Dari Abdullah bin ‘Amr berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya akan mengundang malapetaka. Janganlah kalian menikahi wanita karena hartanya, bisa jadi harta bendanya akan membuatnya bertindak semena-mena. Nikahilah wanita karena agamanya. Sungguh budak hitam yang beragama itu lebih baik.” (Ibnu Katsīr, Tafsīr Al-Qur’ān al-‘Azhīm,hlm. 560).

Di Indonesia, perkawinan beda agama tidak hanya merupakan larangan agama, tetapi  juga telah dilarang oleh undang-undang.

Namun demikian tidak sedikit umat Islam Indonesia dengan berbagai alasan telah melakukan perkawinan dengan orang yang tidak seagama dengan mereka.

Karena negara tidak memfasilitasi perkawinan yang tidak sesuai dengan aturan undang-undang, maka ada di antara mereka yang pergi ke luar negeri untuk melakukan perkawinan atau memanfaatkan jasa lembaga tertentu di Indonesia  yang memang memfasilitasi perkawinan beda agama.

Allah SWT telah menjelaskan hukum pernikahan seorang muslim dengan non-muslim, atau singkatnya disebut sebagai pernikahan beda agama. Semua Ulama mayoritas sepakat bahwa sesungguhnya pernikahan antar agama ini sampai kapanpun tidak dapat dibenarkan. Mengapa? Setidaknya  karena ada tiga alasan:

1. Melanggar Hukum Agama
Al-Qur’an dengan tegas melarang pernikahan seorang muslim / muslimah dengan orang musyrik / kafir, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 221:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ – ٢٢١

Artinya: “Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu’min itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan Wanita Muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran” (QS.Al-Baqarah:221).

2. Melanggar Undang-Undang Perkawinan

Perkawinan antar pemeluk agama tidak diatur dalam Undang-Undang Pekawinan. Di dalam UU perkawinan No.1 Tahun 1974 tidak dikenal istilah perkawinan antar agama sebagaimana dalam pasal 2 ayat 1, yaitu “ Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya”.

Undang-Undang Pekawinan hanya mengatur tentang perkawinan di luar Indonesia dan perkawinan campuran. Dalam hal ini, Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan hasil Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 1991 yang ditandatangani Presiden pada tanggal 10 Juni 1991 dan tanggal 22 Juli 1991 diperkuat oleh KMA No.154 Tahun 199l tentang pelaksanan Inpres tersebut. Bahkan KMA tersebut lebih tegas lagi dengan mengkategorikan perkawinan antar pemeluk agama ke dalam bab larangan perkawinan yang termaktub dalam Pasal 40 (c), Pasal 44, Bab X Pencegahan Perkawinan Pasal 61 KHI. Pasal 40 (c) berbunyi:

“Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita dalam keadaan tertentu: c. seorang wanita yang tidak beragama Islam.”

Sedangkan Pasal 44 KHI berbunyi:”Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam”, dan Pasal 61 KHI :

” Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien”.

3. Tidak akan tercapai tujuan perkawinan

Setiap perkawinan pasti bertujuan untuk mencapai kebahagiaan, kedamaian, keberkahan, mendapatkan ketenangan batin yang dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah sakinah.

Menurut Prof. DR. Quraisy Shihab, larangan perkawinan antar agama yang berbeda itu dilatar belakangi oleh harapan akan lahirnya sakinah dalam keluarga.

Perkawinan baru akan langgeng dan tentram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, latar belakang sosial atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan dalam perkawinan.

Oleh karena itu, untuk menjaga kesucian lembaga perkawinan itu, maka perkawinan atau pernikahan bagi umat Islam hanya sah apabila dilakukan menurut hukum Islam dan keberadaannya perlu dilindungi oleh hukum negara.

Terwujudnya Sakinah (ketenangan jiwa), mawadah (cinta), dan rahmah (kasih sayang) di antara mereka. Selain itu, Islam juga akan menjaga jiwa mereka dari ancaman sanksi rajam. Sekaligus menyelamatkan mereka dari ancaman pemurtadan yang berujung pada sanksi pembunuhan.

Demikianlah jika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Akan melahirkan sebuah kehidupan yang islami karena Islam adalah rahmatan lil ‘aalamin. Wallahu’alam bishawab.[]

Comment